Share

Bab 06

Penulis: Dayu SA
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-23 18:00:49

Emma duduk di pinggir tempat tidur sambil menggenggam kalung kecil di lehernya. Ruangan tempatnya tinggal kini adalah salah satu kamar paling mewah yang pernah ia lihat, dengan dinding berlapis panel kayu mahal, karpet tebal, dan jendela besar yang menghadap taman. Namun, setiap kali ia menatap ke luar, pagar tinggi yang mengelilingi properti itu selalu mengingatkannya bahwa ini bukan rumah—ini adalah penjara.

Beberapa hari telah berlalu sejak malam itu, malam di mana kehidupannya berubah secara tiba-tiba. Sebelum ini, ia hanya seorang gadis desa sederhana yang mencoba bertahan hidup di kota besar. Namun, nasib kejam menyeretnya ke dalam dunia yang tidak pernah ia bayangkan. Dan sekarang, di bawah "perlindungan" Lucas, ia merasa seperti seekor burung yang dipelihara di dalam sangkar emas.

"Burung kecil," gumam Emma pelan, mengingat bagaimana Lucas menyebutnya di suatu malam saat mereka kebetulan bertemu di taman.

Ia tidak mengerti mengapa Lucas melakukan ini. Jika ia hanya ingin membeli budak, mengapa ia memberinya tempat tinggal seperti ini? Mengapa ia membiarkan Emma berjalan di taman, meski selalu di bawah pengawasan ketat? Mengapa ia tidak pernah menyentuhnya atau berbicara padanya lebih dari sekadar beberapa kata singkat?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui Emma, tetapi ia tahu satu hal: ia tidak bisa tinggal di sini selamanya.

---

Malam itu, Emma berdiri di depan jendela, memandangi taman yang gelap. Cahaya lampu kecil di sepanjang jalan setapak menciptakan suasana damai, tetapi di balik itu, ia tahu ada kamera yang mengawasi setiap gerakannya. Ia memperhatikan pola patroli para penjaga, mencoba menghafal waktu dan rute mereka.

"Kiri... kanan... mereka berpapasan setiap lima menit," bisiknya, mencatat pola itu di kepalanya.

Emma tahu bahwa ini adalah peluang terbaiknya. Ia harus memanfaatkan setiap celah kecil yang ada. Jika ia gagal, konsekuensinya mungkin lebih buruk daripada sekadar kehilangan kebebasan.

Namun, ada satu masalah besar: ia tidak tahu ke mana harus pergi setelah keluar dari sini. Dunia di luar pagar itu mungkin tidak lebih aman daripada dunia di dalamnya. Tetapi Emma lebih memilih melawan ketidakpastian daripada terus terjebak dalam kehidupan yang dikendalikan oleh Lucas.

Tangannya menyentuh kalung di lehernya. Kalung itu adalah peninggalan neneknya, satu-satunya harta yang ia miliki sekarang. Ia tahu bahwa jika ia berhasil melarikan diri, ia harus menjual kalung itu untuk mendapatkan uang.

Hanya dengan begitu ia bisa membeli tiket pulang ke desanya—tempat yang dulu ia tinggalkan demi mencari kehidupan yang lebih baik, tetapi kini terasa seperti satu-satunya tempat di mana ia bisa menemukan kedamaian.

“Tidak mungkin aku bisa tinggal di sini selamanya,” gumamnya pelan, hampir seperti berbicara kepada dirinya sendiri.

Dari sudut pandangnya, ia bisa melihat dua penjaga yang sedang berjaga di dekat gerbang utama. Mereka tampak mengobrol sambil sesekali melirik ke arah lorong lain.

Emma memperhatikan dengan saksama, mencoba mencatat pola gerakan mereka. Aku harus mempelajari ini lebih dalam, pikirnya dalam hati.

Ia berjalan kembali ke meja kecil di sudut kamar. Laci meja itu berderit pelan saat ia menariknya. Sebuah penjepit rambut kecil tergolek di dalamnya. Ia mengambil benda itu dan memperhatikannya dengan seksama.

“Mungkin benda kecil ini bisa membantuku…” bisiknya, tersenyum tipis meskipun hatinya terasa berat.

Emma duduk, menatap jendela lagi. Matanya terpaku pada taman, dan pikirannya mulai menyusun rencana.

“Gerbang itu terlihat kokoh,” gumamnya sambil mencoret-coret pola gerbang di atas secarik kertas yang ia temukan di meja. “Tapi ada celah di dekat pagar barat… Jika aku bisa mencapai sana tanpa tertangkap, aku mungkin punya kesempatan.”

Ia berhenti sejenak, memegang kalung neneknya erat-erat. “Nek,” bisiknya dengan suara yang hampir tak terdengar, “kalau aku berhasil keluar dari sini, aku janji akan membuat hidupku lebih baik. Tolong beri aku keberanian.”

Ia menatap langit malam di luar jendela. Ketika bulan bersinar terang di atas taman, tekadnya semakin bulat. “Aku tidak boleh gagal,” katanya tegas. “Pergi, atau tidak sama sekali.”

---

Keesokan paginya, Emma mencoba bertindak seperti biasa. Ia berjalan-jalan di taman, berhenti di dekat air mancur, dan memetik beberapa bunga liar. Para penjaga yang mengawasinya dari kejauhan tidak menunjukkan tanda-tanda kecurigaan. Mereka mungkin mengira bahwa ia sudah menerima nasibnya, bahwa ia telah menyerah pada takdir.

Tetapi di balik senyum tipisnya, Emma merencanakan langkah berikutnya. Ia memeriksa setiap sudut taman, mencari jalan keluar alternatif yang mungkin bisa ia gunakan. Ia juga mengamati gerbang utama, mencatat bagaimana penjaga membuka dan menutupnya setiap kali ada kendaraan yang masuk atau keluar.

Ketika sore tiba, Emma kembali ke kamarnya dan menulis rencana sederhana di selembar kertas kecil yang ia sembunyikan di bawah bantal. Ia tahu bahwa ia harus bergerak cepat—semakin lama ia menunggu, semakin besar risiko rencananya diketahui oleh Lucas atau salah satu anak buahnya.

---

Namun, di saat Emma sibuk merencanakan pelariannya, Lucas tidak pernah benar-benar jauh darinya. Malam itu, di ruang kerjanya, Lucas memperhatikan layar monitor yang menampilkan gambar Emma berjalan di taman. Matanya tajam, tetapi pikirannya penuh dengan kebingungan.

m "Dia mencoba sesuatu," gumamnya pelan, meski tidak sepenuhnya yakin apa yang sedang direncanakan gadis itu.

Lucas memutar kursinya, mengambil segelas bourbon dari meja, dan meneguknya perlahan. Ia tidak pernah mengerti mengapa ia membawa Emma ke sini, mengapa ia melindunginya. Sebagai kepala sindikat kriminal, ia sudah terbiasa membuat keputusan berdasarkan logika, bukan emosi. Tetapi ketika ia melihat gadis itu di malam pelelangan, sesuatu dalam dirinya berubah.

Lucas tahu bahwa gadis itu adalah sebuah ancaman. Bukan ancaman dalam arti fisik, tetapi ancaman terhadap kedamaian pikirannya. Setiap kali ia melihat Emma, ia merasa seolah-olah ia diingatkan pada sesuatu yang telah lama ia lupakan—sesuatu yang ia coba abaikan selama bertahun-tahun.

"Burung kecil itu," gumamnya, menatap layar dengan tatapan yang sulit ditebak.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 94 - Janji di Bawah Langit Malam [END]

    Emma menatap langit malam yang terbentang luas di atasnya. Kilauan bintang-bintang tampak berkelip di antara gelapnya malam, menciptakan pemandangan yang menenangkan. Angin berembus lembut, membelai kulitnya dengan kesejukan yang menenangkan. Ia berdiri di samping Lucas, di sebuah bukit kecil yang menawarkan pemandangan kota dari kejauhan. Tempat ini begitu sunyi, seolah terpisah dari dunia yang penuh hiruk-pikuk di bawah sana. Emma mengerti bahwa Lucas tidak membawa dirinya ke sini tanpa alasan. "Tempat ini..." Emma membuka suara, memecah keheningan di antara mereka. "Kenapa kau membawaku ke sini?" Lucas mengalihkan pandangannya dari hamparan kota dan menatap Emma. "Ini tempat yang sering kudatangi saat aku butuh berpikir," jawabnya pelan. "Di sini, aku bisa merasa bebas. Tidak ada gangguan, tidak ada tekanan, hanya aku dan pikiranku sendiri." Emma mengangguk mengerti. Ia bisa merasakan ketenangan yang sama. Dalam sebulan terakhir, hidup mereka penuh dengan kekacauan. Konflik

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 93 - Masa Depan yang Baru

    Matahari baru saja terbit di ufuk timur, menyapu kediaman Lucas dengan cahaya keemasan yang lembut. Setelah malam yang panjang dan penuh ketegangan, pagi ini terasa lebih tenang. Tidak ada lagi ancaman yang membayangi, tidak ada lagi pertarungan yang harus dihadapi. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Lucas bisa menarik napas lega.Ia berdiri di balkon kamarnya, menatap hamparan taman di bawah sana. Udara pagi yang sejuk menyentuh wajahnya, membawa aroma embun yang menyegarkan. Namun, pikirannya masih terpusat pada satu hal—Emma.Wanita itu telah melalui begitu banyak hal. Ia terluka karena menjadi bagian dari dunianya, dunia yang penuh dengan bahaya dan intrik. Tetapi, meskipun demikian, Emma tidak pernah menunjukkan penyesalan. Ia tetap berada di sisinya, menghadapi semuanya dengan keteguhan hati yang luar biasa.Lucas tahu, ada satu hal yang harus ia lakukan sekarang.Tanpa ragu, ia melangkah keluar dari kamarnya dan menuju ke kamar te

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 92 - Penerimaan Antonio Aldrin

    Malam di kediaman Lucas begitu sunyi. Udara dingin menyusup melalui jendela besar di ruang kerjanya, tetapi pria itu tetap duduk tegak di balik meja kayu besar, menatap laporan-laporan yang tersusun rapi di hadapannya. Setelah semua konflik yang ia hadapi, organisasi mulai kembali stabil. Ia telah menyingkirkan Morelli dan Vasquez, membuktikan bahwa ia bukan pemimpin yang bisa diremehkan. Namun, Lucas tahu bahwa masih ada satu orang lagi yang harus ia hadapi—ayahnya.Seakan menjawab pikirannya, ketukan keras terdengar di pintu ruang kerjanya. Lucas tidak terkejut. Ia sudah menduga bahwa cepat atau lambat pria itu akan datang menemuinya."Masuk," katanya, suaranya tetap dingin dan terkendali.Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Antonio Aldrin. Meski usianya sudah semakin tua, auranya masih menekan, menandakan bahwa ia adalah seseorang yang telah lama terbiasa dengan kekuasaan. Namun, malam ini, ada sesuatu yang berbeda pada dirinya. Sorot matanya t

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 91 - Langkah Terakhir

    Malam sudah larut, tetapi Lucas masih duduk di ruang kerjanya, menatap peta besar yang terhampar di mejanya. Titik-titik merah menandai lokasi para sisa anak buah Morelli dan Vasquez yang masih berkeliaran. Beberapa di antara mereka sudah melarikan diri ke luar negeri, tetapi sebagian kecil masih bertahan, berusaha mencari perlindungan.Lucas menghela napas panjang. Satu langkah lagi, dan ini semua akan selesai.Pintu ruang kerja terbuka tanpa ketukan. Stefan masuk dengan ekspresi tegas. "Semuanya sudah siap. Anak buah kita sudah berada di posisi masing-masing."Lucas mengangguk, lalu berdiri. "Bagus. Pastikan tidak ada celah bagi mereka untuk melarikan diri.""Kita juga sudah mengamankan jalur komunikasi mereka. Jika mereka mencoba meminta bantuan, pesan itu tidak akan pernah sampai," tambah Stefan.Lucas menyeringai kecil. "Kali ini, aku ingin memastikan mereka tidak punya tempat untuk kembali."Stefan menatapnya sejenak sebelu

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 90 - Langkah Baru

    Pagi menjelang dengan tenang di kediaman Lucas. Sinar matahari keemasan menyelinap melalui celah-celah jendela besar, menerangi ruangan dengan kehangatan yang lembut. Suara burung di kejauhan terdengar samar, berpadu dengan desiran angin yang berembus perlahan.Emma membuka matanya perlahan. Rasanya tubuhnya lebih ringan, meski masih ada sedikit nyeri di lengannya yang belum sepenuhnya pulih. Saat ia menggerakkan kepalanya, matanya langsung menemukan sosok Lucas yang masih duduk di sampingnya, menatapnya dengan ekspresi lembut."Kau tidak tidur?" suara Emma serak karena baru bangun.Lucas menggeleng pelan. "Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."Emma tersenyum kecil. Ia tahu Lucas masih merasa cemas, tetapi ia juga tahu pria itu tidak akan mengatakannya secara langsung. Jadi, ia hanya meraih tangan Lucas dan menggenggamnya erat. "Aku sudah lebih baik. Kau tidak perlu terus mengkhawatirkanku."Lucas menghela napas, lalu akhirnya i

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 89 - Sisa-Sisa Pengkhianatan

    Malam telah larut ketika Lucas duduk di ruang kerjanya, menatap peta besar yang terbentang di atas meja. Wilayah kekuasaan yang sebelumnya dikuasai Morelli dan Vasquez kini sepenuhnya berada di bawah kendalinya. Namun, meskipun kedua orang itu telah ditangkap dan dihabisi, Lucas tahu bahwa masalah tidak berhenti di situ. Stefan berdiri di sampingnya, melaporkan perkembangan terbaru. "Beberapa anggota bawahan Morelli dan Vasquez masih bertahan. Mereka kehilangan pemimpin, tetapi tidak kehilangan ambisi." Lucas menghela napas. "Aku sudah menduga ini. Mereka tidak akan menyerah begitu saja." "Tepat," Stefan mengangguk. "Ada laporan bahwa sebagian dari mereka mencoba membentuk kelompok baru. Mereka masih belum cukup kuat untuk menantang kita secara langsung, tetapi jika dibiarkan, mereka bisa menjadi ancaman dalam beberapa bulan ke depan." Lucas menatap peta di hadapannya. "Siapa pemimpin mereka sekarang?" Stefan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status