Share

Pelelangan

Pandora mematut diri di depan cermin sedikit mendesah memperhatikan bahu terbuka dan dada yang menonjol penuh. Dia dipaksa untuk mengenakan off shoulder dress tanpa alasan yang jelas. Pandora tidak mengerti pekerjaan seperti apa yang mengharuskan dirinya berpenampilan seperti wanita dewasa.

Polesan make-up tebal, bahkan itu juga atas perintah ibunya, Aquela. Wanita yang memberikan rentetan kalimat pedas usai kepulangan Pandora dari Bristol ke Cambridge.

Kurang lebih tiga jam perjalanan jauh, seharusnya Pandora merapikan sisa pakaian yang biasa digunakan selama tinggal di asrama. Tetapi di depan pintu kamar Aquela sudah menunggu dengan ekspresi masam tidak sabaran. Terburu – buru Pandora meraih ponsel di atas meja, memasukkannya ke dalam tas selempang kecil yang bertanggar di tubuhnya.

“Kita akan ke mana, Mom?”

Mau tidak mau Pandora mendekat. Bertanya kepada Aquela yang langsung menarik lengannya kasar. Langkah Pandora nyaris kehilangan imbang terus dituntun menuju perkarangan rumah.

“Mom, jawab aku dulu!”

“Kita tidak punya pilihan, kau harus bekerja malam ini. Menunggumu mendapat panggilan interview sangat lama. Tabungan dan keuangan kita makin hari makin menipis, sementara pengobatan ayahmu butuh biaya besar.”

Aquela mengangkat tangan. “Jangan membantah, Pandora. Kau sudah sering melakukannya. Sering sekali membantahku. Sekarang kau harus menjadi anak yang berbakti setelah ayahmu sakit-sakitan dan tidak berguna. Aku bisa saja meninggalkannya kalau kau tidak mau menurut.”

Pandora meringis saat dia didorong paksa masuk ke dalam mobil. Sama sekali tidak melakukan perlawanan, hanya bisa menatap wajah dingin Aquela di kursi kemudi. Chris sangat mencintai Aquela, bagaimana mungkin Pandora bisa membiarkan ayahnya kembali menjadi pria kesepian.

Pandora mengerjap. Berharap ini bukan sesuatu yang buruk. Dia menggenggam jok mobil kuat. “Pekerjaan yang kau berikan, bukan pekerjaan yang buruk ‘kan, Mom?” tanya Pandora diikuti debaran jantung bertalu – talu hebat.

“Tentu saja tidak buruk.”

Kebohongan itu terlalu ahli, sama seperti pandai lidahnya menggoda pria beranak satu untuk dinikahi. Sudut bibir Aquela melengkung tinggi dengan tatapan terforsir ke depan, tetapi isi pikiran wanita tersebut melanglang liar. Mulai detik ini Pandora akan beradu nasib. Kenikmatan yang selalu ayahnya tawarkan—mungkin akan berakhir menjadi hal yang memilukan.

“Kau sangat cantik. Aku yakin tidak ada yang bisa menolak pesonamu.”

Begitu perjalanan dimulai. Pandora yakin kewarasan yang dimiliki akan dibanting habis, hanya menyisakan kegilaan Aquela yang tak pernah bersikap wajar kepadanya.

***

Dari awal Pandora sudah mewanti - wanti hal yang sekiranya akan terjadi. Sulur – sulur suara bisikan membuat dadanya bertalu hebat. Pandora mengedarkan wajah ke sembarang arah berusaha mencerna situasi saat matanya ditutup kain hitam dan tangan terborgol besi dingin. Dia dipaksa duduk di sebuah tempat begitu semua pandangan menggelap. Ntah siapa, jemari kasar terkadang menyentuh bahunya yang terekspos, seperti sengaja mencari kesempatan selagi Pandora tidak bisa melakukan apa pun.

Salam pembuka seorang juru bicara makin menambah debaran jantung. Pandora menelan ludah menerka – nerka apa yang akan terjadi berikutnya.

Penawaran dimulai dari harga limit!

Pandora tidak tahu bahwa seorang pria berjas hitam telah mengangkat tangan.

“1,2 juta poundsterling.”

Terdengar begitu mantap sebagai pelelang pertama.

Wajah Pandora seketika memucat. Apa dia dijual?

“Dua juta poundsterling."

Suara dari arah berbeda menambah nominal sebesar 800 ribu poundsterling. Sementara di sana juru bicara mulai membangkitkan atmosfer. Menciptakan jiwa saing kepada pengusaha lain.

“15 juta poundsterling.”

Pandora hampir tidak percaya mendengar uang yang ditawarkan sebegitu tinggi. Pria kaya mana yang bersedia menghabiskan kekayaan mereka dengan kegiatan jual beli? Mungkinkah mereka pria kelebihan harta, sehingga kehilangan cara sekadar menghamburkan bagian sisanya.

“30 juta poundsterling. Tapi dengan membuka penutup mata dan pakaian bagian atasnya di hadapan kami semua.”

Beberapa saat tidak ada sahutan yang membantah tawaran terakhir. Dengan tubuh bergetar ketakutan, Pandora berharap siapa saja, agar bersedia mematok harga di atas 30 juta poundsterling tanpa syarat. Dia tidak mungkin memamerkan bagian tubuh yang lain, sementara dress pilihan Aquela sudah cukup mempertontonkan lekuk yang begitu sempurna.

Namun, sampai hitungan mundur mulai mengudara bebas. Tidak ada satu pun yang berani bersuara—artinya, 30 juta poundsterling menjadi nominal tertinggi dan hal itu dimenangkan pria pemilik suara tenor.

No!

Bibir Pandora terbuka ingin menolak permintaan tidak masuk akal pria tersebut. Alih-alih dipaksa membuka separuh pakaiannya, dia justru menyadari derap kaki beberapa orang perlahan menjauh.

“Tidak mau. Lepaskan aku!”

Bunyi decitan kursi menarik perhatian Pandora. Haruskah dia bersyukur tidak menjadi wanita yang dilelang seharga demikian, tapi bagaimana nasib wanita yang dipilih untuk dipermalukan di depan umum?

Tidak jauh berbeda dari sebelumnya. Kelegaan Pandora tak tertahan lama tepat setelah penawaran dengan limit awal kembali dibuka. Riuh sorakan berhamburan begitu juru bicara menyebutkan patokan harga wanita berikutnya senilai 5 juta poundsterling.

“10 juta poundsterling.”

Pelelang pertama mulai mengajukan tawaran. Disusul nominal berikutnya yang bertambah dua kelipatan. Pandora menahan napas, semoga saja dia tidak terlibat atas apa pun yang berlangsung di sana.

Berusaha menulikan telinga Pandora menipiskan bibir sesekali bergerak tidak nyaman saat sentuhan kasar yang sama menyentuh pundaknya. Dia ingin marah, sebaliknya segala luapan kekesalan Pandora hanya bisa dipendam seorang diri.

“200 juta poundsterling.”

Semua orang terdiam, termasuk Pandora sendiri. Dia membeku sama sekali tidak percaya harga tertinggi menggaung bebas membungkam para pengusaha yang ada di sana. 200 juta poundsterling menjadi penjualan mutlak, tidak bisa diganggu gugat. Dia ingin tahu siapa yang sebenarnya terjual dengan harga sefantastis itu.

Anehnya, Pandora merasakan ikatan di tangan terlepas. Beberapa orang tiba – tiba menarik dan membawanya turun dari panggung.

“Aku mau dibawa ke mana?” tanya Pandora sedikit melakukan pemberontakkan kecil.

“Kau sudah terjual. Pria yang membelimu seharga 200 juta poundsterling memiliki hak penuh melakukan apa saja yang dia inginkan.”

Diam memikirkan pernyataan demikian. Apa yang dilihat pria kaya tersebut? Bagaimana mungkin gadis muda sepertinya ditunaikan secara luar biasa tinggi.

“Aku tidak mau!” Pandora berusaha keras mengempas cekalan di tangannya. Kesempatan yang ada dia gunakan untuk membuka kain hitam menutup mata.

Di mana Aquela?

Pandora mengedarkan netra hijau lumut memesona miliknya ke setiap penjuru tempat. Di sudut bagian kanan, Aquela terlihat berbincang dengan beberapa pria kekar.

“Mom.”

Pandora berlalu, memanfaatkan setiap peluang untuk menghampiri ibunya.

“Aku tidak mau dijual!” ucap Pandora. Berhasil menarik atensi orang – orang di sana.

“Apa yang kau katakan, huh?” Aquela mencengkeram lengan Pandora, setengah berbisik mengancam gadis itu untuk menuruti perintahnya.

“Kau harus ingat kondisi kesehatan ayahmu. Jika kita tidak punya uang, kita tidak akan bisa menebus obat untuknya. Kau mau ayahmu mati, karena penyakit jantung dan komplikasi sialan itu?”

Pandora menggeleng samar. Chris harta paling berharga dan bisa bekerja demi kesembuhan Chris, setidaknya itu yang Pandora inginkan. Tapi bagaimana jika uang 200 juta poundsterling yang mempertaruhkan seluruh kehidupannya, justru dimanfaatkan secara percuma oleh Aquela. Pandora sama sekali tidak mempercayai wanita berusia cukup muda itu.

“Aku akan kerja keras, Mom. Tolong jangan menjualku,” ucap Pandora memohon.

“Kau sudah dilelang. Mereka juga pasti sudah menyiapkan pembayaran di muka. Aku tidak mungkin dan tidak akan mau mengembalikan uang sebanyak itu demi dirimu.”

Aquela tersenyum kecil kepada pria yang menyorot wajahnya tidak sabar. “Putriku akan ikut bersama kalian setelah aku menerima 50 juta poundsterling sebagai jaminan.”

Benak Pandora menolak keras, sama sekali tidak akan membiarkan itu terjadi. Dia menggeleng keras. “Tunggu,” potong Pandora memberanikan diri memperhatikan wajah-wajah yang dibumbui guratan tajam. Keputusannya sedikit gila dan harus dilakukan.

“Aku akan ikut kalian.” Pandora berucap pelan “Tapi dengan catatan ... seluruh uang yang kalian berikan hanya bisa digunakan untuk kesembuhan ayahku. Dan aku mau itu dibuat secara hukum tertulis,” lanjutnya, kemudian menunduk. Pandora tidak punya pilihan, kecuali Aquela sendiri yang bersedia membatalkan kontrak jual beli itu.

“Pandora, kau—“

Ucapan Aquela terputus oleh tangan yang terangkat tinggi. Anggukan dari seseorang di antara pria berbadan besar meyakinkan Pandora bahwa pria tersebut yang telah membelinya. Bersyukur, tidak ada penolakan dari keinginan sederhananya. Pandora tidak perlu memikirkan sesuatu yang buruk atas kesembuhan Chris di tangan Aquela. Dia akhirnya berjalan ikut ke mana pria kaya raya itu akan membawanya pergi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status