Aku hanya bisa memukul kemudi, menoleh cepat pada Hera yang semakin menciptakan suasana mencekam. Ini bahkan bukan adegan horor, kenapa dia menjadi payah begini? Saat mendekatiku saja, bertingkah badai tanpa takut risiko apa pun. Sekarang?
Hanya dipergoki oleh Angela, langsung menjadi percikan shower. Mereka berbeda, aku tahu itu. Mustahil kusamakan setiap wanita yang pernah singgah dengan istri yang menemani selama tujuh tahun, lengkap masa pacaran tiga tahun. Jauh sekali, mereka bermain perasaan. Namun, Angela? Dia akan terlihat tangguh di setiap suasana.
“Berhentilah membuang air mata, kamu bilang bisa lebih baik dari Angela. Mana buktinya? Tunjukkan taringmu, Her!” Akhirnya aku kesal, bukan main dia bersikap bocah di usia kepala tiga. Apa kata dunia? Saat di atas ranjang menjadi pusat gempa, tetapi ketika ada masalah malah mirip kerupuk tersiram air.
“Mas, kalau kalian beneran cerai, aku akan dianggap pelakor.” Kalimat paling koplak, sejak tahun lalu sudah jelas gelar itu dia jadikan mahkota. Mengatakan padaku bahwa akan rela menjadi yang kedua, siri saja tak masalah. Namun, apa katanya? Tak mau dianggap pelakor. Lucu sekali wanita ini.
“Kamu turun di sini atau ikut ke rumahku?” Aku menawarinya pilihan, siapa tahu dia menjadi memiliki keberanian saat aku bersikap jantan. Ternyata Hera memilih turun di jalan, entah akan pulang bersama siapa. Tak mau ambil pusing.
Tujuanku sekarang pulang, mencoba memperbaiki semuanya. Menjelaskan tentu bukan suatu alternatif, berjanji tak mengulangi pun percuma. Angela telah mengatakan hal tegas, meminta perceraian. Sial!
Apa aku akan menukar berlian dengan rongsokan pasir? Bagaimana akan menjadi pria hebat ketika ada masalah hanya bisa menangis? Hera sialan! Mulut saja besar, nyali lebih mirip anak kucing di pasar.
Membanting setir, memasuki halaman. Tampak pintu rumah terbuka, kuatur napas. Sepertinya aku memang tak tahu malu, tetapi harus menyelesaikan semua ini. Menjadi ksatria, bukan melarikan diri.
Apa pun doa yang tertangkap ingatan kubaca, berharap Angela akan luluh. Namun, kaki baru akan menyentuh batas ambang pintu, wajah tenang nan cantik istriku muncul. Menahan diri lebih berani.
“Masih punya wajah untuk menginjakkan kaki di rumah ini?” Kenapa dia masih menyetel nada keren begitu, salahku membuat dia menghabiskan waktu menonton Drama Korea setiap malam. Terinspirasi dari karakter utama di sana, semua menjadi dingin. Katanya, itu keren.
Angela menerapkan karakter buruk tersebut, memiringkan kepala ke arah kanan. Memindaiku seolah barcode dalam diri telah berada dalam masa tenggang, tak terbaca oleh pemindai hingga dilarang masuk rumah. Begitulah situasinya sekarang.
“Maaf, aku ....”
“Bersujud.” Dia memotong perkataanku, mengedikkan dagu dengan kedua tangan berlipat di depan dada. Sikap macam apa ini? Dia menyuruhku bersujud? Wanita macam apa yang memiliki pola pikir demikian? Durhaka sekali.
“Aku suamimu, jangan kurang ajar.”
“Iya, suamiku ... sampai satu jam yang lalu. Sekarang, bukan lagi. Paham?” Angela mengibas tangan, “Jangan memohon padaku, tak akan berlaku.”
Dia tak main-main rupanya, sorot menikam dari dua bola mata menandakan keseriusan. Anehnya, aku tak berkutik. Geming, biasanya akan menerobos masuk. Mengabaikan setiap ucapannya.
“Aku masih suamimu, perempuan tak berhak mengakhiri pernikahan sepihak.” Akhirnya aku menemukan jawaban kalimat pembungkam mulut, dia pasti akan terdiam seperti dulu. Menerima dengan pasrah setiap takdir buruk bersamaku.
“Lalu?” Dia tampak sengaja menggantung kata-kata sembari memainkan kuku-kuku di tangannya, “Kamu akan terus bersikap tak tahu malu saat keberadaanmu bahkan tak dianggap manusia olehku? Jika begitu, masuklah. Tetap tinggal dan berpura-pura menjadi bangkai di rumah ini. Tebar aroma busukmu sampai mual menggiringmu merangkak menuju kematian.”
Apa dia bilang? Bahasanya begitu menyebalkan, pemilihan khas seorang Angela. Selalu mampu menikam relung hati tanpa pukulan, tanpa amarah. Namun, ia sanggup melukaiku hanya dengan ucapan.
“Kamu akan menyesal telah melakukan ini padaku.”
“Apa aku terlihat menyesal dari awal?” tanya Angela santai dengan posisi masih berdiri begitu angkuh, “Memilihmu adalah ujian buatku dan mempertahankan laki-laki tak tahu malu hanya akan menjadi kutukan paling sial. Jadi, tahu jalan keluarnya, ‘kan?”
Astaga! Aku kehabisan kata, kenapa dia begitu santai? Di mana hati dan perasaannya? Aku menjadi suami bukan hanya melakukan perselingkuhan, masih ada banyak hal yang kami lewati bersama. Tidakkah dia memikirkan semua itu.
Hanya karena satu kesalahan, dia melupakan kenangan manis bersamaku. Keterlaluan, Angela memang wanita tak berperasaan. Bukanlah wajar seorang laki-laki menyeleweng? Lagi pula aku tak pernah serius dengan semua wanita itu.
Aku iseng saja, mencoba merayu dan mereka mau. Hera pun sama, dia mendekat karena merasa nyaman bersamaku. Apa aku salah jika mencoba menyenangkan hati seorang wanita?
Mereka butuh perlindungan, aku hanya menjalankan peran. Memberi kenyamanan yang dibutuhkan, tak ada paksaan. Bahkan, saat ketahuan pun, semua baik-baik saja. Angela tak terluka, buktinya dia dengan sikap santai mengusir dan meminta perceraian.
Wanita ini pasti tak normal, dia memiliki kelainan. Di mana-mana, yang namanya istri sah akan menjambak para pelaku yang merebut haknya, bukan malah menjadi penonton. Istriku ini terlalu tenang, apa dia benar-benar baik saat ini?
“Kamu yakin akan bercerai denganku, tak mau berpikir ulang tentang kenangan kita?” Aku yakin, dia akan mengurungkan niat. Sebab, dialah yang lebih dulu datang padaku, mengatakan cinta di masa lalu. Mustahil mau bercerai!
“Ho’oh, aku yakin.” Jawaban yang benar-benar menyebalkan, terlalu pandai berpura-pura sampai terlihat begitu nyata. Aku yakin, dia akan menangis setelah aku pergi. Lebih baik pergi dari sini, membiarkan dia berpikir nyaman tanpa emosi.
“Baiklah, aku beri kamu waktu untuk berpikir. Jangan mengambil keputusan saat emosi, aku tetap ingin bersamamu. Sampai kapan pun.” Mencoba menjadi bijak meski harga diri harus terinjak-injak, dia akan melihat kesungguhanku setiap kali mengenang kebersamaan kami.
“Woi, Dyo Kusuma!” Kali ini ada intonasi yang cukup tinggi dibanding sebelum-sebelumnya, “Mau kuberitahu hal-hal jujur tentang kita?”
Benar bukan? Dia pasti akan mengatakan penyesalan saat aku memutuskan pergi, gayanya saja minta cerai. Ujung-ujungnya tak mau dipisah. Angela hanya bersikap angkuh demi menjaga sakit hatinya.
“Silakan, jika itu membuatmu lega.”
“Baiklah, karena kamu yang meminta.” Dia hanya mengangguk-angguk dengan gerakan bibir menyamping beberapa kali, “Harus kumulai dari mana?”
“Apa pun, asal kamu bahagia.”
“Oke, dengarkan baik-baik. Aku tak akan menarik setiap kata-kata yang keluar dari mulutku,” ujarnya memulai pembicaraan serius, “Sebenarnya ada banyak hal tentang kita yang harus dibahas, tetapi aku akan ambil alasan paling sederhana. Kita seharusnya bercerai sejak kamu ketahuan memiliki naluri binatang, karena manusia hanya diciptakan berpasangan dengan pemilik naluri serupa. Bukan makhluk jadi-jadian macam kamu. Maaf, aku terlambat mengatakannya. Namun, masa bodohku sudah usai. Silakan pergi dan sampai bertemu lagi di sidang perceraian.”
Pintu ditutup, aku hanya bisa membuka mulut lebar-lebar. Diakah wanita yang kuanggap tak tahu apa-apa selama ini? Kenapa pembalasannya begitu kejam? Apa setiap wanita memiliki kekuatan super di balik diamnya?
Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kalian pasti tahu, siapa korban dalam kisah ini? Itu aku, suami yang tersakiti!
***
Aku bahkan tak berpikir tentang perceraian, kenapa Angela bisa sejauh itu? Oke, aku salah. Sering berbuat curang, mengkhianati satu-satunya perempuan yang selalu ada untukku selama ini. Semua itu hanya iseng, berpikir benar-benar kehilangan istriku bukan bagian dari rencana terstruktur di kepala.Sejak dari Cindy, aku sama sekali tak berniat serius. Hanya bocah SMK yang digoda sedikit langsung mau, cukup dipancing perhatian palsu. Anggap melatih otak agar tak pikun, mengembangkan teknik kepiawaian dalam merayu anak gadis orang.Ternyata masih ampuh, diam-diam aku terjebak pada balada kisah cinta terlarang. Saat itu, usia pernikahan kami baru dua tahun. Angela sibuk dengan urusan toko, sementara aku menjadi pegawai di instansi pemerintah.Jangan disebutkan, nanti akan viral. Cukup rapi aku bermain kala itu, sangat hati-hati mengingat Angela memiliki daya peka tingkat Dewa. Dia selalu tahu setiap kali aku berbohong, akan sangat mencekam ketika hari-hari kami dalam
Ini kisah tragisku tahun 2015, ya. Kala itu, setelah ketahuan selingkuh dengan Cindy Elfareza. Sikap istriku terlalu tenang, tetapi kalian tahu peribahasa bukan? Tentang air yang beriak tanda tak dalam dan akan tenang dalam menghanyutkan, Angela ada pada poin kedua.Tanpa riak, tandanya murka dia begitu dalam sampai aku merasakan aura mencekam setibanya di rumah. Namun, tak ada pembahasan apa pun. Satu menit, dua menit, sampai malam hari. Tiada kondisi serius di antara kami.Namun, bocah SMK itu menerorku dengan berbagai macam amarah. Angela seharusnya memaklumi, Cindy hanya anak kecil. Masih gadis 17 tahun, belum layak bertanding dengan dirinya yang memang sudah malang melintang di dunia asmara. Kenapa dia harus menyerang anak semanis itu?“Makan malam sudah siap, Bubu Sayang.” Angela berteriak dengan nada manja, dasar wanita itu! Dia sengaja menyebut panggilan sayang Cindy padaku, pasti siap ribut malam ini. Ternyata ini yang ditunggu-tunggu. Akan
Membahas Angela tak akan ada habisnya, dia bagai rumus matematika. Sulit dipecahkan isi pikirannya, kenapa selalu mengetahui setiap kesalahan yang kuperbuat di luar rumah? Berbohong pun percuma, akan tetap ketahuan. Apa kepalanya berisi metal detektor?“Dari mana?” tanya ini selalu menyambut kepulanganku, tanpa senyum sejuk yang menghalau lelah. Seharusnya sebagai istri, Angela lebih mempelajari teknik memanjakan suami. Bukan meningkatkan performa menindas pasangan.Aku tahu, setiap manusia terlahir sebagai pemarah andal. Adakah avatar yang dinobatkan sebagai pengendali emosi? Jika ada, aku akan datangi agar Angela lupa pada nada untuk marah. Bosan setiap malam mendapat sambutan khusus.Dia tidak cerewet, tetapi sedikit menikam setiap kali melontarkan kata-kata. Tak heran jika lidah mampu membunuh tanpa perlu menyentuh orang lain, cukup menjadi pemilik kosakata sadis dengan pemilihan diksi paling buruk. Iya, seperti Angela! Dia begitu ahli dalam menebas perasaan da
Masih dari tahun 2017, saat aku sudah bekerja di salah satu Puskesmas. Memang ada seorang gadis cantik yang dekat denganku, tetapi kami hanya sebatas saling menggenggam tangan. Sebab, dia anak pondok yang menjaga sikap untuk jauh dari khilaf.Kami membahas hal seru di setiap tulisan yang kukirim padanya, Ayu sangat menyukai tulisan Angela. Dia bahkan, akan antusias dalam membahas adegan demi adegan yang seolah diciptakan begitu nyata oleh istriku. Tentu saja, gadis ini tak tahu penulis aslinya.Kukatakan jika seseorang membantuku membuat tulisan tersebut, aku juga menyabotase grup-grup menulis milik Angela. Kukatakan jika di sana Dyo Kusuma sering mengisi kelas online, bahkan dianggap sebagai salah satu penulis yang keberadaannya diperhitungkan. Kalian tahu responsnya? Ayu semakin berbinar-binar.“Bapak hebat, suatu saat Ayu mau sepeti Bapak.” Dia menunjukkan rasa takjub, memberi senyuman terbaik untukku. Lihat, senyuman! Hal paling indah yang jarang
Ini di tahun yang sama, kejadian 2017 lalu. Ketika aku masih bersama Ayu, santri asal pondok pesantren ternama yang dianggap alim nan lugu itu sudah dilepas segelnya oleh Dyo Kusuma. Bangga? Jelas, dong! Usia 28 tahun masih laku pada gadis.Sebenarnya malas sekali untuk dinas malam, tetapi daripada di rumah dan terlibat adu pendapat dengan Angela atau diabaikan olehnya hanya karena dia selalu curiga pada setiap alasanku betah di Puskesmas. Heran, dia selalu merasakan hal-hal yang menyudutkan, bisa enggak tak usah mempermasalahkan kesenanganku?Aku tak melakukan hal busuk, Ayu menyerahkan kehormatannya tanpa paksaan. Dia mau, kenapa justru menganggap para pria brengsek? Tingkat kebejatan seseorang selalu dinilai secara sepihak, apa akan terjadi sebuah dosa jika tak diberi celah?Jika memang aku satu-satunya pelaku kejahatan, dianggap tukang celup sana-sini. Apa si pemilik celupan terbebas dari kesalahan? Kenapa setiap perempuan selalu memaafkan khilafnya sesama,
“Dyo!” Panggilan ini sedikit mengagetkan, seorang bidan muda yang masih sukwan menepuk pundak. Dia tersenyum saat melihat tampangku, tak ada sopan-sopannya anak muda sekarang. Padahal umurnya jauh di bawah aku.Masih mending Shiva, mau memanggil 'Mas'. Eh! Dia tak menampakkan diri setelah menyerahkan diri semalam, servis luar biasa di kala tak terduga. Kejutan keren yang mampu membuat semangat menggebu pagi ini.Namun, di mana Ayu? Kenapa dia tak terlihat? Biasanya bus mini akan datang sebelum aku muncul di sini, tetapi sekarang malah belum menampakkan batang hidung.“Apa, sih, Meg?” Aku langsung menanyakan maksud sang gadis berbadan sintal datang di saat tak biasa, atlet voli Puskesmas itu pun hanya menyengir. Mirip kuda kebelet kawin, ada apa dengannya? Mendadak sok akrab begini, pasti ada maunya.“Kita selesaikan sekarang saja, ya?” Kalimat aneh ini cukup rancu, menimbulkan sedikit perasaan aneh dalam benak. Apa yang
Dalam suatu tempat kerja pasti akan sering terjadi hal-hal penuh kejutan, ternyata tak hanya kaum pria saja. Namun, Kambing Hitam paling mengenaskan selalu dari sisi kami. Padahal setiap kali hal ilegal terjadi diam-diam, mereka yang mau.Bukankah suatu kejadian dianggap bejat dan biadab ketika penuh paksaan? Aku bahkan sama sekali tak memaksa, justru mereka yang menggiring sosok suami mania sepertiku menuju lembah kecurangan paling mematikan. Keterlaluan!Menempati kantor baru, ruang sempit yang mengharuskan berdesakan. Tak betah di dalam, para lelaki lebih suka berdiam diri di luar. Menghabiskan waktu dengan bercengkerama atau sekadar bermain kartu, tak ada pasien serius. Hanya sesekali warga datang untuk memeriksakan diri.Shiva atau Mega tak ditempatkan di sini, Ayu juga mulai jarang datang. Tak ada hiburan sama sekali, membosankan bekerja jika terus begini. Aku berharap waktu segera berlalu, mengembalikan Ayu kembali sehingga semangat tak lagi bersembunyi.
“Puas?” sentakku saat kami tiba di rumah, memerhatikan perempuan yang tengah melepas kerudung panjangnya hingga menampakkan keseluruhan pesona. Memang dia tampak menarik dilihat sisi mana pun, bukan hanya sekadar bualan belaka. Kemungkinan rasa percaya diri super tingginya berasal dari wajah cantik yang terpancar nyata.Angela memiliki 1001 cara dalam menyikapi kecurangan demi kecurangan yang kulakukan, anehnya dia tak pernah mempermasalahkan hingga lanjut. Wanita satu ini menurutku terlalu tenang, ia akan bersikap santai setelah melakukan hal besar. Apa dia Psikopat?Seolah tak terjadi apa-apa, Angela akan melakukan setiap aktivitas seperti biasa. Sama sekali tidak terusik oleh Ayu, padahal dialah yang melaporkan kekasih hatiku itu. Sama seperti kasus Cindy, Angela hanya melakukan tugas sesuai porsi yang ia inginkan.“Apa kamu tak kasihan padanya? Dia dikeluarkan dari pondok!” Aku benar-benar gusar, bagiku sosok Ayu tak layak mendapat pe