"Oh ... tidak! Kiaraaa!"Tante Santi berteriak histeris. Disusul kedua putrinya yang juga ikut meledakkan tangis. Sementara Kak Sabiru dan Tara menerjang ranjang Kiara. Aku sendiri hanya bisa mematung. Sungguh syok melihat pemandangan ini.Kak Sabiru lekas memeriksa nadi Kiara di sekitar leher. Dirinya juga menempelkan jari di hidung Kiara."Tara, cepat angkat kakakmu! Abang akan siapkan mobil," titah Kak Sabiru segera.Tara menganguk tanggap. Pemuda itu lekas membopong tubuh kakaknya yang kian mengurus. Kak Sabiru sendiri gegas berlari kembali ke rumah. Aku mengekor dengan ikut melangkah panjang."Kamu di rumah saja! Kasihan Keanu," perintah Kak Sabiru begitu aku hendak membuka pintu mobilnya."Tapi, Kak, aku juga ingin-""Gak ada tapi-tapian. Keadaan lagi genting. Jangan membantah, ya!" sambar Kak Sabiru tegas. Mata tenangnya menatap serius. Dan itu suda
❤️❤️❤️Melihat Kak Sabiru meninggalkan makanannya yang belum habis, hanya demi memenuhi permintaan tidak wajarnya Kiara. Hatiku memanas. Tidak rela. Apalagi ketika mata ini menangkap betapa telatennya dia melayani Kiara.Sebenarnya aku ingin berteriak marah pada Kiara saat itu juga. Namun, hati kecil ini melarang. Sekarang bukan saat yang tepat. Biarlah dulu kusimpan rasa tidak nyaman ini. Aku tidak mau terjadi perdebatan dengan wanita bermulut silet itu. Maksudnya Tante Santi.Aku menarik napas dalam-dalam. Berharap oksigen yang masuk melalui hidung dapat menjernihkan pikiran. Saatnya berdamai dengan keadaan. Akhirnya, walau merasa amat keki kuberesi juga kotak-kotak makan ini untuk dibawa pulang kembali. Baru setelah itu aku masuk ke ruangan Kiara lagi."Kak, kita harus pulang! Aku takut Keanu rewel," ajakku mendekati Kak Sabiru yang masih setia duduk tepat
"Bila!"Tidak kuhiraukan panggilan dari Kak Sabiru. Ingin melihat seberapa tegasnya dia menghadapi sikap kekanakan Kiara padanya. Mengabaikan rasa lapar yang menyerang perut, aku berlalu menuju kamar Keanu.Memilih menyamarkan rasa melilit ini dengan membenahi kamar bayi itu. Namun, baru juga menapak tiga langkah, Kak Sabiru meraih tanganku. Membuatku menghentikan langkah dan berpaling malas padanya."Mau ke mana? Makan dulu!" suruhnya tegas."Aku bisa menahan rasa lapar, tapi untuk menahan cemburu itu berat, Kak," sahutku enteng.Kak Sabiru mendesah kecewa. "Andai saja waktu itu kamu mau bersabar, untuk pelan-pelan mencari donor mata dari orang lain. Mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini."Aku menunduk merasa menyesal. "Jadi Kakak menyalahkanku?""Bukan begitu!" tukas Kak Sabiru cepat. Tangannya langsung menaikan daguku agar mau menatapnya. "Permintaan Tama am
❤️❤️❤️Kak Sabiru melajukan mobilnya dengan tenang. Aku dan Keanu menemaninya di depan. Putra kami terlihat begitu senang. Bayi itu melonjak-lonjak terus di pangkuan selama dalam perjalanan.Di belakang ada Tante Mirna yang duduk bersisian dengan Rani. Kami terlibat perbincangan ringan. Dari gesture dan ucapannya terlihat Rani seorang gadis yang tidak banyak cakap. Pemudi itu tampak malu-malu saat ditanya seputar kehidupan pribadinya.Tidak terasa kami telah tiba di rumah. Usai Kak Sabiru memarkirkan mobil di halaman, kami berlima dengan Keanu gegas melangkah menuju hunian Kiara. Tante Mirna dan Kak Sabiru berdiri di depanku untuk mengucapkan salam.Tidak sampai tiga menit pintu rumah lekas terkuak. Wajah Tante Santi begitu semringah melihat kedatangan tamunya. Perempuan paruh baya itu memekik riang dan langsung memeluk mantan calon besannya dengan hangat."Kok gak bilang-bilang sih, Jeng? Kal
Suasana terasa begitu mencekam. Kiara terus saja menjerit menyaksikan ibunya meracau tidak jelas. Mungkin karena itu Rani yang tengah menenangkan Keanu kembali mendekat. Bayi itu sudah berhenti tangisnya. Lekas kuambil alih dari gendongan Rani.Rani sendiri langsung mendampingi Tante Mirna begitu Keanu kuambil. Dokter dan perawat itu membiarkan tubuh Tante Santi terlentang di sofa. Tanpa mengubah posisinya. Menurut Tante Mirna mengubah posisi akan memungkinkan pecahnya pembuluh halus di otak penderita.Tante Mirna juga mengatakan kalau Tante Santi mengalami gejala stroke. Pernyataan itu diperkuat saat Kiara mengiyakan riwayat hipertensi ibunya yang cukup berat. Gadis itu kian terisak-isak mendengar penjelasan Mamanya Elma.Isak tangis pilu dari mulut Kiara membuat susana kian menegangkan bagiku. Kak Sabiru sendiri masih mondar-mandir menghubungi ambulans. Hanya Tante Mirna yang masih terlihat tenang. Wanita itu membisiki s
💔💔💔Aku menghirup oksigen sebanyak mungkin. Menarik napas dalam-dalam. Menghadapi keluarga Kiara memang sangat menguras jiwa dan perasaan. Mereka begitu bar-bar dan semena-mena. Mungkin itu karena pengaruh sang ibu yang tiada hari tanpa mengomel.Dengan perasaan sedih bercampur kesal, kupungut rantang stainless yang di lempar Amara barusan. Tumpahan nasi beserta lauknya mengotori lantai teras rumah ini. Tanganku meraup remahan makanan yang tercecer itu. Lantas membuangnya ke tong sampah yang tergeletak rapi di pojokan teras ini.Lantai teras ini harus dipel supaya maksimal bersih. Itu tidak mungkin kulakukan mengingat pintu rumah yang terkunci rapat. Sehingga aku cukup membersihkan semampunya saja. Dengan tangan yang masih belepotan langkah kuderap menuju rumah.Merasa penat jiwa dan raga kuputuskan untuk tidur lebih awal. Sayangnya mata ini sulit terpejam. Bahkan segelas susu yang kuminum denga
Terima kasih untuk kesetiaannya dengan cerita ini. Semoga terhibur 🙏💔💔💔Aku tercekat mendengar permintaan mustahilnya Tara. Pemuda yang kupikir berbeda dengan saudara-saudaranya ternyata sama saja. Mereka hanya memikirkan kepentingan pribadi. Perasaanku seolah tidak berharga.Lekas kutarik tangan yang tengah ia genggam kuat ini. Tara kembali menatapku. Detik berikutnya wajah murungnya menunduk."Mama dan Kak Kiara adalah tulang punggung kami. Jika keduanya tumbang kami bingung harus berbuat apa?" ujarnya lirih berbalut sendu."Kamu anak laki-laki, Tara. Sudah sepantasnya kamu menanggung beban keluarga.""Ya, aku tahu," sahut Tara kian lirih. Kini ia tengadah. Seolah tengah menahan genangan air di kelopak mata. "Tapi ... tapi aku bukan pejantan tangguh, Mbak Bila." Tara menjeda omongan. Setetes lelehan be
Terima kasih atas kunjungannya. Semoga yang sudi buka kunci rejekinya lancar terus 🙏"Baiklah kalau itu keinginanmu, akan kupenuhi, Bila. Tapi tolong jangan pernah menyesali keputusan gilamu ini!" ancam Kak Sabiru dingin. Selanjutnya, pria itu berlalu pergi tanpa menoleh lagi.Aku hanya bisa menghembus napas resah setelahnya. Lelah. Kata itulah yang mendorongku untuk mengikhlaskan Kak Sabiru menikahi Kiara. Tekanan demi tekanan yang mendera membuatku goyah.Dadaku sesak setiap kali teringat permintaan Tara. Pemuda itu amat tertekan. Dia masih belum terlalu dewasa untuk memikul beban menghimpitnya.Kakak dan ibunya yang biasa menjadi penopang hidup telah tumbang. Sementara masih ada dua gadis yang perlu dibiayai. Sedangkan Tara baru juga lulus beberapa bulan lalu. Pemuda itu masih minim pengalaman.