Share

Flashback On - Cindy Elfareza

Aku bahkan tak berpikir tentang perceraian, kenapa Angela bisa sejauh itu? Oke, aku salah. Sering berbuat curang, mengkhianati satu-satunya perempuan yang selalu ada untukku selama ini. Semua itu hanya iseng, berpikir benar-benar kehilangan istriku bukan bagian dari rencana terstruktur di kepala.

Sejak dari Cindy, aku sama sekali tak berniat serius. Hanya bocah SMK yang digoda sedikit langsung mau, cukup dipancing perhatian palsu. Anggap melatih otak agar tak pikun, mengembangkan teknik kepiawaian dalam merayu anak gadis orang.

Ternyata masih ampuh, diam-diam aku terjebak pada balada kisah cinta terlarang. Saat itu, usia pernikahan kami baru dua tahun. Angela sibuk dengan urusan toko, sementara aku menjadi pegawai di instansi pemerintah.

Jangan disebutkan, nanti akan viral. Cukup rapi aku bermain kala itu, sangat hati-hati mengingat Angela memiliki daya peka tingkat Dewa. Dia selalu tahu setiap kali aku berbohong, akan sangat mencekam ketika hari-hari kami dalam kondisi baik-baik saja.

Seperti waktu itu, kita flashback, ya! Kembali pada masa perselingkuhan pertamaku, biar alur kisah ini jelas. Enggak semata-mata menyalahkan suami ketika terjadi masalah.

Tahun 2015 merupakan usia kedua pernikahan kami, aku pun merasa isi dari rumah tangga sebatas cek-cok mulut dan pemandangan muka cemberut. Angela bahkan tak semanis masa pacaran, dia jarang menanyakan kabar atau sekadar mengirimiku pesan saat di kantor. Bisa dibayangkan betapa membosankannya kehidupan baru ini.

Sebenarnya tak ada niat untuk mendekati anak PSG, tetapi melihat aksi mereka yang selalu menarik perhatian membuat hasrat iseng muncul. Aku mengamati lima orang yang sedang magang itu, salah satunya mencolok. Dandanan melebihi usia.

Kala itu belum ada istilah Skincare atau Bodycare, masih berupa nama ampelas muka. Setidaknya Angela mengatakan bahwa muka porselen akan menimbulkan efek kejang-kejang saat kerudungnya dibuka, benar saja. Anak yang berdandan mirip tante-tante beranak empat itu memiliki warna wajah dan tangan berbeda.

Terkadang istriku memang memiliki tingkat penilaian profesional, ia bahkan pernah menilai gadis yang kuincar. Bukan si Muka Porselen tadi, tetapi ada seorang lagi. Namanya Cindy Elfareza, dia lebih kalem kelihatannya. Namun, saat tanpa sengaja akun f******k dia muncul di berandaku, Angela langsung komen.

“Itu anak yang magang di tempat kerjamu, ‘kan, Mas?” tanya dia saat dengan bodohnya Cindy menyukai semua postinganku, sekaligus meminta pertemanan dengan Angela. Ia memang anak kecil yang berusaha menjadi dewasa sebelum waktunya, mengusik singa betina yang sedang duduk manis. Kesalahan paling fatal setiap selingkuhanku adalah penasaran pada istri sah.

Mereka tak tahu jika insting Angela lebih tajam dibanding tokoh idolanya, Detective Conan. Perempuan itu akan langsung mendapat sinyal, radar di kepala menangkap hal-hal mencurigakan hanya karena sebuah foto. Sementara Cindy, dengan pedenya mencari mati dengan terus mencolek Angela.

“Iya, kenapa?” Aku berpura-pura santai, padahal berdebar-debar. Kemungkinan ketahuan sangat besar mengingat Angela memang terbilang istimewa, bukan pakai telor terus diikat karet merah. Justru dia akan dengan mudah mendeteksi kebohongan seseorang hanya dengan berkomunikasi, bahkan lewat chat.

“Itu hidung kenapa mirip jambu monyet, jidat juga kek lapangan futsal. Dia foto pake HPmu, ‘kan?” Benar bukan? Tak akan keliru, Angela ini bak Cenayang. Dia mampu mengetahui setiap jejak yang kutinggalkan pada perempuan lain. Padahal jelas jika jarak tempat kerja dan rumah butuh waktu setengah jam perjalanan, kenapa dia bisa hafal hasil jepretan kamera yang di-upload di akun media sosial?

“Emang aku doang yang punya HP bagus?” Aku berupaya menyembunyikan dengan berpura-pura sibuk bermain game, dia hanya mengangguk-angguk. Seharusnya saat itu aku tak percaya pada sikap manisnya, Angela tak sejinak itu. Dia membuatku lengah.

Diam-diam, dia stalking akun Cindy. Mungkin setiap istri memang memiliki jiwa detektif atau aura anjing pelacak, Angela tak butuh waktu 24 jam buat menemukan bukti akurat. Dia cukup mendatangiku ke kantor untuk memastikan semua baik-baik saja, hanya sampai di luar gerbang. Belum menginjak lantai, tetapi kedok kami terbuka.

“Mas, aku di alun-alun. Ayo, ke Warung Pojok!” Dia menghubungi begitu mendadak, saat aku sudah membuat janji akan mentraktir Cindy dan keempat temannya. Apa Angela sudah tahu? Jika benar, seharusnya dia masuk dan melabrak. Kenapa suaranya santai dan meminta makan siang bersama.

Ternyata itu trik super jitu untuk membuat aku dan Cindy bertengkar, tak perlu menampakkan diri. Hanya membuatku terlihat bodoh saat membatalkan makan siang, Angela menguasai situasi dengan sangat baik. Dia bahkan tak marah ketika dengan tololnya anak-anak SMK itu juga mengunjungi rumah makan serupa.

“Mereka mengamati kita?” tanya Angela dengan santai sambil memainkan ponsel di tangan sembari menunggu pesanan datang, “Jangan datang kalau tak mau menangis di pojokan, hanya bocah ingusan begitu. Kadal kok mau ngelawan Buaya.”

Aku hanya diam, berpura-pura tak mengerti. HP bergetar, ada pesan masuk. Kulihat istriku anteng, jadi cepat kuperiksa ponsel keluaran lama. Sengaja memiliki dua alat komunikasi untuk melancarkan aksi perselingkuhan.

[Ini yang katanya sayang? Sayang sama istrimu saja! Bukankah kita sudah punya janji duluan? Pokoknya bayar makanan kami!]

SMS dari Cindy urusan enteng, aku langsung membalas setuju sambil menyematkan simbol hati padanya. Kulirik teman-temannya cekikikan. Namun, cepat bersikap wajar saat Angela menerima telepon. Tampaknya penting, baguslah. Dia akan segera pergi.

“Mas, kita harus pulang.” Dia berkata saat dua pelayan melintas di samping kami, kalimat macam apa ini? Kenapa tiba-tiba sekali.

“Aku masih kerja, enggak mungkin pulang begitu saja.” Tentu saja aku menolak, mana mungkin pulang sebelum memberikan rayuan maut pada anak SMK yang sedang kesal.

“Surat pengunduran dirimu sudah disetujui, tinggal ambil pesangon dan tas kerja. Ayo!” Dia berdiri dengan cuek, bahkan tak memberi kesempatan padaku untuk bertanya.

“Makanannya belum bayar.” Aku mengingatkan tentang pesanan kami yang tak datang-datang, Angela hanya tersenyum santai.

“Enggak ada yang memesan makanan, kita duduk di sini untuk menunggu Kepala Dinas datang dan menandatangani surat pengunduran dirimu.” Jawaban yang cukup cerdas, dari mana akal licik itu muncul?

“Tapi, tadi kamu memesan sesuatu pada mereka.”

“Enggak, aku hanya bayar sewa tempat duduk. Dari pada menunggu di luar, panas. Di sini lebih nyaman.” Sekali lagi, aku kehabisan kata. Dia menarik lenganku, tak mungkin menolak pergi saat semua orang memerhatikan.

“Lain kali, kalau mau makan gratis, mending ke lampu merah. Menjadi pengemis lebih baik daripada menjual diri dengan sepiring lalapan.” Angela masih berujar, cukup santai. Namun, melewati meja para gadis SMK. Jadi, dia sudah tahu? Sialan!

Aku menoleh pada Cindy yang tampak pucat, mereka memesan lima porsi menu utama. Siapa yang akan membayarnya? Mana mungkin aku balik kanan, bisa tamat riwayat ini. Lagi pula, siapa yang mengirim surat pengunduran diriku?

Pantas saja, seseorang sudah melambaikan tangan pada kami. Tas kerjaku ada padanya, senior yang sering dibicarakan para wanita. Pemuda lajang itu berlari pada kami, menyerahkan benda milikku lengkap dengan amplop cokelat.

“Terima kasih, Mas Efendi. Maaf, merepotkan. Sampaikan salam saya pada Pak Jay.” Angela mengambil amplop dan tas dari tangan pria lajang tersebut, mereka saling kenal? Sejak kapan? Kenapa aku baru tahu?

“Jangan berpikir dia mata-mataku di tempat kerjamu. Jangankan akun palsu, jadi arwah gentayangan pun aku tahu kalau itu kamu, Sun Hali.” Seolah bisa membaca isi pikiran, dia menegaskan tentang akun yang kupakai untuk bermesraan dengan Cindy selama ini. Aku tertangkap hanya karena akun kloning?

[Mas, kenapa banyak nomor baru yang menawar tarif? Apa yang sudah dilakukan istrimu?]

Apa lagi ini? Cindy mengirimkan pesan dengan kalimat tak jelas, tetapi lebih parah saat satu sambaran menyabotase ponsel dari tangan. Angela tersenyum, menggerak-gerakkan alat komunikasi tersebut. Kemudian menekan tombol panggil, sekali lagi menekan tombol speaker.

“Apa lagi, mau membuatku semakin kesal?” Tanggapan ini menyambut dari dalam telepon seluler, tampak jelas jika Cindy marah besar.

“Baguslah, kamu kesal. Hari ini nomor yang kusebar, jangan sampai harga dirimu kuobral.” Hanya begitu, tetapi panggilan dihentikan. Sekali lagi, Angela tersenyum. Menelanjangiku dengan tatap penuh kemenangan.

Benar-benar keterlaluan, dia membuat gadis kecil itu harus menghadapi teror dari laki-laki hidung belang. Aku harus menyuruhnya menghapus kiriman atau ... apa yang dia lakukan? Angela melempar ponsel ke arah kendaraan yang melaju dan sudah dipastikan nasib benda kesayanganku itu. Terlindas kontainer mustahil bisa utuh kembali, seperti perasaanku saat ini. Dicabik penuh rasa malu.

Dari sini kalian bisa menilai bukan? Siapa Angela dan siapa Dyo Kusuma? Aku sudah teraniaya dari awal. Masih mau tahu nasibku di perselingkuhan kedua? Kalian akan semakin muak pada Angela, aku jamin!

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status