Semoga hari kalian menyenangkan :)
Xavier mendongak, darah menetes dari sudut bibirnya, namun sebuah seringai mengembang pelan di wajahnya yang penuh luka. Ia meludahkan darah ke tanah, lalu menatap Kevin tajam."Terlalu cepat kalau kau sudah merasa menang dengan mengancamku menggunakan Hazel." katanya pelan tapi penuh ancaman.Dengan gesit, Xavier berputar dan menendang kaki Kevin dari samping. Brak! Tubuh Kevin yang baru saja berdiri kembali ambruk menghantam lantai ring. Penonton berteriak heboh, adrenalin mereka memuncak.Disisi lain, Christina baru saja turun dari mobilnya dan mobil lain tak lama berhenti di dekat mobilnya parkir. Christina menoleh saat menyadari yang keluar dari mobil di sebelahnya adalah, Ella.“Bagaimana kau bisa sampai di sini?” tanya Christina tajam.“Itu tidak penting. Aku hanya ingin tahu… apa benar Xavier dan Kevin bertarung malam ini?”Christina mengangguk tenang. “Benar. Tapi kau seharusnya tidak ada di sini, Ella.”“Aku ingin melihat langsung…” gumam Ella, hendak melangkah masuk.Christ
Suasana ring pertandingan malam itu berbeda, udara terasa lebih berat, seolah menebarkan firasat akan darah yang tumpah. Panggung telah dipersiapkan, dikelilingi oleh kursi penonton yang diisi orang-orang kepercayaan dari dua pihak Kevin dan Xavier. Mereka tak bersorak, tak berbisik. Semua hanya menanti, menahan nafas dalam diam yang memekakkan.Sementara itu, di dalam ruangannya, Xavier duduk tenang dengan bahu tegap dan mata tajam menatap dinding. Pintu terbuka, salah satu anak buahnya masuk dengan ekspresi tegang.“Dugaan Anda benar, dia membawanya,” lapor anak buah itu.Xavier tidak terkejut. Ia mengangguk pelan. “Kevin memang tak pernah tahu arti bertarung dengan terhormat,” gumamnya. “Lakukan sesuai instruksi yang kuberikan semalam. Jangan ada kesalahan.”“Siap, Tuan.”Begitu anak buahnya keluar, Xavier menatap jam di dinding. Dua jam sebelum darah dan dentuman tinju memenuhi ring. Ia bangkit, menyalakan rokok, lalu berjalan ke balkon yang menghadap ke satu sisi gedung. Dan tern
Sebuah mobil hitam mengerem perlahan di depan sebuah bangunan yang tampak biasa dari luar, namun menyimpan bahaya di dalamnya. Pintu mobil terbuka, Ella Tuscany melangkah keluar dengan ekspresi tegang dan terburu-buru. Tumit sepatunya mengetuk lantai dengan cepat saat ia melangkah masuk ke rumah tempat Hazel telah disekap sejak siang tadi.“Di mana Kevin?” tanyanya tajam, tanpa basa-basi pada pria berjaga yang menyambutnya di pintu.Pria itu tidak menjawab dengan kata-kata. Ia hanya mengangguk pelan dan menunjuk ke arah kanan lorong. Ella mengikuti arah itu, langkahnya cepat dan penuh amarah. Begitu pintu terbuka, ia menemukan Kevin tengah menghantam samsak tinju dengan brutal, peluh membasahi tubuhnya, nafasnya memburu seperti binatang buas yang tengah menanti pertarungan.“Kau berlatih sangat keras…” gumam Ella, berdiri di ambang pintu. “Apa yang akan kau lakukan pada wanita itu nanti? Pastikan Hazel disingkirkan dari kehidupan Xavier, seperti yang kita sepakati.”Kevin menghentikan
Perkelahian terus berlangsung sengit. Hazel mengerahkan seluruh tenaga yang ia punya, tapi tubuhnya mulai kehilangan keseimbangan akibat serangan-serangan bertubi-tubi yang menghantam sisi tubuhnya. Nafasnya tersengal, dan reaksinya semakin melambat. Dua lawan sekaligus, itu bukan pertarungan yang adil.Satu pukulan keras dari belakang membuat tubuh Hazel terdorong ke depan, dan sebelum sempat ia berbalik untuk membalas, sebuah tangan kasar membekap mulutnya dengan kain untuk meredam suara teriakannya. Hazel meronta, menendang dan mencoba menggigit, tapi tenaganya tak cukup kuat.Srek!Dalam hitungan detik, tubuhnya diseret ke arah sebuah mobil hitam yang sejak tadi sudah terparkir tak jauh dari lokasi. Pintu mobil terbuka lebar seolah memang menunggunya masuk sebagai tawanan. Hazel ditarik ke dalam, tubuhnya dibanting ke jok belakang, dan tangan keduanya langsung diikat ke belakang dengan kasar.“Sialan kalian... Kalian tidak tau siapa aku!” bentak Hazel dengan nafas memburu. “Dengan
Hazel berdiri dengan tangan terlipat di depan perut, ujung sepatunya mengetuk lantai marmer butik mewah itu dengan ritme tak sabar. Pandangannya terus berpindah ke kanan dan kiri, sementara matanya sesekali melirik ke arah jam tangan seolah setiap detik yang berlalu mencuri kesabarannya sedikit demi sedikit."Sial… lama sekali." gerutunya pelan, cukup untuk didengar oleh siapa pun yang berdiri terlalu dekat.Sudah lima belas menit ia menunggu. Dan ketika batas kesabarannya resmi jebol, Hazel melangkah masuk ke dalam gedung butik berlantai tiga tanpa memperdulikan aturan yang mungkin berlaku di tempat itu.Lantai satu butik tampak elegan, penuh dengan koleksi busana mewah yang dipajang seperti karya seni. Namun Hazel tak tertarik sedikit pun. Ia melirik sekilas, lalu mengayunkan langkah cepat menuju tangga."Maaf, Nyonya. Lantai dua tidak untuk umum kecuali Anda memiliki janji dengan—"Hazel menggeser tubuh penjaga toko itu ke samping dengan gerakan cepat tanpa sepatah kata pun. Seolah
Langit masih gelap, jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Sementara sebuah kamar mandi yang berukuran cukup luas di apartemen Xavier, kini berubah menjadi tempat yang dipenuhi oleh lilin.Di dalam sebuah bathtub, dua orang duduk saling berhadapan. Cahaya lilin menjadikan momen diantara mereka terasa damai dan hening, terlebih air hangat yang membuat tubuh mereka lebih rileks."Apa yang Kevin katakan saat kalian bertemu siang tadi?" tanya Hazel membuka pembicaraan."Tidak lebih dari kekuasaan, Kevin mengincar Cosa Nera dan juga Black Viper, dan lagi-lagi selalu Black Viper yang orang lain inginkan dariku." ucap Xavier.Hazel memperhatikan wajah Xavier, ia tadi sempat mendengar pembicaraan singkat Xavier dan Christina kalau akan ada duel antara Kevin dan Xavier. Disisi lain, Hazel ingat saat sebelum ia terluka oleh serangan Kevin, ia sempat melihat pertarungan Xavier dan Kevin sama kuatnya."Bagaimana kalau kau nanti kalah dari Kevin?" tanya Hazel cemas, meskipun tau kalau Xavier lebih ku