Raizel menelan saliva yang terasa getir tatkala memandang wajah Gabby yang cukup manis. Begitu pun dengan gadis mungil yang kini berada dalam dekapan Raizel. Dia tertegun melihat ketampanan Raizel dari dekat.
"Ekhem! Dalem banget natapnya," sindir Richardo seraya memperhatikan Raizel dan Gabby yang tengah terpaku."Ih! Apaan, sih."Gabby langsung menjaga jarak dari Raizel sambil bergidik ngeri. Sementara Raizel hanya bisa berdeham untuk menghilangkan rasa canggung seraya melonggarkan dasi yang terasa mulai mencekik leher."Sepertinya keinginan paman untuk menimang cucu akan segera terlaksana." Ucapan Richardo membuat Raizel membelalakkan mata sambil memasang ekspresi jijik terhadap Gabby."Maksud Paman? Paman ingin menimang cucu dari perempuan ini?"Richardo menghisap cerutu lalu mengepulkan asapnya ke udara."Kalau bisa kenapa enggak?""Ya jelas nggak bisa lah, Paman! Dia cuma bocah ingusan. Masih di bawah umur!" protes Raizel."Eh, umurku udah dua puluh tahun, ya!" sambar Gabby, tak terima.Richardo berdecak gusar seraya menggeleng."Rai, Rai! Cinta itu tak memandang usia. Lagi pula kamu ini masih umur tiga puluh tahun, menurutku masih muda, lah!""Iya muda! Tapi nggak sama dia juga," gerutu Raizel sambil menatap sinis ke arah Gabby."Dih! Emang siapa juga yang mau sama Om-om tukang marah?" sindir Gabby sambil memutar bola matanya."Apa lo bilang?" geram Raizel."Sudah, sudah! Orang Paman lagi cerita kok kamu malah ngerecokin aja!" seru Richardo mencoba untuk menenangkan."Udah, ah! Lagian sembarangan banget cerita sama orang asing. Paman tunggu di sini aja! Aku mau ngurusin bocah ini dulu."Raizel menarik tangan Gabby untuk membawanya keluar."Ma-mau ke mana?" tanya Gabby mulai panik. Dia berusaha menegangkan otot agar sulit untuk ditarik.Sayangnya tenaga Raizel jauh lebih besar hingga Gabby tak mampu untuk menahannya."Udah ikut! Lo masih berhutang sama gue."***Matahari telah kembali pada peraduannya, berganti tugas dengan bulan yang akan menerangi langit malam.Raizel membawa Gabby ke El Camorra, sebuah club malam yang telah lama dikelola olehnya. Di sanalah dunia Raizel yang sesungguhnya. Dia mewarisi bisnis Perjudian, Narkoba, hingga prostitusi, dari mendiang orang tuanya."Halo, Bos!" sapa beberapa wanita dengan pakaian seksi sambil mengerling, tebar pesona.Raizel hanya mengangguk dengan wajah datar. Tak menanggapi senyuman para gadis sedikit pun. Sementara Lascrea yang berjalan di sebelah kanannya, menunjukkan ekspresi tak suka.Pandangan Gabby menjelajah seisi ruangan yang dipenuhi lampu sorot berkelap-kelip. Suara musik yang menggema di berbagai sudut membuat tempat itu terasa bising.Ada beberapa wanita yang menari di atas panggung, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang terbalut dengan bikini.Raizel pun merangkul Gabby lalu berbisik,"Lo harus belajar dari mereka! Sebentar lagi lo akan ada di atas panggung itu."Gabby menelan ludah. Tak terbayang olehnya jika dia harus meliuk-liuk depan para lelaki hidung belang."Bagaimana caranya aku kabur untuk kedua kali?" batinnya."Lascrea! Tolong ajari dia beberapa hal sebelum mulai bekerja di sini. Aku akan terus memantaunya! Jangan sampai dia kabur lagi!" titah Raizel."Baik, Bos!" seru Lascrea dengan mantap.Tak lama berselang, orang kepercayaan Raizel itu membawa Gabby ke kamar khusus yang sudah dipersiapkan."Lo jangan macem-macem lagi, ya! Mulai sekarang lo harus tampilin badan lo yang nggak seberapa itu buat dapetin tips gede dari para tamu. Kalau bisa lo puasin mereka! Bikin mereka seneng!"Tak ada pilihan lain. Untuk kali ini Gabby benar-benar terjebak di tempat itu. Dia tak mungkin kabur atau pun berontak. Para penjaga pintu terlihat sangat menyeramkan. Apalagi pengunjung club terlihat bagai anjing liar yang kelaparan, mencari mangsa."Bisa-bisa dikeroyok masal kalau berusaha kabur dari sini," batin Gabby."Heh! Lo denger gue, nggak?" tanya Lascrea, membuyarkan lamunannya."I-iya! Denger," ucap Gabby gemetar."Ya udah! Abis ini lo naik ke atas panggung buat penampilan perdana lo!" seru Lascrea."Ta-tapi aku nggak bisa pole dance," kilah Gabby."Mereka gapeduli lo bisa nari apa enggak. Yang penting lo harus pamerin badan lo, terus nari sebisanya aja!" jelas Lascrea.Gabby termenung dengan pikiran yang sangat kacau. Dadanya mulai berdebar kencang disertai keringat dingin yang mulai membasahi telapak tangan.Tak lama berselang, para penari mulai selesai menampilkan pertunjukannya. Mereka turun dari panggung untuk bergantian dengan yang lain."Ayo! Sekarang giliran lo!" seru Lascrea.Dia membantu untuk merapikan rambut Gabby yang sudah tertata rapi."Bagaimana ini? Apa aku bisa melakukannya?" tanya Gabby dalam hati. Gadis mungil itu memejamkan mata. Kemudian menghirup napas kuat-kuat lalu mengembuskannya secara perlahan.Pucuk dicinta ulam pun tiba. Saat Gabby dan George mencari cara untuk mengawasi gerak-gerik Raizel secara intens, tiba-tiba saja Gabby mendapatkan tawaran sebagai asisten pribadinya dengan menggantikan sosok Lascrea. Bagaimana mungkin Gabby menolak jika hal tersebut dapat menguntungkannya? Dia akan jadi lebih mudah mengumpulkan bukti tentang bisnis kotor Raizel secara spesifik. Dengan menjadi asisten pribadinya, Gabby dapat mengikuti Raizel dengan mudah, kapan pun dan di mana pun. Di tengah lamunan yang diiringi perasaan antusias, tiba-tiba Gabby dikejutkan oleh pertanyaan Raizel yang tengah menanti jawabannya. "Jadi gmana, Gabby? Apa kamu mau jadi asisten pribadiku?"Sontak Gabby terperangah dan mengenyahkan lamunannya. Dia pun mengerjapkan mata seraya bertanya dengan raut kikuk. "Eh? Emang Lascrea ke mana?"Raizel menghela napas gusar. Sejujurnya dia enggan membahas wanita itu serta masalah yang tengah mereka alami. "Emm, Paniang ceritanya. Intinya Lascrea udah nggak tinggal di
Sepulangnya dari taman, Raizel menemukan sepucuk surat yang tergeletak di atas kasur. Dia menautkan kedua alisnya saat meraih selembar kertas itu, lalu terduduk di tepi kasur untuk membacanya dengan hikmat. Dear, Raizel Eleizer. Terima kasih sudah memberikan pelajaran hidup yang sangat berharga selama sepuluh tahun ini. Aku sangat bahagia pernah menemanimu walau hanya sebatas asisten. Tapi sekarang aku mau minta maaf kalau aku nggak bisa lanjut kerja dan tinggal sama kamu lagi. Jaga diri baik-baik, Rai. Aku akan berusaha buang perasaan terlarang ini buat kamu. Semoga kita bisa dipertemukan kembali sebagai partner yang lebih baik. Thanks, Lascrea Raizel meremas surat itu usai membacanya, lalu melempar kertas yang sudah berubah menjadi gumpalan ke sembarang arah. "Argh!" Pemuda itu mengerang dalam kamarnya seraya mengacak rambut sendiri. Dia tak pernah berekspektasi bahwa keadaannya akan brakhir seperti ini. "Kalau udah kayak gini, siapa yang akan hanndle pekerjaanku ke depann
Raizel termenung di sebuah taman sambil membenamkan wajah di kedua telapak tangan. Kali ini ada yang berbeda darinya. Pria itu benar-benar sendiri tanpa ditemani ajudan maupun Lascrea. Dia cukup syok setelah mendengar kenyataan bahwa asisten sekaligus orang terdekatnya, ternyata memendam rasa. Terlebih lagi, pagi itu mereka terbangun tanpa busana setelah Raizel mabuk parah sebelumnya. "Aish! Apa yang udah gue lakuin malam itu? Kenapa gue nggak inget sedikit pun?" Raizel tampak frustrasi hingga mengacak-ngacak rambutnya sendiri. "Gue nggak mungkin segampang itu tidur sama dia kalau nggak ada sesuatu yang aneh." Raizel terus bermonolog hingga akhirnya raut yang tampak gusar itu seketika berubah setelah melihat kehadiran seseorang yang membuatnya terperangah. "Ga-Gaby?" Raizel tak berkedip sedetik pun. Bahkan kedua matanya terbelalak, disertai mulut yang terbuka lebar. "Ka-kamu Gabby, 'kan?" Raizel berdiri lalu mengucek matanya, seolah-olah tak percaya dengan apa yang dia lihat. Se
Setelah memarkirkan mobilnya di halaman depan, George turun dengan menenteng beberapa kantung belanjaan dan memasuki villa yang kini ditempati oleh Gabby. Sorot matanya tampak berbinar disertai senyum merekah yang menghias wajah tampannya. Pria itu berlari kecil, memasuki villa sambil berseru, "Gabby ...!" Sementara sosok yang dipanggil tengah bersantai di depan televisi seraya memakan sepotong kue. Wanita itu menoleh ke arah seruan yang terdengar dari arah belakangnya. Sampai akhirnya dia melihat sosok George yang menenteng beberapa kantung belanjaan. "George?" lirih Gabby, tak kalah semringah. "Lihat, aku bawa apa!" George menaik-turunkan kedua alisnya sambil menunjukkan apa yang ada di tangannya. Sementara Gabby terlihat bingung hingga kedua alisnya bertaut. "Apa?" tanya Gabby. George pun terkekeh lalu melangkah, mendekati Gabby. "Aku beliin beberapa baju buat kamu. Nggak mungkin kan, kamu tiap hari pake baju papaku," jawab George seraya meletakkan kantung belanjaannya
Raizel terbangun di kasurnya dengan tubuh polos yang sudah terbalut oleh selimut. Awalnya dia belum tersadar dan hanya bisa menguap seraya meregangkan otot-ototnya yang terasa sedikit pegal. Sampai akhirnya dia menoleh ke arah samping dengan mata terpicing. Samar-samar, terlihat sosok wanita yang tengah terlelap di sebelahnya. Raizel pun terpaku selama beberapa detik hingga akhirnya terperangah dengan apa yang dia lihat. "Lascrea?" pekik Raizel seraya terbelalak. Kenyataan yang begitu menghantam benaknya adalah saat menyadari bahwa Lascrea dan dirinya sama-sama tak berpakaian dan hanya dibalut oleh selimut. "Apa yang terjadi?" Berbagai macam pertanyaan terus bergelayut dalam benak. Raizel benar-benar tak ingat dengan apa yang sudah terjadi tadi malam. Pengaruh alkohol yang kuat telah membuatnya lupa diri bahkan menguasai alam bawah sadarnya. Raizel pun mendengus kasar seraya menjambak rambutnya sendiri. Pria itu khawatir jika dia benar-benar melalukan hal yang sama sekali tak d
Lascrea berhasil melumat bibir Raizel hingga pria itu mengerutkan keningnya di tengah rasa pengar. Aroma alkohol yang menguar dari mulutnya tak menghentikan Lascrea untuk terus menjelajahi mulut pria itu, bahkan kini tangannya mulai beraksi untuk menanggalkan kemeja Raizel. Raizel yang mengira bahwa gadis di pangkuannya adalah Gabby pun hanya bisa pasrah dan membalas lumatan pada bibirnya. Kedua tangannya melingkar di pinggang Lascrea, sesekali mengelus punggung wanita itu yang masih dibalut oleh blazer hitam andalannya. Sementara Lascrea semakin gencar dengan aksinya. Ciuman yang semula intens di sekitar bibir, kini pindah ke leher jenjang Raizel. Sontak pria itu mulai melenguh indah, merasakan sensasi yang luar biasa di tengah rasa pengar. Jemari indah Lascrea kini melepas ikat pinggang Raizel dan berusaha untuk menanggalkan celananya. Dia tak ingin melewatkan kesempatan indah yang mungkin tak akan datang dua kali dalam hidupnya. Entah apa jadinya jika Raizel tahu bahwa wanita y