Share

3. Inayah dan Erni

Penulis: CahyaGumilar79
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-23 12:44:09

Setelah itu, Erni langsung melangkah ke arah dapur segera menyiapkan air minum untuk kedua tamu itu. Usai membuatkan air minum, Erni kembali melangkahkan kedua kakinya menuju ke ruang tengah dan menyajikan minuman tersebut kepada kedua tamu tersebut.

Selang beberapa menit kemudian, Inayah sudah datang menghampiri dan langsung menyapa serta berjabat tangan dengan tamu-tamu itu.

"Maaf, Bapak-Bapak ini siapa, yah?" tanya Inayah lirih dengan sikap ramahnya.

"Kami, orang kepercayaan Almarhum Pak Tommy, Mbak," jawab salah satu dari pria yang berpenampilan rapi itu. ''Kami, sebagai pengacara Almarhum Pak Tommy, akan menyampaikan surat wasiat ini sesuai dengan pesan almarhum semasa hidupnya. Semua ini akan kami serahkan langsung kepada Mbak Inayah selaku ahli waris tunggal putri dari Almarhum Pak Tommy,'' sambungnya menjelaskan.

Inayah langsung menerima surat wasiat tersebut, dan langsung diminta untuk menandatangani sehelai kertas putih lengkap dengan materai, sebagai bukti surat wasiat tersebut sudah diterimanya sebagai ahli waris tunggal.

Setelah semuanya selesai, kedua orang kepercayaan Tommy itu langsung pamit dan berlalu dari kediaman Inayah.

Tommy mewariskan beberapa hektar sawah yang ada di daerah Jawa Barat yang saat itu sedang dikelola oleh Adim sebagai orang kepercayaan Almarhum Tommy, dalam surat wasiat tersebut jelas tertulis, selain sawah yang sangat luas ada juga beberapa ruko serta rumah kost-kost'an yang ada di Bandung, yang lokasinya tidak jauh dari tempat kediaman Inayah serta beberapa perusahaan besar milik Almarhum Tommy.

"Teh Erni!" panggil Inayah sedikit berteriak.

''Iya, Nay. Ada apa?'' jawab Erni bergegas menghampiri Inayah yang sedang duduk di sopa ruang tengah.

''Ke sini dulu, Teh!" pinta Inayah lirih. "Duduk dulu, Teh!" sambung Inayah tersenyum dengan meluruskan dua bola mata indahnya ke wajah Erni.

Kemudian, Erni duduk di samping Inayah, Erni sedikit merasa terheran-heran. "Ada apa, Nay?" tanya Erni mengerutkan kening.

''Besok Teteh cari orang yang mau menjadi asisten rumah tangga di sini! Untuk menggantikan posisi Teteh. Ada, 'kan?'' tandas Inayah tersenyum menatap wajah Erni.

''Teteh mau diberhentikan, Nay?'' jawab Erni balas bertanya, dengan nada rendah dan tampak terkejut mendengar kalimat yang diucapkan oleh gadis yang sudah ia anggap sebagai adiknya itu.

Inayah tertawa kecil dan tersenyum-senyum sembari meletakkan tangan di atas pundak Erni yang tampak cemas.

''Tidak, Teh! Justru Teteh mau naik jabatan, mau 'kan naik jabatan?'' Inayah meluruskan pandangannya ke wajah Erni.

Mendengar penjelasan Inayah, Erni sedikit bernapas lega dan kembali tersenyum.

''Nanti kalau sudah dapat orangnya, Teteh tidak boleh kerja di dapur lagi. Karena Teteh punya tugas baru!'' sambung Inayah tak hentinya menatap wajah Erni.

''Oh, Teteh kira, Nay mau memberhentikan Teteh. Nanti tugas Teteh apa, Nay?'' Erni balas bertanya sembari mengerutkan kening.

''Jadi asisten pribadiku!" tegas Inayah.

''Oh, ya sudah. Nanti, Teteh telepon dulu teman yang di Purwakarta. Mudah-mudahan dia mau Teteh ajak kerja di sini," kata Erni menghela napas. 

Setelah selesai menjelaskan semua, Erni pun mengerti, kemudianan berlalu dari hadapan Inayah kembali ke dapur untuk menyelesaikan pekerjaannya.

***

Keesokan harinya, Inayah langsung berangkat ke tempat Usen. Ia hendak mengecek tagihan ruko dan rumah kost-kost'an milik almarhum ayahnya,

Inayah sangat bersyukur karena Usen sangat amanah, ia menyerahkan uang kepada Inayah dari hasil menyewakan ruko dan rumah kost yang dipercayakan oleh almarhum ayahnya kepada Usen.

"Terima kasih banyak ya, Pak," kata Inayah tersenyum mengarah kepada pria paruh baya itu.

"Iya, Neng. Sama-sama," jawabnya balas tersenyum.

Setelah itu, Inayah langsung pamit kepada Usen dan istrinya, Inayah langsung pulang ke kediamannya dengan mengendarai mobil sedan merah peninggalan Tommy.

Pukul satu lebih beberapa menit, Inayah sudah tiba di kediamannya. Setelah turun dari mobil, ia langsung melangkah menuju ke arah pintu. ''Assalamu'alaikum," ucapnya lirih sembari mengetuk pintu.

''Wa'alaikum salam,'' jawab Erni dari dalam rumah dan bergegas membuka pintu tersebut.

Setelah pintu terbuka Inayah langsung melangkah masuk ke dalam diikuti Erni di belakangnya.

''Bagaimana, Teh. Sudah ada belum orang yang mau kerja di sini?'' tanya Inayah duduk bersandar di sopa ruang tengah.

''Ada, teman Teteh dari Purwakarta yang kemarin Teteh ceritakan. Saat ini masih dalam perjalanan. Kemungkinan pukul empat sore sudah sampai di sini," jawab Erni lirih.

"Ya, sudah, nanti beritahu aku kalau orangnya sudah datang. Aku mau salat dulu!'' jawab Inayah bangkit melangkah menuju ke dalam kamarnya.

Di usia sembilan belas tahun, gadis cantik itu harus menjalani hidup mandiri, tanpa bimbingan kedua orang tua.

Padahal saat itu, Inayah masih membutuhkan kehadiran kedua orang tua di sampingnya. itulah jalan hidup dan takdir yang harus dilaluinya, dan tidak bisa dihindari.

Inayah harus ikhlas dalam kemandirian menjalankan kehidupannya serta berusaha kuat untuk menjaga amanah segala apa yang sudah diwariskan oleh kedua orang tuanya. Itu semua menjadi titik awal yang baik untuk Inayah berhijrah ke jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Tidak terasa bulir bening kembali menetes membasahi pipinya, terlalu banyak dosa di masa lalu yang pernah ia perbuat kepada kedua orang tuanya, terutama dosa kepada sang Ibu yang selama hidupnya selalu direpotkan oleh kenakalan Inayah yang tidak pernah mematuhi apa yang dinasihatkan oleh ibunya.

''Nay!" panggil Erni lirih sedikit mengetuk pintu kamar Inayah.

"Iya, Teh. Sebentar!" Inayah langsung bangkit dan segera membuka pintu kamarnya. Tampak Erni sedang berdiri di depan pintu kamar dengan balutan gamis biru tua dan hijab berwarna putih.

“Silakan masuk, Teh!" kata Inayah suaranya terdengar berat seperti menahan isak.

Di hadapan Erni, Inayah terus berusaha menyembunyikan kesedihannya. Ia tidak ingin orang lain turut merasakan kepedihan yang sedang melanda jiwa dan pikirannya.

Meskipun demikian, Erni tetap mengetahui segala apa yang sedang dirasakan oleh gadis cantik yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri.

Erni langsung melangkah masuk ke dalam kamar tersebut, kemudian duduk di samping Inayah.

''Ada apa, Teh?'' tanya Inayah lirih bola matanya terus memandang wajah Erni.

Erni menghela napas dalam-dalam. Kemudian menjawab, ''Teman Teteh sudah datang, dia sudah menunggu di ruang tamu!'' Erni balas memandang wajah Inayah, ia melihat jelas dua bola mata Inayah tampak berkaca-kaca terpancar rasa sedih yang mendalam yang kala itu sedang melandanya.

Erni paham dengan apa yang sedang dirasakan oleh Inayah. Namun, ia belum mengatakan sesuatu yang berkaitan dengan kesedihan Inayah.

''Iya, Teh. Nanti aku ke sana." Suara Inayah terdengar parau.

Wajah terlihat semakin mendung, seakan-akan kesedihan yang sedang ia rasakan semakin membahana dalam jiwa dan pikirannya. Sehingga Erni pun mulai bertanya, “Kamu kenapa, Nay? Kok, kelihatan sedih?” Suara Erni lirih terus memandangi wajah gadis cantik berkulit putih itu.

“Tidak apa-apa, Teh," jawab Inayah berkelit. Ia terus berusaha menyembunyikan kesedihannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   49. Keikhlasan Seorang Istri (Bab terakhir)

    Usai memberitahukan Rafie, Fahmi dan kedua rekannya segera bersiap untuk mendatangi rumah yang dicurigai menjadi tempat disekapnya Lina. Mereka sangat yakin kalau Lina ada di rumah itu, sesuai dengan apa yang dilihat oleh Fahmi. "Aku sangat berharap tidak terjadi apa-apa dengan Lina," kata Fahmi lirih sembari mengemudikan mobilnya menuju ke sebuah komplek yang tidak jauh dari tempat mereka berkumpul tadi. "Aku yakin, pelakunya adalah Alex." Andra mulai menaruh kecurigaan terhadap Alex yang merupakan orang dekat Lina. Karena akhir-akhir ini, Alex sedang bermasalah dengan Lina, semua dipicu oleh sikap Lina yang sudah menolak pinangan Alex. "Jangan su'udzon dulu. Kita buktikan saja nanti!" sahut Riko. Andra menoleh ke arah Riko, kemudian berkata lagi, "Aku berkata seperti ini, karena aku mendengar sendiri bahwa Alex mengancam Lina," tandas Fahmi. Setibanya di persimpangan jalan yang dekat jembatan yang tembus ke pintu gerbang komplek yang dituju, Fahmi menghentikan laju mobilnya sej

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   48. Hilangnya Lina

    Secara tidak langsung Inayah mempunyai tugas dan kepercayaan dari almarhum kedua orang tuanya untuk mengelola beberapa perusahaan peninggalan mereka. Mulai dari pengelolaan keuangan dan pemanfaatannya, Inayah yang harus mengurusnya. Karena Inayah merupakan putri semata wayang dari Almarhum Tommy dan Celly. Akan tetapi, setelah Erni paham dan mengerti dengan tatanan bisnis yang dikelola Inayah. Inayah pun langsung mempercayai Erni sepenuhnya dalam mengelola perusahaan peninggalan dari kedua orang tuanya itu. Saat itu, yang mengurus semuanya adalah Erni dengan dibantu beberapa staf kepercayaannya dan Inayah sudah jarang ikut campur, dan ia sangat percaya dengan kinerja Erni, karena selama ini Erni sudah dinilai baik dalam menjalankan tugas jujur dan amanah. Pukul setengah lima sore, Inayah hanya duduk santai bersama Fatimah dan Jubaedah di ruang tengah kediamannya itu. Rafie sore itu masih belum pulang, karena masih berada di lokasi pondok pesantren yang saat itu masih dalam tahap pe

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   47. Keputusan Inayah

    Sebulan setelah itu, Rafie dan keluarga Tiara sudah menentukan hari pernikahannya dengan Tiara. Hal tersebut sudah sepenuhnya disetujui oleh Inayah yang merupakan istri pertama Rafie. Pukul setengah enam sore, Rafie sudah berada di kediamannya. Ia tampak murung dan merasa kurang bahagia sore itu. Entah apa yang membalut jiwa dan pikirannya saat itu? "Aa kenapa? Mau nikah kok malah murung seperti ini sih?" tanya Inayah duduk di sebelah suaminya. Rafie menoleh ke arah Inayah, kemudian memandang wajah istrinya. "Aa tidak dosa, 'kan kalau menikah lagi?" Rafie menjawab dengan sebuah pertanyaan. Inayah tersenyum sambil memandang wajah suaminya. "Tidak ada yang bisa dikatakan dosa. Ini semua sudah menjadi keputusan aku, dan jika Aa benar-benar mencintaiku. Maka penuhi permintaan ini!" kata Inayah tersenyum. Ucapan Inayah sungguh sulit dimengerti, hal itu membuat Rafie jatuh ke kubangan dilema besar. Entah apa lagi yang hendak ia perbuat saat itu, tidak ada niat untuk menolak. Bukan berar

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   46. Keikhlasan dalam diri Inayah

    Beberapa hari kemudian, Inayah mengajak Rafie untuk berkunjung ke rumah Tiara. Dalam rangka menengok Tiara yang saat itu baru saja pulang dari rumah sakit, setelah hampir satu Minggu ia dirawat. Tiara masih dalam proses pemulihan setelan dilakukan perawatan di rumah sakit, ia mengalami gangguan lambung akibat keseringan telat makan dan juga mengalami depresi yang sangat hebat. "A, nanti sore kita ke rumah Tiara yuk!" ajak Inayah lirih. Rafie hanya tersenyum, kemudian menganggukkan kepala sebagai tanda menyetujui ajakan dari istrinya. Lalu Inayah bangkit dan segera bersiap untuk melaksanakan makan siang bersama dengan suaminya. "Ayo, A. Kita makan dulu!" kata Inayah lembut. "Iya, Neng." Rafie segera bangkit dan langsung berjalan mengikuti langkah sang istri menuju ruang makan. "Bedah ... Teh Fatimah!" panggil Inayah. "Iya, Neng. Ada apa?" tanya Fatimah bersikap ramah di hadapan majikannya itu. Inayah tersenyum, lalu menjawab, "Kita makan bareng di sini. Sekalian ajak bedah!" "N

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   45. Hari pernikahan Erni dengan Fahmi

    Pagi hari sekitar pukul 03:30, Inayah sudah terbangun dari tidurnya. "Masya Allah!" Inayah tampak kaget setelah sadar kalau suaminya sudah tidak ada di kamar, ia bangkit dan bergegas keluar. Inayah tampak khawatir, mengingat Rafie sedang dalam kondisi tidak sehat, Inayah mencari ke ruang tengah Rafie tidak ada di ruangan tersebut. Kemudian Inayah melangkah ke arah ruang Musala, tersenyumlah ia, ketika mendapati suaminya sedang berdzikir khusyu. "Alhamdulillah ...! Ya Allah, suami hamba sudah sembuh," ucap Inayah penuh rasa syukur. Bukan hanya Inayah dan Rafie saja yang sudah bangun, Fatimah dan Jubaedah pun saat itu sudah terbangun dari tidur mereka. "Neng, mau Teteh buatkan teh manis?" tanya Fatimah mengarah kepada Inayah. "Tidak usah, Teh. Aku mau mandi dulu, tanggung sebentar lagi subuh!" tolak Inayah halus. "Oh ... iya, Neng," kata Fatimah langsung menuju ruang dapur. Inayah pun langsung melangkah menuju kamar mandi dan segera membersihkan diri, bersiap untuk melaksanakan S

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   44. Sikap Bijaksana Rafie dan Inayah

    Kemudian, Icha langsung merapikan hijab. Ia bangkit dan langsung pamit kepada Inayah. Setelah mengucapkan salam, Icha langsung berlalu dari hadapan Inayah. Inayah hanya berdiri menatap mobil putih yang Icha kemudikan, melaju keluar dari halaman rumahnya. Setelah itu, Inayah bergegas masuk ke dalam untuk kembali melanjutkan pekerjaannya. Membuat desain dan merapikan data-data yang sudah dilaporkan oleh Erni. *** Malam harinya selesai Salat Magrib, Inayah dan suaminya langsung makan malam bersama. “Teh Erni pulangnya kapan, Neng?” tanya Rafie menatap wajah Inayah. “Kalau sedang makan tidak boleh berbicara!” ucap Inayah sedikit bergurau. "Oh, iya. Lupa ... maaf Bu Ustadzah," jawab Rafie tersenyum-senyum. Inayah hanya menganggukan kepala kemudian melanjutkan makannya. Selesai makan Inayah mendampingi suaminya yang sedang mengerjakan tugas kantor membantu dirinya. "Neng, bisa buatkan Aa kopi!" bisik Rafie menoleh ke arah Inayah yang duduk di sebelahnya. "Iya, A." Inayah bangkit da

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status