Apa yang Serena lakukan ternyata membuat Morgan penasaran. Tangan pria itu perlahan menurunkan apa yang semula ia arahkan pada keningnya, membuat wanita itu membuka mata karena penasaran dengan apa yang terjadi.
"Kenapa?" lirih Serena dengan sorot mata sendu. "Jadilah wanitaku dan kau bisa melampiaskan semua amarahmu pada orang-orang yang telah menyakitimu!" Serena terdiam, ia tahu pria di hadapannya tidak mencintainya, mungkin yang dibutuhkan hanya tubuhnya, tapi tawaran yang diberikan terdengar cukup menarik. Lagipula ia sudah muak. Semakin hari Serena juga semakin menyadari kalau suami yang selama ini ia cintai hingga membuatnya rela bersimpuh di hadapan almarhum kedua orangtuanya demi mendapatkan restu, kini tak lagi mencintainya. Sean telah berubah semenjak dirinya kehilangan kekayaan dan orangtua. Apa yang pria itu lakukan bersama dengan ibunya membuat Serena hampir gila. Ia dipaksa melakukan hal-hal yang menurutnya sangat berat dan diluar kemampuannya. Tak ada diantara mereka yang menanyakan apakah dirinya lelah atau tidak, yang mereka pedulikan hanyalah uang dan uang. Sekalipun Serena menghilang dari dunia ini, mungkin mereka tak akan peduli. "Kau berpikir atau pura-pura tuli?!" Suara Morgan kembali menyadarkan Serena. "Maaf, saya masih berpikir. Kali ini saya menerima tawaran anda Tuan, saya ingin Tuan Morgan membuat seolah-olah diri saya telah tiada." "Untuk melihat bagaimana reaksi suamimu?" tebak Morgan yang kemudian dijawab Serena dengan anggukan kepala. "Kau ingat kan harus membayarnya dengan apa?" Pertanyaan Morgan kali ini sungguh membuat hati Serena bagai diremas. Begitu sakit dan terhina, namun ia tak punya pilihan lain. "Saya ingat, tapi bagaimana dengan keluarga anda Tuan?" "Kau hanya akan menjadi wanita rahasiaku, tempatmu tersembunyi, tak ada siapapun yang tahu tentangmu kecuali aku dan orang-orangku." Mendengar itu air mata Serena kembali jatuh. Sudah terbayang seperti apa kehidupan yang akan ia lalui kedepannya. Di lubuk hatinya yang terdalam ia sungguh rindu kehidupannya yang dulu. Kehidupan yang tenang dan baik-baik saja. Menjadi anak yang begitu disayangi kedua orangtuanya dan menjadi seorang istri sangat dicintai. "Siapa namamu?" tanya Morgan lagi. "Serena Tuan," jawab Serena yang membuat Morgan kembali mendekat lalu menelusupkan jemari ke rambut panjang Serena. "Ingat Serena, mulai detik ini kau adalah wanitaku. Tak ada lagi yang boleh menyentuhmu selain aku, termasuk suamimu." Menurut Serena ucapan Morgan sangatlah egois. Ia tak diizinkan bersentuhan dengan siapapun tapi Morgan sendiri justru bebas menyentuh istrinya. Setidaknya itulah yang Serena yakini saat ini, membuatnya semakin tak suka dengan sosok majikannya itu. Sekarang Morgan masih terus menikmati bibir Serena yang membuatnya benar-benar mabuk kepayang. Rasanya tak ingin berhenti, terlebih saat wanita itu membalas pagutannya. Mereka baru berhenti saat sama-sama sudah kehabisan nafas. "Mandilah dulu! aku akan menyuruh orang mempersiapkan pakaian untukmu," titah Morgan yang langsung dituruti oleh Serena. "Awas Serena, kakimu tak boleh terkena air, jika mengalami kesulitan panggil aku!" ujarnya lagi tanpa menatap ke arah Serena karena saat ini Morgan tengah melangkah mendekati jendela dan menatap ke luar sana. Menikmati udara siang musim gugur yang terasa begitu sejuk. Alam juga nampak begitu indah, membawa ingatan Morgan pada kenangan indah bertahun-tahun yang lalu. Dimana ia bertemu dengan seorang gadis cilik yang menolongnya dari amukan sang ayah. Gadis itu menggenggam erat tangannya hingga keduanya masuk ke dalam hutan. Mereka terus berlari hingga sampai di tepi danau dengan panorama menakjubkan. Sayangnya, belum sempat mereka bermain bersama dan berkenalan, orangtua gadis itu keluar dari sebuah villa kayu yang ada di sana dan memanggil agar putrinya masuk ke dalam. Morgan yang kala itu adalah anak pemalu tak bisa melakukan apa-apa, namun ucapan sang gadis bahkan masih melekat dalam ingatannya hingga detik ini. "Jangan hanya diam saat kau dituduh melakukan sesuatu yang tidak kau lakukan!" Itulah yang gadis itu katakan kala itu. Bibir Morgan selalu bisa tersenyum saat mengingatnya, namun kedatangan Serena membuatnya harus berhenti memikirkan semuanya. "Tuan, aku sudah selesai. Mungkin anda juga ingin mandi?" ujar Serena yang membuat Morgan membalikkan badan lalu menatap ke arahnya. Cukup lama pria itu berada di posisi yang sama. Menatap Serena dalam-dalam. Tentu saja ia tak ingin cepat-cepat berpaling karena saat ini Serena nampak begitu cantik. Wajah natural yang putih bersih serta bibirnya yang nampak kemerahan alami justru semakin memancarkan kecantikan seorang Serena. Belum lagi rambutnya yang ditarik ke atas, membuat leher seputih susu miliknya terekspose sempurna. "Tuan, anda baik-baik saja kan?" tegur Serena karena menurutnya sikap pria di hadapannya sangatlah aneh. "Hmm ... ya, aku baik-baik saja. Aku akan mandi sekarang. Oya Serena, jangan panggil aku Tuan lagi, panggil namaku saja! Jangan sampai lupa atau aku akan menghukummu!!" "Iya Tuan," jawab Serena yang membuat Morgan langsung melotot. "Em ... maaf-maaf, maksudku Morgan." Mendengar itu barulah membuat Morgan tersenyum dan berlalu pergi.Serena buru-buru keluar dari dalam air dan mengenakan kembali pakaiannya. Ia lalu berjalan mendekati benda yang tadi terjatuh. Diambilnya benda itu dan kembali mengedarkan pandangan, menyisir ke setiap sudut ruangan."Halo!! apa ada orang di sini?!"Serena kembali berteriak lantang, namun lagi-lagi tak ada jawaban dari siapapun, membuatnya berdecak kesal sebelum akhirnya kembali melanjutkan pekerjaan.Di tengah-tengah aktivitas yang ia lakukan, ponselnya terdengar berdering. Ternyata itu adalah telepon dari bibi May, membuat Serena segera mengangkat telepon tersebut."Ya, ada apa Bi?""Apa pekerjaanmu masih belum selesai? kau belum sempat sarapan tadi, kenapa belum juga kembali?"Ditanya seperti itu Serena langsung menceritakan apa yang terjadi."Ya Tuhan, kenapa mereka melakukan itu. Pulanglah dulu untuk sarapan! katakan pada mereka kau akan segera kembali setelahnya.""Tidak perlu Bi, ini sudah selesai. Aku akan meminta izin untuk pulang lalu sarapan. Bibi jangan khawatir," ucap Ser
Pagi itu Morgan terbangun dengan kepala yang terasa berat. Semalaman ia benar-benar tak bisa tidur. Merasa kondisinya tak terlalu baik, Morgan sengaja meminta Maxime agar menghandle beberapa pekerjaan.Asistennya itu tentu menyambut baik tugas yang diberikan. Ia juga mengabarkan jika untuk sementara waktu Rebeca menunda kedatangannya."Oiya Tuan, apa anda tak menjawab telepon dari Nyonya Rebeca?" tanya Maxime karena semalaman ia terus diinterogasi oleh wanita itu untuk mempertanyakan dimana keberadaan suaminya. Apakah sudah ada perkembangan mengenai kondisinya, apakah sudah meminum obatnya, dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang lain.Rebeca memang meminta dokter khusus untuk mengobati suaminya. Ia ingin sosok tampan itu menjadi pria perkasa yang bisa memuaskannya di atas ranjang. Ia bahkan rela membayar mahal dokter tersebut hingga mengikuti Morgan bertugas ke Paris selama tiga bulan. Tapi sayangnya Morgan sama sekali tak tertarik dengan apa yang Rebeca lakukan.Ia justru m
Serena sedikit kesal. Disaat segenting itu bisa-bisanya Arthur masih membahas soal cara memanggilnya. Tanpa Serena sadari, semua yang terjadi saat ini sudah pasti memang disengaja.Arthur melakukan itu karena saat ini bulatan di dada Serena benar-benar menempel sempurna ke tubuhnya dan yang pasti ia begitu menikmatinya. Sebagai pria dewasa yang normal, Arthur sungguh bisa merasakan betapa indahnya benda itu."Iya baiklah, Arthur, tolong sekarang lakukan!! singkirkan binatang itu!!" seru Serena tak sabar, namun justru terdengar begitu manja meski sebenarnya ia tak bermaksud demikian.Tak ingin wanita dalam dekapannya merasa curiga, akhirnya Arthur mulai menggerakkan tangannya untuk menyingkirkan binatang tersebut dari bahu Serena, namun tetap saja ia tak serta merta langsung membuangnya.Hal pertama yang ia lakukan adalah menyingkap rambut panjang Serena dan menyempatkan diri untuk menghirup aroma lembut tubuh wanita itu. Disaat itulah ide gila muncul di benak Arthur, bersamaan dengan
Setelah puas barulah Morgan kembali ke kamar untuk menghubungi orang yang selama ini ia tugaskan mencari Serena."Sebenarnya kau melakukan tugasmu atau tidak?!" bentak Morgan yang memang tengah dilanda emosi."Kami sungguh melakukannya Tuan, tapi sampai detik ini sama sekali belum ada titik terang mengenai keberadaan Nyonya Serena. Tidak ada teman atau sanak saudara yang ia miliki. Semua cctv di beberapa kota tak luput dari pantauan kami, tapi hasilnya masih nihil."Morgan sebenarnya juga tahu itu. Besar kemungkinan Serena sudah keluar negeri, tapi ke negara mana yang menjadi tujuannya, Morgan juga masih tidak tahu, sementara Serena benar-benar tak memiliki siapapun dalam hidupnya yang bisa Morgan cari untuk menggali informasi.Disaat seperti itu ia teringat pada Sean."Sean ... mungkin aku harus bertanya padanya. Tapi rasanya juga percuma, pria bodoh itu bahkan begitu yakin Serena sudah tiada. Jika ia semudah itu mengarang cerita, artinya ia tahu, tak ada siapapun yang akan mencarita
Sudah cukup lama Morgan menghabiskan waktu di Paris. Setelah beberapa usaha ia lakukan, akhirnya ia berhasil mengambil alih perusahaan Serena yang dikuasai Sean dan istrinya."Bedebah kau Morgan!!" bentak Sean tak terima setelah ia diusir dari perusahaannya sendiri. Meski pria itu tak berhadapan langsung dengan Morgan, tetap saja bibirnya memaki tanpa henti, terlebih saat ia diseret ke penjara karena terbukti melakukan penipuan dan manipulasi data kepemilikan perusahaan.Tak hanya itu, hukuman seumur hidup juga sudah menanti ketika bukti-bukti pembunuhan berencana yang ia lakukan pada kedua orangtua Serena semakin kuat. Sayangnya mantan mertua Serena sudah lebih dulu meninggal karena terkena serangan jantung setelah mendengar vonis yang ia terima.Sean masih tak menyangka, Morgan yang seolah-olah mengulurkan tangan dengan janji-janjinya yang luar biasa, ternyata dengan mudah mengambil segalanya. Yang membuatnya heran, pria itu tahu perihal Serena."Tidak mungkin jika Serena bisa menge
Disaat Felix sudah pergi, ternyata Serena justru menunjukkan respon. Suster yang melihat pergerakan tangan wanita itu langsung memanggil dokter."Panggil keluarganya Sus, katakan pada mereka agar mengajak pasien berinteraksi, mungkin dengan itu pasien bisa mendengar dan bisa segera membuka mata!" perintah sang dokter.Dokter muda bernama Arthur itu menatap lekat wajah Serena. Rasa iba selalu merasuki relung hatinya setiap kali ia memeriksa wanita di hadapannya saat ini."Kasihan sekali kamu. Beban berat seperti apa yang menimpamu Nona, sampai-sampai kau ingin beristirahat cukup lama," ucap Arthur lirih. Tak disangka mata Serena mulai bergerak-gerak walau masih tetap terpejam.Hal itu membuat Arthur semakin bersemangat. Sungguh akan menjadi kebahagiaan tersendiri baginya jika pasien koma di hadapannya saat ini akhirnya bisa bangun."Bangunlah Nona Serena. Dunia ini sangat indah. Sekarang kau sudah memiliki pangeran kecil yang sangat tampan. Hari-harimu pasti akan lebih menyenangkan ber
Sayangnya saat benar-benar hendak dijual, orang yang menawar tanah sekaligus rumah keluarga Felix justru sudah tak menginginkannya lagi. Orang tersebut sudah mendapatkan tempat yang lain. "Jangan khawatir Ayah, Felix akan mencoba mencari pertolongan di tempat kerja," ucap Felix yang mencoba menenangkan sang ayah. "Baiklah, Ayah tunggu kabar baiknya." Setelah memastikan ayah dan ibunya mau mengisi perut, Felix segera pergi ke tempat kerjanya. Jarak tempuh dari rumah sakit menuju ke sana hanya sekitar dua puluh menit saja. Sebagai seorang fotografer di perusahaan ternama yang dikontrak khusus untuk memfoto para model di sana, gaji Felix sebenarnya cukup besar. Selama ini ia hampir tak pernah kesulitan. Akan tetapi biaya pengobatan Serena memang sangat besar, belum lagi biaya perawatan bayinya yang tak mungkin dibawa menjauh dari sang ibu. Semua permasalahan itu ternyata membuat Felix tak bisa fokus bekerja. "Felix, apa yang kau lakukan, kita harus mendapatkan foto terbaik h
"Bibi, jangan menatapku begitu, aku baik-baik saja," ucap Serena pada sang bibi, tapi bukannya tenang, wanita paruh baya itu justru meneteskan air mata. Ia bahkan mengalihkan pandangan ke hamparan laut yang mengitari mereka saat ini. Perjalanan yang mereka tempuh memang masih sedikit jauh. Tapi Serena merasa dirinya baik-baik saja. Hanya sesekali perutnya terasa mulas. Tapi ekspresi paman dan bibinya nampak tegang, dan itu membuatnya bingung. Serena hampir bangun dari tempat ia berbaring karena merasa bosan berada di posisi yang sama, namun tabib yang berada di sampingnya langsung menahan. "Tidurlah kembali, jangan terlalu banyak bergerak!" Mendengar suara tegas dari bibir tabib tersebut, Serena langsung kembali ke tempat semula, hanya saja tangannya meraba-raba untuk menggenggam tangan bibi May. "Bibi, jangan khawatir. Aku bahkan tak merasa kesakitan sama sekali, hanya mulas sedikit saja," ucap Serena sambil mengukir senyum di bibirnya. Mendengar itu bibi May hanya tersenyum
Tetaplah di sini. Aku ke sana untuk melakukan pekerjaan. Lagipula tak ada untungnya untukmu, aku tak bisa menjadi laki-laki sejati. Kau lihat sendiri kan?" Akhirnya Morgan menanggapi permintaan Rebeca."Tidak, kau adalah suamiku. Kau juga sudah berjanji mau melakukan terapi agar bisa sembuh. Aku mencintaimu Morgan. Tolong jangan seperti ini. Menghadaplah kemari, aku ingin merasakan kehangatan pelukanmu."Bukannya menurut, Morgan justru tetap diam dan menutup mata rapat-rapat. Kali ini ia memikirkan apa yang sedang terjadi pada dirinya. Ia juga menjadi penasaran, bagaimana jika wanita yang menggodanya bukanlah Rebeca tapi Serena, apa miliknya tetap tak bisa bereaksi.Pertemuannya dengan Sean akhir-akhir ini justru membuat rindu Morgan terhadap Serena semakin menumpuk. Tanpa terasa sudah 7 bulan lamanya ia tak lagi bisa melihat kecantikan wanita yang dicintainya itu.Sementara di tempat yang berbeda, Serena tengah membantu bibinya menyiapkan berbagai menu untuk menyambut kedatangan kak