Share

3. Inayah dan Erni

Setelah itu, Erni langsung melangkah ke arah dapur segera menyiapkan air minum untuk kedua tamu itu. Usai membuatkan air minum, Erni kembali melangkahkan kedua kakinya menuju ke ruang tengah dan menyajikan minuman tersebut kepada kedua tamu tersebut.

Selang beberapa menit kemudian, Inayah sudah datang menghampiri dan langsung menyapa serta berjabat tangan dengan tamu-tamu itu.

"Maaf, Bapak-Bapak ini siapa, yah?" tanya Inayah lirih dengan sikap ramahnya.

"Kami, orang kepercayaan Almarhum Pak Tommy, Mbak," jawab salah satu dari pria yang berpenampilan rapi itu. ''Kami, sebagai pengacara Almarhum Pak Tommy, akan menyampaikan surat wasiat ini sesuai dengan pesan almarhum semasa hidupnya. Semua ini akan kami serahkan langsung kepada Mbak Inayah selaku ahli waris tunggal putri dari Almarhum Pak Tommy,'' sambungnya menjelaskan.

Inayah langsung menerima surat wasiat tersebut, dan langsung diminta untuk menandatangani sehelai kertas putih lengkap dengan materai, sebagai bukti surat wasiat tersebut sudah diterimanya sebagai ahli waris tunggal.

Setelah semuanya selesai, kedua orang kepercayaan Tommy itu langsung pamit dan berlalu dari kediaman Inayah.

Tommy mewariskan beberapa hektar sawah yang ada di daerah Jawa Barat yang saat itu sedang dikelola oleh Adim sebagai orang kepercayaan Almarhum Tommy, dalam surat wasiat tersebut jelas tertulis, selain sawah yang sangat luas ada juga beberapa ruko serta rumah kost-kost'an yang ada di Bandung, yang lokasinya tidak jauh dari tempat kediaman Inayah serta beberapa perusahaan besar milik Almarhum Tommy.

"Teh Erni!" panggil Inayah sedikit berteriak.

''Iya, Nay. Ada apa?'' jawab Erni bergegas menghampiri Inayah yang sedang duduk di sopa ruang tengah.

''Ke sini dulu, Teh!" pinta Inayah lirih. "Duduk dulu, Teh!" sambung Inayah tersenyum dengan meluruskan dua bola mata indahnya ke wajah Erni.

Kemudian, Erni duduk di samping Inayah, Erni sedikit merasa terheran-heran. "Ada apa, Nay?" tanya Erni mengerutkan kening.

''Besok Teteh cari orang yang mau menjadi asisten rumah tangga di sini! Untuk menggantikan posisi Teteh. Ada, 'kan?'' tandas Inayah tersenyum menatap wajah Erni.

''Teteh mau diberhentikan, Nay?'' jawab Erni balas bertanya, dengan nada rendah dan tampak terkejut mendengar kalimat yang diucapkan oleh gadis yang sudah ia anggap sebagai adiknya itu.

Inayah tertawa kecil dan tersenyum-senyum sembari meletakkan tangan di atas pundak Erni yang tampak cemas.

''Tidak, Teh! Justru Teteh mau naik jabatan, mau 'kan naik jabatan?'' Inayah meluruskan pandangannya ke wajah Erni.

Mendengar penjelasan Inayah, Erni sedikit bernapas lega dan kembali tersenyum.

''Nanti kalau sudah dapat orangnya, Teteh tidak boleh kerja di dapur lagi. Karena Teteh punya tugas baru!'' sambung Inayah tak hentinya menatap wajah Erni.

''Oh, Teteh kira, Nay mau memberhentikan Teteh. Nanti tugas Teteh apa, Nay?'' Erni balas bertanya sembari mengerutkan kening.

''Jadi asisten pribadiku!" tegas Inayah.

''Oh, ya sudah. Nanti, Teteh telepon dulu teman yang di Purwakarta. Mudah-mudahan dia mau Teteh ajak kerja di sini," kata Erni menghela napas. 

Setelah selesai menjelaskan semua, Erni pun mengerti, kemudianan berlalu dari hadapan Inayah kembali ke dapur untuk menyelesaikan pekerjaannya.

***

Keesokan harinya, Inayah langsung berangkat ke tempat Usen. Ia hendak mengecek tagihan ruko dan rumah kost-kost'an milik almarhum ayahnya,

Inayah sangat bersyukur karena Usen sangat amanah, ia menyerahkan uang kepada Inayah dari hasil menyewakan ruko dan rumah kost yang dipercayakan oleh almarhum ayahnya kepada Usen.

"Terima kasih banyak ya, Pak," kata Inayah tersenyum mengarah kepada pria paruh baya itu.

"Iya, Neng. Sama-sama," jawabnya balas tersenyum.

Setelah itu, Inayah langsung pamit kepada Usen dan istrinya, Inayah langsung pulang ke kediamannya dengan mengendarai mobil sedan merah peninggalan Tommy.

Pukul satu lebih beberapa menit, Inayah sudah tiba di kediamannya. Setelah turun dari mobil, ia langsung melangkah menuju ke arah pintu. ''Assalamu'alaikum," ucapnya lirih sembari mengetuk pintu.

''Wa'alaikum salam,'' jawab Erni dari dalam rumah dan bergegas membuka pintu tersebut.

Setelah pintu terbuka Inayah langsung melangkah masuk ke dalam diikuti Erni di belakangnya.

''Bagaimana, Teh. Sudah ada belum orang yang mau kerja di sini?'' tanya Inayah duduk bersandar di sopa ruang tengah.

''Ada, teman Teteh dari Purwakarta yang kemarin Teteh ceritakan. Saat ini masih dalam perjalanan. Kemungkinan pukul empat sore sudah sampai di sini," jawab Erni lirih.

"Ya, sudah, nanti beritahu aku kalau orangnya sudah datang. Aku mau salat dulu!'' jawab Inayah bangkit melangkah menuju ke dalam kamarnya.

Di usia sembilan belas tahun, gadis cantik itu harus menjalani hidup mandiri, tanpa bimbingan kedua orang tua.

Padahal saat itu, Inayah masih membutuhkan kehadiran kedua orang tua di sampingnya. itulah jalan hidup dan takdir yang harus dilaluinya, dan tidak bisa dihindari.

Inayah harus ikhlas dalam kemandirian menjalankan kehidupannya serta berusaha kuat untuk menjaga amanah segala apa yang sudah diwariskan oleh kedua orang tuanya. Itu semua menjadi titik awal yang baik untuk Inayah berhijrah ke jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Tidak terasa bulir bening kembali menetes membasahi pipinya, terlalu banyak dosa di masa lalu yang pernah ia perbuat kepada kedua orang tuanya, terutama dosa kepada sang Ibu yang selama hidupnya selalu direpotkan oleh kenakalan Inayah yang tidak pernah mematuhi apa yang dinasihatkan oleh ibunya.

''Nay!" panggil Erni lirih sedikit mengetuk pintu kamar Inayah.

"Iya, Teh. Sebentar!" Inayah langsung bangkit dan segera membuka pintu kamarnya. Tampak Erni sedang berdiri di depan pintu kamar dengan balutan gamis biru tua dan hijab berwarna putih.

“Silakan masuk, Teh!" kata Inayah suaranya terdengar berat seperti menahan isak.

Di hadapan Erni, Inayah terus berusaha menyembunyikan kesedihannya. Ia tidak ingin orang lain turut merasakan kepedihan yang sedang melanda jiwa dan pikirannya.

Meskipun demikian, Erni tetap mengetahui segala apa yang sedang dirasakan oleh gadis cantik yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri.

Erni langsung melangkah masuk ke dalam kamar tersebut, kemudian duduk di samping Inayah.

''Ada apa, Teh?'' tanya Inayah lirih bola matanya terus memandang wajah Erni.

Erni menghela napas dalam-dalam. Kemudian menjawab, ''Teman Teteh sudah datang, dia sudah menunggu di ruang tamu!'' Erni balas memandang wajah Inayah, ia melihat jelas dua bola mata Inayah tampak berkaca-kaca terpancar rasa sedih yang mendalam yang kala itu sedang melandanya.

Erni paham dengan apa yang sedang dirasakan oleh Inayah. Namun, ia belum mengatakan sesuatu yang berkaitan dengan kesedihan Inayah.

''Iya, Teh. Nanti aku ke sana." Suara Inayah terdengar parau.

Wajah terlihat semakin mendung, seakan-akan kesedihan yang sedang ia rasakan semakin membahana dalam jiwa dan pikirannya. Sehingga Erni pun mulai bertanya, “Kamu kenapa, Nay? Kok, kelihatan sedih?” Suara Erni lirih terus memandangi wajah gadis cantik berkulit putih itu.

“Tidak apa-apa, Teh," jawab Inayah berkelit. Ia terus berusaha menyembunyikan kesedihannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status