Share

Bab 2. PRANATA

Author: Siti Auliya
last update Huling Na-update: 2023-04-08 08:58:54

Mardawa terus berlari tanpa henti. Dia harus mencapai kampung terdekat sebelum malam tiba. Perasaan was-was muncul seketika karena tidak ada yang dikenalnya di daerah itu. Dirinya adalah orang asing, tak lepas kemungkinan dicurigai oleh masyarakat atas kejadian pembunuhan yang tengah meneror warga. 

Tiba di pinggir sungai Mardawa berhenti. Dia melepas dahaga dengan meminum air sungai itu. Tanpa disadari ada sepasang mata yang mengawasi dengan raut wajah ketakutan.

“Aaah … segarnya.” Mardawa berdiri sambil mengusap wajah. Sejenak dia memandang berkeliling sambil bertolak pinggang. 

“Aduh.” Seseorang terdengar mengaduh.

Mardawa cepat menoleh ke asal suara. Terlihat oleh pemuda itu seorang gadis sedang memegang salah satu kakinya yang berdarah. Dengan sigap Mardawa mendekati gadis tersebut.

“Mengapa kamu terluka? Tunggu, aku cari obatnya!” Mardawa tidak menunggu jawaban gadis itu. Dia segera mencari daun-daunan untuk menghentikan darah dari luka gadis tersebut. Gadis itu hanya melongo, dia cemas dan berniat akan pergi.

Dengan terpincang-pincang gadis itu berlalu. Dia harus sesegera mungkin sampai di kampung, menyesal tadi pergi ke sungai walau hari sudah sangat sore. Orang asing itu sudah membuat jantungnya dagdigdug dengan kencang. Walau tampak seperti orang baik, dirinya harus waspada. Banyak kejadian aneh akhir-akhir ini di kampung.

“Tunggu! Mengapa kamu pergi?” tanya Mardawa. Tiba-tiba saja pemuda itu sudah menghadang gadis tersebut dengan segenggam daun badotan di tangan. 

"Izinkan aku obati dulu lukamu, setelah itu silakan kalau kau ingin pergi.” Suara Mardawa membuat gadis itu seperti terhipnotis. Dia menurut saja disuruh duduk oleh pemuda asing di hadapan. Dengan cekatan, Mardawa menutup luka di kaki gadis itu dengan dedaunan yang didapatnya tadi.

"Nama kamu siapa?" tanya Mardawa sambil mendongak. Sejenak mata mereka bertemu. Rona merah menjalar di pipi gadis itu dan seketika menunduk.

Gadis itu diam tidak menjawab pertanyaan Mardawa. Sekilas tadi Mardawa melihat gadis itu tersipu sebelum dia menundukkan wajah menghindari tatapannya. 

Selesai membalurkan obat, Mardawa mundur memberi jarak antara dirinya dan gadis tersebut. 

“Sudah selesai. Lukamu akan sembuh dalam dua hari ini. Lain kali, berhati-hatilah. Tidak baik seorang gadis pergi sendirian saat senja begini,” ucap Mardawa sembari menegakkan badan.

Mendengar nasihat baik dari pemuda asing, gadis itu sontak mengalihkan pandang. Hidung mancung dan bibir tipis pemuda itu serta kulit wajah yang bersih mencuri perhatiannya. 

“Tidak ada pemuda di desa yang memiliki kulit sebersih dia,” puji gadis itu dalam hati. Namun, kekhawatiran dan rasa takut tiba-tiba datang merayapi hatinya. 

"Pergilah!" suruh Mardawa. Dia menatap paras gadis itu.  "Cantik sekali," batinnya. Tiba-tiba hatinya diselimuti rasa hangat, entah apa namanya, Mardawa tidak mengerti. "Ah … ada-ada saja." Tanpa sadar dia tersenyum kecil.

Mardawa yang menangkap sorot ketakutan   dalam mata gadis tersebut pun segera sadar lalu lekas berkata lagi, “Kau boleh pergi, Nyimas.”

Gadis itu berlalu dengan terburu-buru walau langkah sedikit pincang. Mardawa lega karena dia yakin, luka gadis tersebut akan segera sembuh. Mardawa memperhatikan gadis itu sampai hilang di belokan. Namun, tiba-tiba dia teringat sesuatu. 

Buru-buru Mardawa berteriak,"Eh … tunggu! Namamu siapa?"  Terlambat, gadis itu sudah menghilang dari pandangan.

"Aaah, sial!" umpat pemuda itu. Dia menyesali kesempatan untuk mengenal gadis tersebut dan mengetahui nama desa ini hilang sudah. "Sungguh tidak beruntung," rutuknya sekali lagi. Dia tertawa sendiri sambil menepuk jidatnya.

Sembari mengayunkan langkah, Mardawa mengulum senyum. Dia mengingat lesung pipit yang sempat dilihatnya di kedua pipi gadis tadi. Tanpa sadar, hatinya yang tadi gelisah telah berubah. Dia bersiul sambil meneruskan langkah.

"Tunggu, Kisanak!" 

Langkah Mardawa terhenti, sebuah suara mengagetkannya. Pemuda itu cepat-cepat berpaling ke belakang. Rupanya ada seorang pemuda berdiri dengan tatapan menyelidik. Memandang Mardawa dengan sikap waspada.

"Ya, ada apa?" tanya Mardawa. Pemuda itu diam-diam menyalurkan tenaga dalam ke tangannya. Berjaga-jaga dengan serangan mendadak yang bisa saja terjadi.

"Dari mana, mau ke mana?" tanya orang yang baru datang dengan curiga. “Sepertinya saya tidak pernah melihat Kisanak di sekitar sini. Jika boleh tahu, Kisanak dari mana dan hendak ke mana?” tanya orang tersebut dengan nada penuh kecurigaan.

Mardawa diam sejenak. Dia menelisik penampilan serta aura yang dimiliki pemuda di depannya. Tidak ada tanda-tanda niat buruk, maka Mardawa memutuskan menyebutkan nama. "Aku Mardawa, murid Eyang Suwita dari Gunung Wingit itu," jawab Mardawa sambil menunjuk gunung yang menjulang dari tempatnya.

 “Oooh, aku sering mendengar nama Eyang Suwita. Perkenalkan namaku Danu.” Pemuda tersebut tersenyum lebar mendengar penuturan Mardawa barusan. Eyang Suwita adalah pendekar yang cukup dikenal namanya di kampung terdekat. Beberapa tahun silam, memang terdengar kabar jika beliau mundur dari dunia persilatan dan mengasingkan diri di Gunung Wingit. Gunung yang sangat sulit ditempuh medannya dan terkenal wingit atau seram.

Melihat langit yang mulai gelap, Danu menawarkan rumahnya sebagai persinggahan bagi Mardawa. Melihat niat baik, Mardawa menerima tawaran tersebut. Sepanjang perjalanan menuju desa, dia banyak menggali informasi dari Danu tentang  Pranata dan beberapa pembunuhan ronggeng yang disampaikan Eyang Suwita.

**

Hiiburan di Desa Jatiwarna baru saja dimulai. Hampir setiap malam ada saja keramaian. Maklum lagi musim orang hajatan.

Bunyi gendang tambah ramai ditingkah para laki-laki yang sedang berjoget. Mereka tengah menghamburkan uang demi lirikan maut si Bintang Pentas--Nyi Ronggeng. Gadis cantik itu tengah asyik menari dan nyinden. Lagu Bangbung Hideung baru saja dimainkan.

“Eee … ieu abdi anu geulis, nu geulis kawanti-wanti

Nu endahna malih warna puputon kembang kadaton

Jungjunan ….” 

Nyi Ronggeng menyanyikan lagu tersebut dengan sangat merdu. Lagu wajib yang mesti dinyanyikan di setiap pertunjukannya. Banyak penonton yang menunggu saat tersebut. Mereka sudah menyiapkan uang yang banyak untuk memberikan saweran.

Lagu yang mampu memancarkan aura magis, menghipnotis pendengarnya untuk turut bergoyang. Seiring kendang sambil nyawer dengan kepingan uang logam emas dan perak.

“Pranata anu mana … Pranata anu mana … Pranata mangga ka payun!” Kali ini penari itu memanggil salah satu tamu yang punya hajatan. Suara tepuk tangan mengiringi Pranata naik panggung. Lelaki gagah setengah tua itu maju lalu menjura, tepuk tangan kembali bergemuruh.

Seorang pemuda gagah tidak ikut bertepuk-tangan. Ia menatap tajam ke arah lelaki tua itu. Hatinya berdebar saat melihat lelaki setengah tua itu.

“Dia orangnya, Mardawa,” bisik pemuda di samping lelaki gagah itu–Danu.

“Yang mana?” tanya Mardawa. Hatinya tiba-tiba berdebar-debar.  Ini kali pertama Mardawa akan melihat dengan jelas wajah Pranata, sosok yang tidak layak berada di Bumi Jatiwarna. Meski tidak berhadapan langsung, tapi Mardawa dapat menangkap aura hitam dari Pranata. Rasa penasaran membuatnya matanya tidak berkedip.

Seorang laki-laki setengah tua maju. Mukanya dingin dihiasi kumis baplang. Semua orang di kampung itu tahu siapa dia, Pranata. Mempunyai perguruan silat bernama Bangbung Hideung yang artinya kumbang hitam. Sebuah perguruan yang beraliran hitam. 

Mardawa dengan perasaan tegang mengamati laki-laki itu baik-baik. Jika suatu hari bertemu lagi dirinya langsung mengenalinya. Mardawa sangat terkejut saat dirinya memperhatikan wajah laki-laki itu.

"Wajahnya … wajahnya … mengapa begitu mirip dengan …." 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 115. PERTEMUAN

    Juragan Pranata hanya tertunduk mendengar semua ucapan Serigala Perak. Dia merasa salah karena sudah gagal melaksanakan tugas. “Menculik seorang gadis saja kamu tidak berhasil!” seru lelaki itu. Suaranya keras mengandung tenaga dalam yang menggetarkan. Rupanya misi Juragan Pranata adalah menculik seorang gadis, tapi siapa? Bukankah dia juga selalu berusaha untuk menculik Semboja, untuk dijadikan istrinya.“Ampun, Junjungan. Pemuda sialan itu selalu menghalanginya setiap berhasil membawanya. Aku tidak sanggup melawannya.” Juragan Pranata menunduk dalam-dalam setelah mengadukan alasan mengapa selalu gagal. “Siapa pemuda itu? Bukankah aku sudah memberimu ilmu kanuragan yang cukup memadai!” Serigala Perak kembali membentaknya. Lelaki itu sudah sangat marah karena gadis pujaannya tidak kunjung didapatkan.“Mardawa, Junjungan.” Akhirnya Juragan Pranata menyebutkan sebuah nama. Diam-diam Juragan Pranata mengintip reaksi Serigala Perak. Dia penasaran apa Serigala Perak mengenal pendekar s

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 114. KEGAGALAN JURAGAN PRANATA

    Wirya masygul, dia bingung harus bagaimana. Perjalanannya ke goa Nenek Wira tidak membuahkan hasil. Dia harus segera pulang menemui Juragan Pranata. Dengan langkah ragu dan hati yang kebat-kebit, sampai juga akhirnya ke Perguruan Serigala Putih. Wirya masuk dan menghadap gurunya."Apa? Kamu gagal Wirya?" tanya Juragan Pranata. Dia diam sejenak dengan muka tegang."Benar, Juragan." Wirya menjawab takut-takut. Bisa saja sewaktu-waktu juragannya itu murka dan menghajarnya."Mengapa sampai gagal?" tanya Juragan Pranata lagi membentak. Lelaki arogan itu memandang Wirya dengan tajam. Seperti ingin menelannya bulat-bulat.Wirya bingung harus bagaimana menjawabnya. Dia tidak tahu gagalnya di sebelah mana. Dirinya sudah bertempur mati-matian, malah pusakanya itu yang menghilang. Harusnya ketika dia menang bertarung, pedang itu menjadi miliknya."Pusaka itu menghilang." Akhirnya Wirya menjawab juga. Memang seperti itu adanya, Wirya merasa ragu bercerita tentang pendekar lain yang disebutkan se

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 113. PEDANG PUSAKA

    "Puuuh!" Indaku meniup mata Jayaprana. Dia sengaja melakukan itu agar lelaki itu bisa melihatnya. "Kau … kau, makhluk apa?" tanya Jayaprana terputus-putus. Dia kaget melihat seekor macan tengah berbaring di batu besar. Di mana dirinya tengah mencari seorang gadis yang tengah bermesraan dengan Mardawa. "Grrrh!" Macan tersebut malah menggeram. Suaranya membuat bumi yang dipijak bergetar. Jayaprana mundur, begitu juga Mardawa. Dua pemuda itu sama-sama bersikap waspada."Kaukah itu Indaku?" tanya Mardawa dengan ragu. Dia tidak menyangka sama sekali jika gadis yang mengaku sebagai istrinya itu adalah seekor macan. Beberapa saat turun gunung membuatnya menemui berbagai keanehan. Ada manusia peri dan ini manusia juga yang berubah menjadi macan. Mardawa jadi bimbang dan harus ekstra hati-hati setiap bertemu dengan orang baru.Macan itu memandang ke arah Mardawa. Ia mengangguk-angguk kepalanya. Beralih memandang ke arah Jayaprana, matanya merah seperti menyala."Tidak usah, Indaku. Pergil

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 112. INDAKU

    Oli masih seperti sebelumnya. Cengar-cengir gak jelas. Padahal jika di negerinya dia bisa berubah menjadi normal, sangat cantik dan anggun. Dirinya tidak bisa menjadi besar jika ada di negeri manusia."Ni bocah kenapa?" pikir Dewi Rimbu. Rupanya gadis itu tidak sabar untuk mengetahui bagaimana caranya peri kecil itu mengalahkan Jayaprana. Rasanya tidak mungkin jika beradu kekuatan. Bagaimanapun hebatnya jurus yang dimiliki Oli, tubuhnya hanya sebesar capung."Aku masuk ke telinganya. Hihihi hihi hihihi." Sambil masih tetap cengar-cengir Oli menjelaskan. Peri itu melompat-lompat di atas daun talas yang lebar. Rupanya dia masih merasa sangat hebat. "Lalu?" tanya Mardawa. Dia duduk di batu besar. Di sebelahnya juga duduk Dewi Rimbu dengan membawa buntelan bajunya."Aku masuk, gendang telinganya aku tendang-tendang. Tentu saja dia kesakitan, kan. Ehh … sakit gak ya?" tanya Oli sambil berpikir. Matanya memandang Mardawa mohon penjelasan."Paling terasa gatal. Hahaha hahaha hahaha," jawab

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 111. DISELAMATKAN OLI 

    Sesaat Dewi Rimbu terkesima melihat siapa yang datang. Lelaki itu kembali tepat saat dirinya dalam bahaya. Seperti punya firasat akan keselamatannya. Dewi Rimbu merasa sangat berterima kasih. “Mardawa," gumam gadis tersebut. "Bagaimana dia bisa ke sini." Dewi Rimbu tidak sempat berpikir karena Jayaprana sudah bersiap untuk menyerangnya. Dirinya tidak sempat mempersiapkan serangan. Dewi Rimbu pasrah dengan apa yang akan terjadi. Riwayatnya akan tamat hari ini. Lari! Sempat terlintas dalam benaknya. Namun, sampai kapan dia harus terus-menerus berlari dari Jayaprana. Kali ini, jika terhindar dari serangan pemuda itu, Dewi Rimbu akan menghadapinya dengan sekuat tenaga. Tadi, Mardawa sengaja mencari Dewi Rimbu karena curiga dengan Danu. Sekali sentakan, dengan sangat cepat pemuda itu menarik tangan gadis itu ke sebelah kanan. Serangan Jayaprana yang berbahaya lewat tanpa menyentuh gadis tersebut. Tampak Dewi Rimbu bernapas lega. Dia sedikit membungkuk, mengisyaratkan ucapan terima kasi

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 110. DENDAM

    Dewi Rimbu melesat tanpa menoleh lagi. Dirinya yakin jika Mardawa tidak mengikutinya. Gadis itu ingin segera tiba dan tidur dengan nyenyak. Tak ada tempat paling nyaman selain tempat punya sendiri. Walau itu hanya sekedar tempat tidur dari batu.Bulan yang semakin terang saat tengah malam berlalu, memudahkan Dewi Rimbu berlari. Saat dirinya mendongak, bulan tersebut seolah-olah ikut berlari bersamanya. Gadis itu berhenti sejenak, dia memperhatikan keindahan bulan di atas sana. “Indah sekali langit dini hari.” Gadis itu bergumam sambil memandang ke langit. Sesaat dia teringat dengan negeri peri yang baru saja ditinggalkan. Teringat betapa dirinya terpesona dengan keindahan alam di sana. Gadis itu, dia melihat sekeliling, suasana sangat sepi tidak dilihatnya ada orang.“Ah, mengapa aku teringat kepada Eyang Suwita. Mereka sepasang kekasih yang berbahagia. Dewi Rimbu tertunduk, teringat dengan kekasihnya.“Kakang maafkan aku, belum menemukan pembunuhmu. Aku berjanji akan menemukan siapa

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status