Share

BAB 5

Author: Geny Giany
last update Last Updated: 2023-02-17 20:02:15

“Kau baik baik saja, Nak?” tanya pria tua berkumis tebal dengan perut buncit yang tertutup mantel. Sebelah tangannya memegang senapan yang dia pakai untuk berburu.

Gabby membuka matanya secara perlahan setelah mencium aroma minyak eucalyptus yang dioleskan oleh pak tua di lubang hidungnya.

Pandangan Gabby yang semula kabur perlahan terlihat jelas. Dia memicingkan kedua matanya setelah melihat sosok pria tua di hadapannya yang tersenyum lega saat gadis itu tersadar.

“Si-siapa Anda?” tanya Gabby, gemetar. Dia terbangun, mengambil posisi duduk. Kemudian menyeret mundur tubuhnya hingga menimbulkan suara daun kering yang bergesekan di atas tanah.

“Tenang! Tenang! Saya polisi!” seru pria tua itu, sambil menunjukkan lencana anggota yang semula tertutup mantel.

Gabby menatap pria itu dengan penuh curiga. Sesekali memutar lehernya untuk menatap sekeliling hutan. Dia khawatir jika pria yang ada di hadapannya adalah salah satu kaki tangan Raizel yang berhasil menangkapnya.

"Perkenalkan, saya Inspektur Jenderal Richardo. Kamu tak perlu khawatir, Nak. Apa ada sesuatu yang mengancammu hingga kau terlihat sangat ketakutan?" tanya Richardo sambil menyerahkan kartu tanda anggotanya.

Gabby segera mengambil kartu itu untuk dia baca dan perhatikan dengan saksama. Akhirnya gadis itu mulai tenang karena Richardo benar-benar seorang Inspektur Jenderal dari kepolisian.

"I-iya, Pak! Saya menjadi korban tawanan oleh seorang pria jahat. Namun saya berhasil kabur ke hutan ini," jawab Gabby gemetar sambil mengembalikan kartu anggota kepolisian milik Richardo.

"Pria jahat?" tanya Richardo dengan sebelah alis yang terangkat.

Dengan sigap Gabby bangkit lalu memegang kedua tangan Richardo.

"Iya, Pak! Tolong selamatkan aku! Sepertinya pria itu adalah mafia yang memiliki banyak bisnis ilegal," ucap Gabby, menggebu-gebu."

Richardo memicingkan mata sambil mengusap-usap kumis tebalnya.

"Kamu tenang dulu! Ceritakan pelan-pelan. Bagaimana kamu bertemu dengannya?"

Gabby menghirup napas panjang lalu mengembuskannya secara perlahan. Setelah dirasa tenang, akhirnya Gabby menceritakan seluruh kejadian yang dia alami tanpa ada yang terlewat satu pun.

Richardo menyimak cerita Gabby dengan saksama hingga akhirnya dia bertanya,

"Dimana tempat tinggal pria itu?"

Gabby menelan luda seraya memejamkan matanya. Dia berusaha mengingat kembali suasana rumah Raizel yang membuatnya sedikit trauma.

"Dia tinggal di dekat hutan ini. Rumah yang terlihat besar dan sangat megah di sebelah utara," jawab Gabby, meyakinkan.

Richardo menghela napas panjang hingga akhirnya merangkul Gabby untuk berjalan menelusuri hutan.

"Apakah kau ingin aku ke sana untuk menangkapnya?" tanya Richardo, mengerutkan kening.

Gabby menggeleng kuat dengan mata terbelalak.

"Jangan sekarang! Terlalu berbahaya, Pak. Lebih baik kau membawa pasukan untuk menangkapnya! Di sana banyak sekali ajudan dan staf yang bekerja untuk pria itu.

Richardo pun mengangguk sambil mengulas senyum.

"Baiklah. Lebih baik aku mengantarmu pulang. Di mana rumahmu?" tanya Richardo seraya menuntun Gabby untuk berjalan menuju mobilnya.

"Sebenarnya aku tidak punya rumah, tapi Bapak bisa tolong antarkan aku ke rumah saudaraku," jawab Gabby dengan tatapan penuh harap.

"Baiklah! Ayo kita berangkat!"

Setelah keluar dari hutan, Gabby dan Richardo pun memasuki mobil dan segera pergi dari sana.

Akhirnya Gabby bernapas lega karena merasa telah diselamatkan oleh Richardo. Dia pun memberitahukan alamat saudaranya agar segera diantarkan tempat tujuan.

Namun baru beberapa meter Richardo mengendarai mobilnya, Gabby merasa heran karena jalan yang dilewati bukanlah arah ke tempat pulang.

"Pak? Kenapa putar balik? Ini bukan arah rumah saudaraku," ucap Gabby mengernyit heran.

Richardo hanya tersenyum sambil melirik Gabby dari kaca spion yang ada di dashboard mobil.

"Aku hanya ingin mengantarmu pulang," ucap Richardo dengan tenang.

"Ta-tapi ini bukan arah pulang, Pak!" protes Gabby.

Kepanikan gadis itu semakin memuncak kala mobil Richardo memasuki pekarangan rumah Raizel.

Beberapa ajudan yang membuka gerbang untuk Richardo membungkukkan badan seraya memberi hormat.

"Pak, kenapa Bapak tahu rumah ini?"

tanya Gabby dengan mata terbelalak.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tawanan Cinta Mafia Tampan   BAB 113

    Sepasang mata terperangkap dalam lirikan jendela yang memancarkan sinar senja, tatkala Gabby duduk termenung di dalam kamarnya. Rasa resah menyusup ke dalam setiap hela napasnya, seperti angin sejuk yang merambat perlahan di tengah-tengah hati yang terluka. Bayangan sosok Raizel yang tidur bersama wanita lain terus bergelayut dalam benaknya, menciptakan gelombang tak berkesudahan dalam pikiran. Perasaan campur aduk antara kekecewaan, kebingungan, dan kerinduan terus menghantui dirinya. Ia merasa seperti terjebak dalam labirin emosi yang sulit diurai. Bagaimana bisa hal ini terjadi? Pertanyaan itu terus berputar-putar dalam kepalanya, sementara rasa tidak percaya dan luka yang mendalam terus membayanginya. "Sepertinya apa yang diucapkan Lascrea bukanlah suatu kebohongan," ucap Gabby, bermonolog. "Aku harus mencari tahu apa yang terjadi di antara mereka. Karena, bisa saja Raizel berbohong dan sebenarnya ada main dengan Lascrea." Tanpa sadar, Gabby menekuk wajahnya. Walau di hadap

  • Tawanan Cinta Mafia Tampan   Bab 112

    Arnold yang tengah bersantai di depan televisi tiba-tiba dikejutkan oleh suara bel yang menandakan ada seorang tamu yang tengah berdiri di depan rumah, menunggu untuk dibukakan pintu. Pria itu sempat menoleh dan berpikir sejenak dengan sebelah alis yang terangkat. 'Siapa yang datang malem-malem gini?' Waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Pantas saja terasa janggal jika ada yang berkunjung ke rumahnya. Namun Arnold tak membiarkan perasaan bingung itu menghalangi niatnya untuk menerima tamu. Dalam hitungan detik, pria itu bangkit dari sofanya dan beranjak untuk membuka pintu. Baginya, tak mungkin ajudan di depan gerbang membiarkan seseorang masuk begitu saja jika tidak mengenal atau berhubungan dekat dengan bosnya. Sudah pasti tamu ini adalah seseorang yang Arnold kenal sehingga dia bisa sampai di pintu utama. Arnold menghela napas gusar, sebenarnya enggan untuk menerima tamu. Namun, rasa penasaran rupanya mengalahkan semuanya. Dengan berat hati akhirnya Arnold bangkit dan melan

  • Tawanan Cinta Mafia Tampan   Bab 111

    "Argh!" Raizel mengerang seraya menjambak rambutnya sendiri. 'Gimana ceritanya aku bisa ga sadar?' Melihat tingkah aneh Raizel, gairah Gabby mendadak sirna dan berganti dengan kepanikan. Dia pun bangkit dari meja untuk berusaha menenangkan Raizel. "Are you ok?" Raizel menoleh secara perlahan dan menatap sepasang netra gadis itu. Ada sebuah perasaan bersalah yang sedikit menghantui meskipun Gabby pernah melakukan kesalahan serupa. Tanpa aba-aba, Raizel pun memeluk Gabby dengan erat seraya berbisik lirih. "Maafin aku!" Gabby mengernyit heran. "Kenapa tiba-tiba minta maaf?" Berat rasanya untuk menceritakan kejadian yang dia alami saat itu. Namun menyimpan masalah itu sendiri rupanya jauh lebih berat. Walau bagaimanapun, Raizel butuh sosok Gabby untuk bersandar dan menumpakan semua keluh kesahnya. Tak kunjung mendengar jawaban, akhirnya Gabby melepas pelukan itu lalu menangkup wajah Raizel serta menatap kedua matanya. "Kamu nggak mau cerita?" tanya Gabby lembut, berusaha unt

  • Tawanan Cinta Mafia Tampan   Bab 110

    Pucuk dicinta ulam pun tiba. Saat Gabby dan George mencari cara untuk mengawasi gerak-gerik Raizel secara intens, tiba-tiba saja Gabby mendapatkan tawaran sebagai asisten pribadinya dengan menggantikan sosok Lascrea. Bagaimana mungkin Gabby menolak jika hal tersebut dapat menguntungkannya? Dia akan jadi lebih mudah mengumpulkan bukti tentang bisnis kotor Raizel secara spesifik. Dengan menjadi asisten pribadinya, Gabby dapat mengikuti Raizel dengan mudah, kapan pun dan di mana pun. Di tengah lamunan yang diiringi perasaan antusias, tiba-tiba Gabby dikejutkan oleh pertanyaan Raizel yang tengah menanti jawabannya. "Jadi gmana, Gabby? Apa kamu mau jadi asisten pribadiku?"Sontak Gabby terperangah dan mengenyahkan lamunannya. Dia pun mengerjapkan mata seraya bertanya dengan raut kikuk. "Eh? Emang Lascrea ke mana?"Raizel menghela napas gusar. Sejujurnya dia enggan membahas wanita itu serta masalah yang tengah mereka alami. "Emm, Paniang ceritanya. Intinya Lascrea udah nggak tinggal di

  • Tawanan Cinta Mafia Tampan   Bab 109

    Sepulangnya dari taman, Raizel menemukan sepucuk surat yang tergeletak di atas kasur. Dia menautkan kedua alisnya saat meraih selembar kertas itu, lalu terduduk di tepi kasur untuk membacanya dengan hikmat. Dear, Raizel Eleizer. Terima kasih sudah memberikan pelajaran hidup yang sangat berharga selama sepuluh tahun ini. Aku sangat bahagia pernah menemanimu walau hanya sebatas asisten. Tapi sekarang aku mau minta maaf kalau aku nggak bisa lanjut kerja dan tinggal sama kamu lagi. Jaga diri baik-baik, Rai. Aku akan berusaha buang perasaan terlarang ini buat kamu. Semoga kita bisa dipertemukan kembali sebagai partner yang lebih baik. Thanks, Lascrea Raizel meremas surat itu usai membacanya, lalu melempar kertas yang sudah berubah menjadi gumpalan ke sembarang arah. "Argh!" Pemuda itu mengerang dalam kamarnya seraya mengacak rambut sendiri. Dia tak pernah berekspektasi bahwa keadaannya akan brakhir seperti ini. "Kalau udah kayak gini, siapa yang akan hanndle pekerjaanku ke depann

  • Tawanan Cinta Mafia Tampan   Bab 108

    Raizel termenung di sebuah taman sambil membenamkan wajah di kedua telapak tangan. Kali ini ada yang berbeda darinya. Pria itu benar-benar sendiri tanpa ditemani ajudan maupun Lascrea. Dia cukup syok setelah mendengar kenyataan bahwa asisten sekaligus orang terdekatnya, ternyata memendam rasa. Terlebih lagi, pagi itu mereka terbangun tanpa busana setelah Raizel mabuk parah sebelumnya. "Aish! Apa yang udah gue lakuin malam itu? Kenapa gue nggak inget sedikit pun?" Raizel tampak frustrasi hingga mengacak-ngacak rambutnya sendiri. "Gue nggak mungkin segampang itu tidur sama dia kalau nggak ada sesuatu yang aneh." Raizel terus bermonolog hingga akhirnya raut yang tampak gusar itu seketika berubah setelah melihat kehadiran seseorang yang membuatnya terperangah. "Ga-Gaby?" Raizel tak berkedip sedetik pun. Bahkan kedua matanya terbelalak, disertai mulut yang terbuka lebar. "Ka-kamu Gabby, 'kan?" Raizel berdiri lalu mengucek matanya, seolah-olah tak percaya dengan apa yang dia lihat. Se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status