Share

Bab 3

Author: Ollane
last update Last Updated: 2022-05-27 17:44:57

"Tuan?"

Aku memanggilnya pelan. Hingga akhirnya Tuan Abizar menoleh sinis.

"Apa?" Nadanya nyaris sama seperti menggeram, sebelah tangannya sibuk menggores isi dokumen. Ingin fokus dengan pekerjaannya, aku malah menganggu konsentrasinya.

"Nyonya Ulfa sudah menunggu di depan, Anda tidak mau menemuinya sebentar, mengucapkan selamat tinggal sebelum beliau dipulangkan ke rumahnya."

Tuan Abizar mendelik tidak suka. "Tidak usah."

"Benar tidak usah, Tuan?"

"Iya, tidak usah."

Aku hanya menghela napas, dengusanku ternyata disadari olehnya yang menatapku dingin. Aku pura-pura tidak melihat.

Punggungku merunduk. "Kalau begitu saya pamit, Tuan. Untuk ke depan, menemani Nyonya Ulfa."

Badannya langsung tegap, bertanya sinis. "Kamu lebih memilih menemani wanita itu dari pada menemaniku, di sini siapa yang tuanmu?"

Aku mengalah, berdiri di tempat untuk menungguinya.

Setelah menggores beberapa lembar dokumen, perintahnya terdengar. "Pergilah, temani Ulfa sampai keluarganya menjemput. Setelah itu, kembali lagi di sini, aku menunggu."

"Benar, Tuan?"

Saat aku mengulangi kalimatnya, beliau meringis kesal.

"Benar," jawabnya lalu mengarahkan mata keluar dari ruangan. "Apa perlu kuulangi?"

Salam penghormatan untuknya sekali lagi, aku pamit undur diri dan pergi ke muka rumah. Dimana Nyonya Ulfa ada di sana, menunggu jemputannya datang. Sesuai janji, sekitar 10 menit lagi.

"Tuanmu benar-benar tidak mau mengantarku, ya? Atau setidaknya, mengucapkan 'selamat tinggal' untuk terakhir kali?"

Aku hanya mengangguk merasa bersalah. "Aku sudah memintanya, tapi beliau menolak ...."

"Kamu seharusnya tidak usah memintanya, jika kamu meminta dia perhatian padaku, dia akan semakin tidak suka padaku."

Aku mengerjap. "Kenapa begitu?"

Helaan napas Nyonya Ulfa terdengar. "Setidaknya itu yang kualami semenjak tinggal di rumah ini, sehari sebagai istri sahnya. Tiga bulan sebagai calon mantan istrinya."

"Jika kamu memujiku, dia akan membenci wanita mana yang kamu puji. Jika kamu mendukungku, dia akan membenci wanita mana yang kamu dukung. Jika kamu perhatian padaku, dia akan membenci wanita mana yang kamu berikan perhatian. Tapi jika kamu memuji diri sendiri, sekalipun tidak terlihat dia akan sependapat. Jika kamu mendukung dirimu sendiri, diam-diam di balik layar dia juga mendukungmu melebihi siapapun.

Begitulah tuanmu, saat aku memerhatikannya.

Jadi jika ingin membuatku disukai, abaikan saja aku. Seakan aku tidak membuatmu risih atau merasa iri. Jika kamu ingin wanita baru yang akan datang ke rumah ini disukai olehnya—setidaknya tidak membuatnya benci—kamu bersikap saja seakan kamu lebih cantik darinya, sekalipun kecantikan wanita itu sebenarnya melampauimu, bersikaplah seakan kamu tidak mendukung hubungan tuanmu dan wanita itu berjalan baik, saat pernikahan tak usah mengucapkan selamat kepada kedua pengantin, maka meskipun sedikit tuanmu tidak akan membenci wanita itu, dia akan memperlakukannya sedikit baik."

Aku tertawa. "Tuanku memang aneh, Nyonya. Beliau rumit dan sulit dimengerti."

"Tapi dia mudah ditebak, jika kamu terlibat."

Aku tertawa lagi. "Malah saat aku di dekatnya, tuanku semakin terlihat susah dimengerti. Beliau semakin aneh. Menyuruhku makan dari sisanya, sekalipun makanan yang beliau sisakan selalu enak-enak seperti sengaja menepikan lauk enak untuk kumakan dan beliau hanya makan butiran basi dan sayur-mayur yang tidak kusukai. Kadang, ingin kutanyakan ke beliau, emangnya aku kucing?"

"Tapi ...." suaraku berubah lirih. "Begitulah cara tuanku berbagi kehidupan denganku. Beliau pernah bilang begitu."

"Padahal sebagai istri, aku lebih berhak atas kehidupannya."

Nyonya Ulfa menghela napas. Sangat menyayangkannya, tepatnya bertanya-tanya kepada nasibnya, kenapa dia semalang ini?

"Oh, ya sepertinya perlu kuingatkan. Jika tuanmu meminta dibuatkan kopi, buatkan yang dingin, jangan yang panas."

"Eh, kenapa?" Aku menyahut heran. "Nanti, beliau ngomel."

"Dengarkan saja aku, jika kamu sayang pada seluruh anggota tubuh tuanmu."

Dahiku mengernyit.

Perbincangan kami terputus saat mobil jemputan keluarga Nyonya Ulfa sudah terparkir di muka rumah.

Nyonya Ulfa memelukku, tepat di daun telingaku berbisik. "Jaga tuanmu baik-baik, Mawar. Dia akan baik-baik saja, jika kamu ada. Dia tidak akan baik-baik saja, jika kamu tidak ada."

Setelah mengurai pelukannya, wanita itu tersenyum. Sopir yang menjemputnya membukakan pintu, membawa Nyonya Ulfa masuk ke dalam kendaraan mewahnya.

Saat mobil itu melaju, aku melambaikan tangan. Sangat menyayangkan, tuanku yang tidak berperasaan itu tidak ada di sebelahku ikut menghantarkan kepergian Nyonya Ulfa.

Ck, ck, sebagai pelaku yang menghancurkan mimpi indah seorang wanita dalam pernikahan semalam, tak kusangka tuanku yang gagah dan dingin itu sangat tidak bertanggung jawab dan menyebalkan.

Tapi sudahlah, seharusnya aku terbiasa dengan kelakuannya. Entah sudah berapa wanita yang bernasib sama karena ulahnya.

Beliau menikah memang atas suruhan keluarga, kadang ada beberapa penolakan yang beliau lontarkan yang berakhir dengan paksaan. Tapi, beliau selalu menalak tanpa berpikir.

Berpikir, bagaimana respon keluarganya. Berpikir, seperti apa pandangan orang-orang ke beliau kelak.

Bahkan beliau tidak perduli, karena kelakuannya, hubungan kerja keluarganya dengan keluarga wanita-wanita yang beliau talak menjadi buruk, memperumit urusan bisnis dan keluarganya dipandang begitu buruk.

Sebenarnya aku tidak betah dan ingin mengundurkan diri, uangku sudah terkumpul cukup banyak dari gaji dan bonus yang sering dia berikan. Tapi semenjak memutuskan bekerja di sini, perjanjian antara tuan dan majikan sudah tertulis, aku tidak boleh berhenti bekerja kecuali dengan alasan-alasan tertentu.

Amat teringat, kalimatnya saat itu.

"Kamu tidak boleh berhenti bekerja, kecuali dengan tiga alasan. Sekarat, mati atau karena ingin menikah."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tawanan Cinta Tuan Abizar   END

    Yang tertulis di surat keemasan itu, hanyalah bait doa dan kalimat-kalimat damba. Omar menjatuhkan diri di sebelah makam Melati, duduk bersimpuh, lalu membelai kepala nisan wanita itu. Omar membuka lipatan kertas, membacakan doa yang panjang untuk Melati. Semalaman, Omar tidak beranjak. Membiarkan gamis putihnya kotor oleh tanah.Mendadak Omar lemas, wajah lelaki itu terlihat lelah. Bibirnya yang semula membacakan 'surat cinta' itu dengan suara keras, kini berubah lirih. Omar menjatuhkan keningnya ke kepala nisan Melati, memeluknya, menciumi puncaknya, air mata yang semula berusaha Omar tahan kini lolos begitu saja. "Aku merindukanmu, Melati. Aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu." Omar tidak perduli, selain Melati, di bawah sana lelaki lain bisa mendengarkannya.Entah kenapa kerongkongan Omar menjadi begitu kering dan haus. Daripada minum, hanya sebuah kalimat yang bisa menuntaskan dahaganya. Setelah air matanya kering, Omar dengan susah-payah menyebut nama Allah. Kesaksiannya atas

  • Tawanan Cinta Tuan Abizar   Bab 51

    "Astaga, ternyata kalian di sini." Malik menghembuskan napas kasar, tangan besarnya mengacak rambutnya yang basah oleh keringat. "Semalaman aku mencari, kukira sesuatu yang buruk terjadi pada kalian berdua.""Kami hanya bermalam di hotel sebagai sepasang suami-istri," Abizar melingkarkan tangan ke bahu Mawar, lalu membawa istrinya merapat."Pulang, sebelum Akmal membuat heboh keluarga Hafshan karena mengira kamu dan Mawar menghilang." Malik mengibaskan kedua tangannya malas, memberi intruksi kepada bawahan-bawahan yang dia bawa ikut serta untuk meninggalkan gedung hotel dan masuk kembali ke dalam kendaraan masing-masing. Malik menyisakan satu mobil untuk Abizar dan Mawar. Abizar menarik Mawar untuk masuk ke dalam mobil, istrinya sudah bersih dan rapi setelah mandi di kamar hotel dan meminjam pakaiannya istri Pangeran Adzriel.Abizar menghubungi Ahmad, Abizar ingin membawa Mawar ke gedung yang Omar sewa untuk acara pernikahan mereka. Termasuk pergi ke butik, untuk memilih dan merancang

  • Tawanan Cinta Tuan Abizar   Bab 50

    Gedoran di pintu membuat Abizar mengerang kesal. Lelaki itu menjatuhkan diri dari kasur dan mendelik ke arah pintu, pelayan-pelayan tersebut menganggu pagi indahnya bersama Mawar. Matahari di luar mulai terik, setelah salat Subuh Abizar dan Mawar segera mengistirahatkan diri. Abizar yang nyenyak dalam dekapan Mawar, malah dihancur-leburkan semua khayalannya."Buka pintunya, Nona. Atau kami masuk tanpa izin dari Anda." Suara familiar yang meminta dari luar dalam bahasa Arab. Mawar terbangun, langsung melingkarkan tangan ke pinggang Abizar yang tengah merapikan bungkusan pakaiannya. "Siapa, Mas?"Abizar berdecak, "aku bingung bagaimana menjelaskan kepada mereka, kalau kamu benar-benar istriku." "Perbaiki pakaianmu, Mawar." Abizar memperingatkan, dengan tangan yang mengelus-ngelus lengan terbuka Mawar. Abizar mendaratkan kecupan di bahu wanita itu, lalu melanjutkan. "Mungkin ada beberapa pelayan lelaki di luar. Ingat, aku bisa menusuk mata siapapun yang berani melihat keseksianmu." Abi

  • Tawanan Cinta Tuan Abizar   Bab 49

    Keputusan gegabah Abizar membuat sepasang suami-istri tersebut terdampar di tepi jalan yang senyap dan sepi. Tiada taxi yang lewat, hanya beberapa kendaraan yang berlalu-lalang. Abizar menyesal membuat Mawar kesusahan, wanita itu berdiri lesu di sisi tubuhnya. Sepertinya mulai mengantuk dan kedinginan. "Maafkan aku, sayang."Mendengar ungkapan maaf Abizar, Mawar menggeleng. "Tidak apa-apa."Takut tubuh Mawar terhuyung dan wanita itu jatuh menimpa aspal, Abizar langsung mengangkat tubuhnya dan menggendongnya. Mawar meletakkan kepalanya ke bahu Abizar, menggesek-gesek, mencari letak nyaman. Sepertinya sia-sia menunggu taxi yang tidak akan lewat, Abizar memilih berjalan mencari hotel terdekat. Mawar di dekapan dadanya nyaris tertidur, Abizar mencuri beberapa ciuman di bibir dan pipi wanita itu."Pipimu dingin sekali, Mawar." Abizar menghela napas. Ini salahnya, memaksa turun dan membuat mereka diserang angin malam yang menusuk kulit. Abizar berusaha menghangatkan wajah istrinya, Abizar p

  • Tawanan Cinta Tuan Abizar   Bab 48

    Mereka mengambil penerbangan pagi. Sepasang pengantin baru—Abizar dan Mawar—menumpangi penerbangan yang sama dengan keempat saudaranya. Sementara Omar, akan menyusul keesokan harinya atau lusa. Entah kenapa lelaki tua itu suka sekali menunda.Setelah hampir 17 jam penerbangan, bersisakan dua jam agar pesawat mendarat di Saudi, Mawar tertidur di lengan kokoh suaminya. Abizar tersenyum, sesekali mengecup rambut kepala istrinya lalu memainkan surat undangan keemasan yang ada di tangannya. Entah berapa ribu surat undangan yang serupa dibagikan untuk acara pernikahan mereka."Qad yajidun sueubatan fi qabul zawjatik, Abizar—mereka mungkin akan susah menerima istrimu, Abizar." Haikal yang menduduki bangku yang ada di belakang berbisik di telinga Abizar.Wajah semringah Abizar menjadi masam, lelaki itu menghela napas. Diliriknya Mawar, memastikan istrinya masih terlelap. Syukurlah, sepertinya Mawar tidur mati seperti biasanya. "Kita lihat saja nanti." Abizar memelankan suara, "aku akan berusa

  • Tawanan Cinta Tuan Abizar   Bab 47

    "Semalam tidak ke sana, menyapa istrinya Abizar?" Omar bertanya saat matahari naik. Iqbal menggeleng, lelaki itu tengah duduk di teras sambil memangku Al-Qur'an. "Maaf, tidak. Aku tahu apa yang dilakukan sepasang suami-istri di malam hari jika berdua saja, aku tidak mau menganggu.""Maaf Tuan Omar Hafshan, sepertinya ketiga anakmu yang lain akan datang kemari." Lelaki itu tersenyum tanpa merasa bersalah.Omar langsung mengerti maksudnya, lelaki tua itu pasrah. "Kamu yang memberitahu mereka, ya?" "Yap," Iqbal mengangguk tanpa perduli. "Akmal nyaris kecelakaan di Jakarta karena mencari-carimu, lebih baik kuberitahu sebelum dia nyasar tanpa hasil lagi. Sedangkan Malik, tak ada pilihan selain memberitahunya daripada dia datang ke kelab malam Semarang untuk melampiaskan emosi. Aku kasihan kepada wanita-wanita yang akan menjadi sasaran kebejatannya kalau mabuk.""Meskipun tidak kuberitahu 'pun sebenarnya Haikal sudah tahu kalau kamu ada di sini, dia hanya menunggu dua saudaranya yang lain

  • Tawanan Cinta Tuan Abizar   Bab 46

    "Apakah rumah ini sudah cukup layak untuk menjadi tempat persembunyianmu, Tuan Omar Hafshan?" Abizar membalik tubuh dan menyeringai. Omar menganggukkan kepala, baginya lebih dari cukup. Rumah minimalis di depan mereka cukup tersembunyi, terletak di dekat hutan dengan pemandangan asri. Bukan hanya bersembunyi, Omar juga bisa bersantai di sini. Omar bukan takut menghadapi anak-anaknya, mau bagaimanapun juga Omar adalah Ayah yang patut ditakuti, Malik yang lancang sekalipun tidak akan berani memukul ayahnya sendiri. Omar hanya tidak sanggup jika mendapati raut kecewa keempat anaknya yang lain. Abizar yang tidak dirugikan saja, terlihat begitu kecewa, apalagi anak-anaknya yang lain. Omar tidak mau menerima kenyataan bahwa dirinya gagal menjadi seorang Ayah lima kali berturut-turut. Alif membawa pakaian ganti Omar, menyusul langkah lelaki tua tersebut. "Untuk sementara kita akan berbulan madu di sini, Mawar." Abizar mengampit pinggang Mawar. Lelaki itu mengecup dahi wanita yang dicintain

  • Tawanan Cinta Tuan Abizar   Bab 45

    Alif berusaha fokus menyetir, tapi tetap saja mustahil. Pasangan di bangku belakang benar-benar membuat hatinya resah, mereka terlalu mesra membuat jiwa kesepian Alif sebagai lelaki tanpa pasangan terusik. Setelah Maghrib mereka memutuskan kembali ke Semarang, acara dan resepsi pernikahan harus segera direncanakan. Abizar harus membahasnya dengan Omar, lalu membawa Mawar ke Saudi, untuk dikenalkan kepada keluarganya dan menyiapkan acara pernikahan."Jangan mengintip, Alif." Abizar mengingatkan, Alif hanya mengangguk sambil menelan saliva. Kedua tangannya yang mencekram setir bergetar, menahan diri untuk tidak melihat spion, sangat penasaran apa yang terjadi di belakang.Mawar menyenderkan tubuhnya ke salahsatu pintu mobil, wajahnya cemberut saat memerhatikan jalanan depan, Abizar mengungkungnya dari belakang, Mawar duduk di pangkuannya. "Capek atau gugup?" Abizar bertanya, tidak berhenti menciumi rahang Mawar. Dia sudah menahan diri untuk tidak menyentuh selama tiga tahun, sekarang wa

  • Tawanan Cinta Tuan Abizar   Bab 44

    Tadi malam setelah kelelahan Mawar langsung tidur. Wajah kusutnya mencerminkan rasa sakit yang dia dapatkan.Sedangkan wajah Abizar berseri-seri, kungkungannya tidak lepas dari tubuh terbuka Mawar, saking senangnya Abizar tidak mau melelapkan diri, dia ingin lanjut mencumbu tubuh indah yang membuatnya mabuk kepayang. Setidaknya izinkan tangan dan bibirnya memainkan peran, tidak yang lain, Abizar tidak mau menganggu waktu istirahat Mawar karena wanita itu benar-benar kelelalahan, padahal sentuhan Abizar lembut dan gemulai.Nyaris Subuh menyapa, kantuk seakan tidak ada di kamus Abizar, semalaman Abizar hanya memandangi wajah Mawar. Tangannya mengusap rambut, pinggang, punggung dan perut yang dia khayalkan akan membesar. Pelan-pelan agar tidak membangunkan Mawar, Abizar menciumi wajah, tangan dan punggung Mawar. Sangat dihindarkannya bibir, Abizar suka kelepasan ingin menyedot seluruh napas Mawar."Aku mencintaimu, Mawar. Sangat. Demi Allah." Abizar menurunkan diri dari ranjang putih yang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status