Senyum simpul dari bibir berpulas lipstik merah muda itu tak henti terukir. Laila terus menatap dirinya di cermin. Begitu berbeda dari biasanya. Gaun pengantin putih dipadu dengan kerudung panjang menjuntai. Di kepalanya bertengger mahkota cantik dari mutiara. “Cantik banget ponakan Tante!” Seru Ismi yang baru datang. Wanita yang mengurus Laila sejak kecil itu ingin memastikan sang ponakan sudah siap dengan riasannya. Hari ini pernikahan Yudis dan Laila akan dilangsungkan di hotel ternama di ibu kota. Ijab kabul akan di laksanakan pada pukul sepuluh pagi dan selanjutnya diteruskan dengan resepsi. Usai percakapan sengit antara Yudis dan Hamid sebulan lalu, berakhir dengan kesepakatan antara keduanya. Yudis berjanji akan melenyapkan semua bukti-bukti tentang campur tangan Hamid atas kematian Aditama, jika dirinya dapat menikahi Laila. Hamid yang memang dalam posisi terancam ma
Pesta telah usai tepat di jam sepuluh malam. Yudis memasuki kamar hotel sweet room khusus ia pesan untuk pasangan pengantin baru. Netraya menyusuri ruangan mencari sosok Laila yang tak terlihat di sana. Lantas kakinya bergerak melangkah menuju pintu kamar mandi dan ternyata di kunci. Terdengar gemercik air yang keluar dari sower. Istrinya tengah membersihkan diri. Yudis bergerak menuju balkon dan menyalakan sebatang rokok. Ia duduk di kursi besi yang menghadap keluar, dengan kaki menopang. Dari dalam ia mendengar suara jeritan sang istri yang kemudian di susul dengan suara pintu kamar mandi yang ditutup kasar. Yudis menoleh, bingung dengan apa yang terjadi. Sementara di balik pintu kamar mandi, Laila tengah menetralkan degup jantungnya yang berdetak cepat. Ia tak tahu jika sang suami berada di dalam kamar. Ah, kenapa juga dirinya lupa membawa baju g
Laila terperangah saat tiba di kediaman Yudis. Ini sih bukan rumah melainkan istana. Batinnya. Laila tak menyangka, Yudis memiliki rumah sebesar ini, yang hanya ditempati oleh sang suami dan para pekerjanya saja. “Silakan, Nyonya?” Sang sopir mempersilakan Laila untuk turun. Di depan teras sudah berjejer enam orang yang terdiri dari tiga wanita dan tiga pria—tersenyum ramah padanya. Dilihat dari penampilannya Laila dapat menebak jika ke enamnya itu adalah pekerja di rumah ini. “Selamat datang Nyonya muda?” Sambut salah seorang wanita paling tua yang sudah ia kenal sebelumnya, mbok Darmi. Sementara yang lainnya mengangguk hormat pada Laila. Laila balas mengangguk sopan sembari tersenyum ramah. Lantas mbok Darmi memperkenalkan semua pekerja di rumah ini. Dua orang wanita bertanggung jawab beres-beres seperti mencuci dan merapikan rumah, dan mbok Darm
Sudah hampir sepekan Yudis berada di Singapura bukan hanya urusan bisnis. Melainkan dirinya sengaja menghindari Laila. Yudis tak menyangka, jika Laila ternyata benar-benar cantik dan memesona. Selama ini ia mengira Laila yang selalu mengenakan pakaian yang menurutnya kedodoran itu, lantaran ingin menutupi salah satu bagian fisiknya yang mungkin saja cacat. Dan Yudis yakin dirinya tak akan pernah tergoda oleh Laila, ternyata salah besar. Sang istri begitu sempurna, dan dirinya bukan hanya tergoda, tapi juga rasanya ingin memiliki gadis itu seutuhnya. Malam setelah resepsi pernikahannya dengan Laila seminggu lalu. Yudis semalaman tak bisa tidur, karena menahan keinginannya untuk tidak menyentuh Laila. Istrinya begitu wangi dan cantik. Karena tak bisa memejamkan mata, Yudis pun menghubungi Jimmy agar mempercepat keberangkatan mereka ke Singapura untuk urusan bisnis esok hari. Beruntung ia memiliki sekreta
Hangat tubuh Laila mampu menciptakan debaran dalam dada Yudis. Pria yang masih ragu untuk membalas dekapan sang istri itu menelan ludah. Seraya mencium aroma tubuh sang istri yang sudah sangat akrab di Indra penciumannya. Yudis mengurai pelukan Laila dari tubuhnya. Menatap ke netra sayunya itu yang berbinar bahagia menyambut kedatangannya yang tiba-tiba. Yudis tersenyum, lantas mencium kening Laila lembut. Harum tubuh Laila menyeruak di Indera penciumannya. Ia tahu parfum yang digunakan sang istri bukan parfum mahal, tapi entah mengapa begitu memabukkan. Yudis melepas kecupannya dari kening mulus Laila. “Aku mandi dulu.” Laila mengangguk, lantas membantu Yudis melepaskan jasnya. “Mas mau dibuatkan makanan?” tanya Laila. “Tidak usah, aku sudah makan, lagi pula aku sudah lelah mau langsung tidur saja.” Yudis menjawab sembari berjalan masuk kamar
Satu bulan Yudis dan Laila menjalani pernikahan. Namun, sampai saat ini keduanya sama sekali tak pernah melakukan hubungan suami istri layaknya pasangan pada umumnya.Bagaimana tidak, Yudis yang memang sengaja setiap hari berangkat ke kantor pagi dan pulang tengah malam. Saat tiba di rumah pun Laila sudah tertidur. Begitu pun dengan hari libur Yudis gunakan untuk bekerja di rumah. Hal itu sengaja ia lakukan untuk menghindari Laila agar tak menyentuhnya.Pernah Laila sengaja terjaga untuk menunggunya pulang. Yudis tahu sang istri sengaja ingin menawarkan diri untuk melakukan ibadah itu. Namun, sebelum Laila mengungkapkan maksudnya dengan cueknya Yudis mengatakan jika dirinya lelah dan mengantuk.Tapi tidak untuk melayani kebutuhan Yudis yang lain, seperti menyiapkan makan dan pakaian, itu pengecualian.Yudis tahu Laila mulai merasa aneh pada sikapnya Yang seperti itu. Ia sering menemukan wajah murung sang istri. Terkadang dirinya merasa bersalah dengan sikapnya itu. Namun, egonya terla
Rasa penasaran membuat Laila memutuskan untuk melangkah keluar kamar. Dari atas ia menemukan mbok Darmi tergopoh-gopoh menyambut wanita yang sepertinya tak asing itu. Apa dirinya pernah bertemu dengan wanita itu? Tapi di mana? Batinnya.Semakin penasaran, Laila pun bergerak menuruni anak tangga satu persatu untuk memastikan. Suara langkah kakinya membuat kedua wanita seusia itu menoleh ke arah Laila. “Kau?” Miranda mengerutkan kening. Kemudian melangkah menghampiri Laila yang masih berdiri di ujung tangga.“Jadi, kau ....” Miranda menjeda ucapannya, kemudian menoleh pada mbok Darmi seolah meminta kepastian.“Iya Nyonya, Nyonya Laila istri tuan muda,” sahut mbok Darmi membenarkan pertanyaan yang tadi sempat majikannya itu tanyakan pada dirinya.Miranda tersenyum, matanya berbinar penuh keharuan menatap Laila yang perlahan mulai mengingat wanita itu.Miranda menyentuh pipi Laila dan berucap. “Beruntung sekali Yudis menikahi gadis baik sepertimu.“Anda ... Wanita yang di taman itu, buka
Di halaman belakang terlihat Laila duduk di kursi santai menghadap kolam renang. Menatap lurus ke arah kolam yang memiliki kedalaman satu meter di depannya. Di sana terlihat seorang pembantu tengah membersihkan kolam begitu telaten. Seperti biasa setiap hari kolam itu akan dibersihkan, karena memang sang majikan sangat menyukai olah raga berenang.Mengingat Yudis, Laila jadi ingat tentang pertengkarannya kemarin di ruang kerja. Dirinya tak pernah menyangka sang suami tega mengatakan perkataan yang menyakitkan dan secara tak langsung mengingatkan siapa dirinya. Hanya seorang gadis biasa yang kebetulan beruntung di pinang oleh pria kaya.Perih kembali menerpa ulu hatinya yang mulai rapuh. Satu titik air mata pun lolos begitu saja di kedua pipinya. Pikiran Laila terus berkecamuk, mempertanyakan perasaan Yudis yang sebenarnya. Apakah pria yang satu bulan menjadi suaminya itu benar-benar mencintainya? Laila menghela napas mencoba menghirup udara di pagi hari. Menutup mata dan merasakan de