ホーム / Romansa / Tawanan Cinta Sang Penguasa / Bab 6. Diam-diam tergoda

共有

Bab 6. Diam-diam tergoda

作者: Strrose
last update 最終更新日: 2025-04-09 11:13:35

Tok... tok..

“Permisi nona Walton”

Hiriety menghela napas panjang, dengan terpaksa, ia menghentikan aksinya membobol sistem keamanan Marco Valley karena ketukan dipukul 11 malam ini

Dia menghela napas panjang, melirik sekilas ke layar di depannya yang masih menampilkan sistem keamanan rumah Marco Valley. Dia hampir berhasil menerobosnya, tetapi tampaknya seseorang memilih waktu yang sangat buruk untuk mengganggu. Dengan malas, dia menutup laptop hasil curian dari pelayan itu dan berjalan menuju pintu.

Begitu pintu terbuka, seorang pelayan berdiri dengan wajah sopan dan hormat. Di belakangnya, seorang pria berjas putih berdiri dengan membawa tas medis.

“Tuan Valley mengirimkan dokter untuk memeriksa tangan Anda” ucap pelayan muda itu dengan nada datar.

Alis Hiriety terangkat, matanya sekilas berkilat dengan ketertarikan. “Oh? Aku tidak tahu bahwa Marco memiliki sisi peduli yang seperti ini.”

Pelayan itu tetap diam, jelas tidak ingin terlibat dalam permainan kata-kata Hiriety. Sementara itu, dokter tersebut segera melangkah masuk dan mengisyaratkan agar Hiriety duduk.

“Saya akan memasang gips agar tangan Anda tidak semakin parah, Nona Walton.”

Hiriety tersenyum kecil. “Tentu, lakukan saja tugasmu, Dok.”

Selama beberapa menit, ruangan hanya diisi dengan suara dokter yang memeriksa dan membalut tangan Hiriety dengan hati-hati. Hiriety sesekali melirik ke pelayan yang berdiri tegak di sudut ruangan, lalu kembali tersenyum kecil.

“Jadi…” Hiriety akhirnya berkata, “Apakah Marco benar-benar peduli? Atau dia hanya tidak ingin ada mayat yang harus dikubur di rumahnya?”

Dokter tidak menjawab, hanya fokus memasang gips dengan cekatan. Setelah selesai, dia mengemasi peralatannya dan berdiri.

“Tangan Anda harus diistirahatkan. Jangan terlalu banyak bergerak.”

Hiriety menatap hasil kerja dokter itu dengan ekspresi puas. “Baiklah, terima kasih, Dok.”

Begitu dokter pergi bersama pelayan, Hiriety bangkit dari tempat duduknya dan meregangkan tubuhnya sedikit. Lalu, seolah mendapatkan ide yang menyenangkan, dia tersenyum dan berjalan keluar kamar, menuju satu tujuan tertentu.

“Dimana kamar Marco?” Tanyanya pada seorang pelayan

Kamar Marco Valley.

Marco sedang duduk di kursi dekat jendela, satu tangannya memegang gelas bourbon sementara matanya menatap keluar ke halaman luas di belakang rumahnya. Begitu pintu kamarnya diketuk, dia tidak langsung menjawab. Namun, pintu itu terbuka sendiri, dan sosok yang sangat dikenalnya masuk dengan langkah percaya diri.

“Valley” suara Hiriety terdengar santai. “Aku ingin tidur di sini malam ini.”

Marco menoleh perlahan, mengamati Hiriety yang kini berjalan ke arah tempat tidurnya dengan ekspresi puas. Pria itu menyesap bourbonnya sebelum akhirnya berbicara. “Rumah ini punya banyak kamar, Walton. Ambil salah satunya.”

Hiriety mengangkat bahu. “Tapi aku ingin di sini. Lebih aman, bukan?” Dia duduk di tepi tempat tidur, lalu menatap Marco dengan seringai menggoda. “Lagipula, kau sudah cukup peduli untuk mengirim dokter. Bukankah itu berarti kau ingin memastikan aku baik-baik saja?”

Marco hanya mendengus, tidak tertarik melanjutkan argumen konyol ini. Namun, Hiriety tidak menyerah begitu saja.

“Tapi sebelum aku tidur” katanya dengan nada lembut namun berbahaya, “ada satu hal yang harus kau lakukan untukku.”

Marco menurunkan gelasnya ke meja di sebelahnya.

Hiriety tersenyum penuh arti. “Bukakan pakaianku.”

Hening sesaat.

Marco menatapnya lama, mencoba mencari niat sebenarnya di balik permintaan itu. Hiriety tidak menghindari tatapannya, malah semakin mendekat, duduk lebih dekat hingga jarak mereka hanya beberapa inci.

“Apa yang kau rencanakan, Walton?” tanya Marco, suaranya lebih rendah dari sebelumnya.

Hiriety mengangkat tangan yang dibalut gipsnya dengan ekspresi manja. “Tangan ini tidak bisa digunakan dengan baik. Jadi, aku butuh bantuanmu.”

Marco menghela napas panjang, jelas enggan menuruti permainan wanita ini. Namun, entah kenapa, dia tetap berdiri dan berjalan mendekat.

Hiriety tersenyum tipis saat pria itu berdiri di hadapannya. “Oh? Kau benar-benar akan melakukannya?”

Marco menatapnya tajam. “Kau yang memintanya, Walton.”

Pria itu menurunkan pandangannya ke gaun Hiriety, lalu tanpa peringatan, jemarinya mulai bekerja, membuka satu per satu tali dengan gerakan lambat dan penuh kontrol.

Hiriety menatapnya sepanjang waktu, menikmati bagaimana ekspresi Marco tetap dingin dan terkendali, meski ketegangannya terasa begitu nyata. Begitu gaun itu melorot, Marco langsung menarik tangannya kembali, seolah tak ingin memberi Hiriety kesempatan untuk semakin mempermainkannya.

Namun, Hiriety justru menyeringai, matanya berkilat penuh kemenangan.

“Terima kasih, Valley.” Dia mencondongkan tubuhnya sedikit, cukup hingga bibirnya hampir menyentuh telinga pria itu. “Tapi kau tahu? Aku bisa melihatnya sekarang.”

Marco mengerutkan kening. “Melihat apa?”

Hiriety menyentuh dada Marco dengan satu jari, tepat di tengah kemeja hitamnya. “Aku yang sedang mengendalikanmu.”

Marco menatapnya dalam, lalu tersenyum tipis, tetapi senyuman itu sama sekali tidak ramah.

“Jangan terlalu percaya diri, Walton.”

“Kenapa?” Hiriety terkikik, matanya berkilat penuh tantangan. “Kau takut aku benar?”

Marco tidak menjawab. Tapi dalam keheningan itu, ada sesuatu yang lain—sesuatu yang berbahaya, yang lebih dari sekadar permainan mereka selama ini.

Dan Hiriety sangat menikmatinya. Tatapan Marco menggelap, matanya menatap Hirieity lekat. Ada kilatan gairah besar disana

“Ingin melakukannya denganku?” tawar Hiriety, nada suaranya mengundang.

Marco menunduk, tatapannya terpaku pada wajah Hiriety yang begitu dekat. Ia bisa merasakan nafas Hiriety di kulitnya, bisa merasakan sentuhan jemarinya yang lembut di bahunya. Ia bisa merasakan gairah yang mulai membakarnya, gairah yang ia coba tahan selama ini.

"Aku bisa membuatmu lupa pada Selena" Hiriety berbisik, suaranya penuh godaan. "Aku bisa membuatmu kehilangan kendali, Valley. Kau hanya perlu membiarkan aku melakukannya."

Marco terdiam. Ia tahu bahwa ia sedang terjebak dalam permainan wanita ini, tetapi ia tidak bisa menolaknya. Ia telah kehilangan kendali, dan ia tidak tahu kapan ia akan bisa mendapatkannya kembali.

"Come to me, Valley" Hiriety berbisik, suaranya penuh gairah.

Tiba-tiba, Marco bergerak. Gerakannya cepat, keras, dan tak terduga. Ia meraih kedua lengan Hiriety dan mendorongnya ke ranjang, tubuhnya menindih wanita itu tanpa memberi celah untuk melarikan diri. Hiriety tersentak, tetapi alih-alih ketakutan, matanya justru berkilat penuh kesenangan.

"With that fucking shit, Walton!" Marco menggeram, suaranya rendah dan berbahaya.

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Tawanan Cinta Sang Penguasa   Bab 161. Selamat datang sweetheart

    Tiga minggu kemudian — Rumah Sakit Columbia Medical Center, New YorkJam menunjukkan pukul 03.47 dini hari.Langit di luar gelap pekat, tapi di dalam kamar bersalin, waktu tidak lagi punya arti. Semua terasa mendesak. Napas Hiriety memburu, peluh membasahi dahinya, dan suara detak jantung janin berdetak kencang dari monitor di samping tempat tidur.Marco berdiri di sampingnya, mengenakan scrub hijau kebesaran yang menggantung aneh di tubuhnya. Tangannya tak lepas dari menggenggam tangan Hiriety yang basah dan gemetar.“Kau bisa, mia cara. Tarik napas. Fokus padaku” katanya, meski suaranya sendiri bergetar.Hiriety menoleh, matanya merah, tapi masih menyala. “Kalau kau ulangi kata ‘fokus padaku’ satu kali lagi, aku akan lempar alat EKG ke wajahmu.”Marco langsung mengangkat tangan satunya. “Diterima. Tidak akan diulang. Maaf.”Perawat sudah bersiap. Dokter kandungan mereka, Dr. Elea

  • Tawanan Cinta Sang Penguasa   Bab 160. Be our self

    Udara musim semi menyambut mereka dengan aroma tanah basah dan sinar matahari hangat. Pepohonan di sepanjang jalan mulai menumbuhkan tunas-tunas hijau muda, dan burung-burung gereja terdengar ramai berceloteh di dahan yang baru saja bangkit dari tidur panjang musim dingin.Mobil berhenti di depan sebuah rumah bergaya kolonial yang tenang namun elegan, tersembunyi di tengah kawasan Cleveland Park—lingkungan tua yang penuh sejarah dan pepohonan besar yang teduh. Rumah itu tidak mencolok, tapi berkelas. Warna putih tulang berpadu dengan jendela-jendela besar berbingkai hitam. Teras depannya memiliki dua kursi goyang dan pot gantung berisi tanaman lavender yang baru mekar.Marco keluar lebih dulu, lalu membuka pintu untuk Hiriety yang sedang hamil tua. “Tunggu di situ. Aku bantu.”Hiriety turun perlahan, memandang bangunan di depannya dengan kening sedikit berkerut. “Ini… bukan hotel, kan?”Marco tersenyum, lalu mengeluark

  • Tawanan Cinta Sang Penguasa   Bab 159. Memantik gairah

    Jam sudah lewat tengah malam. Lampu kota memantulkan cahaya lembut ke jendela kamar penthouse tempat Marco dan Hiriety menginap sementara setelah menengok Selena dan bayinya dirumah sakit. Kamar mereka tenang, hanya ada suara mesin pemanas yang menderu lembut di sudut ruangan.Marco baru saja keluar dari kamar mandi, rambutnya masih basah, dan mengenakan kaus lusuh serta celana tidur. Hiriety sedang duduk di tepi ranjang, kedua tangannya menopang perutnya yang sudah besar. Wajahnya sedikit tegang.Marco langsung menyadari ada yang berubah. “Mia cara?” tanyanya sambil mendekat.Hiriety tidak langsung menjawab. Ia menghela napas panjang, lalu menoleh pelan. “Aku… merasakan sesuatu. Seperti… perutku mengencang. Lalu... ada rasa nyeri dari pinggul ke bawah.”Marco langsung duduk di sebelahnya. “Sakitnya seperti apa? Menusuk? Atau seperti ditarik-tarik?”“Lebih ke… ditekan. Dalam. Seperti kr

  • Tawanan Cinta Sang Penguasa   Bab 158. Bagaimana rasanya?

    Ruang rawat itu hanya menyisakan kedua perempuan beserta bayi mungil laki-laki yang tetap tidur dalam pelukan Selena“Merasa lebih baik?” Tanya HirietyHiriety duduk pelan di sofa dekat ranjang. Ia mengamati wajah sahabat sekaligus kakak iparnya itu. Mulai dari matanya, pipinya, seluruh raut wajah yang baru saja melewati perang besar.Selena mengulas senyum tipis lalu mengangguk “aku bahagia” UcapnyaSelena mentapnya lalu ikut mengulas senyum “Aura keibuanmu sudah keluar” ucap Hiriety, jujur dari hati“Apa karena aku sudah punya anak yaa” Kekeh Selena pelanHiriety menggeleng “Dari dulu sudah terasa, hanya saja.. kali ini benar-benar berbeda” jelasnya“Berbeda seperti apa?”“Entahlah, susah diucapkan dengan kata-kata. Ngomong-ngomong bagaimana rasanya melahirkan? Mengeluarkan bibit Matthias dari badan sekecil itu?” Tanya Hiriety“Lu

  • Tawanan Cinta Sang Penguasa   Bab 157. Sweet little baby

    Beberapa jam setelah kelahiran bayi laki-laki mungilnya, Selena dipindahkan ke ruang inap VIP. Cahaya sore menembus tirai jendela besar, menyinari interior yang bersih dan hangat dengan aroma antiseptik samar yang tidak terlalu menyengat.Selena berbaring di ranjang dengan bantal empuk menopang punggungnya. Matanya masih tertutup, efek obat bius yang belum sepenuhnya hilang. Wajahnya tenang, meski tubuhnya belum sepenuhnya pulih dari perjuangan yang baru saja dilaluinya.Di sudut ruangan, Matthias duduk di kursi berlapis kain krem. Di pelukannya, sesosok bayi kecil terbungkus selimut putih bergaris biru muda. Bayi itu tidur pulas, dadanya naik turun perlahan dengan suara napas yang hampir tak terdengar. Jemari mungilnya tergenggam, sesekali bergerak refleks seperti sedang memegang sesuatu dalam mimpi.Matthias menatap anaknya, nyaris tak percaya. Ia telah mendengar tangis pertama itu, telah melihat tubuh kecil itu bergerak untuk pertama kalinya di dunia ini. Tap

  • Tawanan Cinta Sang Penguasa   Bab 156. Kelahiran putra Matthias

    Washington, D.C. USALangit musim semi menutupi kota dengan awan tipis yang bergerak malas. Di dalam rumah sakit bersalin terbesar di pusat kota, suasana jauh dari tenang. Ruang tunggu di luar ruang operasi penuh dengan ketegangan, dan di tengahnya, Matthias mondar-mandir seperti tahanan yang menunggu vonis.Marco duduk santai di kursi panjang, satu tangan menggenggam tangan Hiriety yang sudah mulai bengkak karena kehamilannya, dan tangan lain memegang botol air mineral yang belum dibuka.“Dude, kau mau bikin lubang di lantai?” tanya Marco, alis terangkat sambil melihat Matthias yang tak berhenti berjalan maju mundur. Baru kali ini dia melihat pewaris Walton itu tampak sangat cemas.Matthias menoleh, wajahnya pucat, rambut acak-acakan, dan kemejanya tampak seperti sudah dipakai dua hari berturut-turut. “Berisik. Istriku di dalam ruang operasi. Dia—dia sedang melahirkan dan aku lupa cara napas! Dokter itu mela

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status