Share

Kisah dari 2005

Ini kisah tragisku tahun 2015, ya. Kala itu, setelah ketahuan selingkuh dengan Cindy Elfareza. Sikap istriku terlalu tenang, tetapi kalian tahu peribahasa bukan? Tentang air yang beriak tanda tak dalam dan akan tenang dalam menghanyutkan, Angela ada pada poin kedua.

Tanpa riak, tandanya murka dia begitu dalam sampai aku merasakan aura mencekam setibanya di rumah. Namun, tak ada pembahasan apa pun. Satu menit, dua menit, sampai malam hari. Tiada kondisi serius di antara kami.

Namun, bocah SMK itu menerorku dengan berbagai macam amarah. Angela seharusnya memaklumi, Cindy hanya anak kecil. Masih gadis 17 tahun, belum layak bertanding dengan dirinya yang memang sudah malang melintang di dunia asmara. Kenapa dia harus menyerang anak semanis itu?

“Makan malam sudah siap, Bubu Sayang.” Angela berteriak dengan nada manja, dasar wanita itu! Dia sengaja menyebut panggilan sayang Cindy padaku, pasti siap ribut malam ini. Ternyata ini yang ditunggu-tunggu. Akan kukatakan semua alasan memilih pelarian di luar sana, biar dia merasa jika memiliki andil paling besar dalam kesalahan yang kuperbuat.

“Kamu apakan nomor dia?” Aku langsung pada intinya, dia sudah sangat keterlaluan. Menyebar nomor Cindy dengan promosi cukup bar-bar, seolah jual diri merupakan hal sederhana. Dipikirnya jual online!

“Emang ada yang japri kamu? Perasaan aku cuma sebar nomor dia. Oh, I see!” ujarnya dengan nada tanpa dosa, “Mungkin mereka kepeleset, nomor kalian kembaran. Beda satu digit doang, so sweet banget. Mau jadi couple goal? Ceraikan aku dulu!”

Dia meledekku bukan? Seolah aku tak bisa menemukan kesalahan untuk menceraikannya, sudah sejak bulan Desember dia bersikap sesuka hati, dan sekarang sudah Maret. Artinya, tiga bulan menelantarkan suami tanpa tanggung jawab.

“Kamu masih menganggap semua salah kami?” tanyaku dengan nada sedikit kesal, selera makan lenyap seketika melihat sikapnya yang hanya santai menyuapkan satu sendok penuh nasi dengan lauk favoritnya. Udang berbalur tepung, ada pula jenis sayuran yang ia racik dengan bumbu yang dibeli secara online. Sebagai penggemar drama Korea, Angela akan menciptakan apa pun di dalam tontonan kesayangan. Termasuk, jenis nasi campur yang menurutku cukup aneh

Namanya Bibimbap, bagi para pencinta serial drama Korea sudah tentu tidak asing lagi dengan jenis makanan yang satu ini. Memang sudah cukup populer dan eksistensinya sering menjadi idaman para pencinta kisah-kisah tak masuk akal dari negeri Ginseng tersebut. Termasuk Angela, dia begitu menyukai nasi campur ala drakor.

Pada umumnya, bibimbap ini adalah makanan sederhana yang berisi nasi putih, sayuran, daging, telur, dan tambahan saus gochujang. Dikreasikan dengan tampilan yang menarik. Untuk resep? Kalian bisa tanya istriku, saat ini aku sibuk. Masih memiliki amarah luar biasa padanya.

“Lalu, semua salahku, begitu?” balasnya dengan sikap suka-suka, yang aku herankan ekspresi di wajah itu sama sekali tak ada tanda-tanda terluka. Apa dia Psikopat?

“Setiap akibat tentu dimulai sebab!”

“Oke, kita bahas. Apa penyebab kamu dengan bodohnya mencurangi hatiku?” Angela menghentikan aksi makan, memandang serius dengan fokus lurus menatap suami tercintanya.

“Aku jadi begitu karena kamu mengabaikanku sejak bulan Desember.”

“Jadi, itu sebabnya?”

Masih berani bertanya, padahal aku mengatakannya dengan jelas. Apa masih merasa tak berdosa telah mengabaikan seorang suami selama itu? Bagaimana pun Surga ada di bawah kaki seorang pria ketika sudah menikah. Jangankan menolak keinginanku, dia merengut saja ... dosa tanpa batas.

Angela terdiam, aku tahu. Dia akan sadar setelah kukatakan semuanya, bukankah wanita sangat suka dimengerti? Aku mencoba memahami setiap apa pun kekurangan yang ia tonjolkan, masih kurang apa lagi coba? Ternyata ... istriku ini malah tak mau sadar diri!

“Kamu bilang tentang hukum sebab dan akibat bukan?” Mendadak dia mengulang apa yang kukatakan, trik licik macam apa lagi ini? Kenapa dia selalu menemukan alasan untuk memutarbalikkan fakta? Tinggal mengaku salah dan minta maaf, masih saja berbelit-belit.

“Apa itu sekarang penting?”

“Tentu saja, biar jelas. Siapa akar dari masalah ini?”

Kalian dengar bukan? Angela mana mau kalah, selalu mencari pembenaran. Apa setiap wanita begitu? Memiliki kebutaan hati parah, selalu melimpahkan kesalahan sesuka hati pada lelakinya.

“Tentu saja kamu, bahkan saat aku mencuci baju dan membuat makan sendiri. Di mana kamu?”

Angela tergelak, dia menertawakanku sekarang. Berani sekali! Sampai menunjukkan sikap kurang ajar level paripurna, keterlaluan. Dia sudah melewati batas, kalau kubiarkan bisa melonjak.

“Mas, aku rinci, ya. Satu per satu yang kamu permasalahkan sekarang. Dengarkan baik-baik, jangan meminta untuk mengulang setiap perkataan yang keluar dari mulut.” Angela mengatakannya dengan lancar, sama sekali tak memiliki rasa bersalah. Benar-benar mati rasa.

“Pertama, aku enggak mencuci. Kenapa? Kapan kamu beri aku uang buat beli detergen, sibuk dengan game sampai lupa pada kewajiban. Sekarang, kamu menuntutnya? Oke, kewajiban istri mencuci, dari mana sabunnya? Nyolong di rumah tetangga?” Begitulah dia, cuma tinggal nyuci saja pakai acara drama segala. Meskipun tak ada uang, bukankah bisa hutang dulu ke toko sebelah? Terlalu banyak alasan, tinggal katakan malas saja.

“Sekarang aku tahu alasan kamu enggak kasih uang, sibuk mentraktir anak-anak SMK dan beralasan gaji sukwan belum cair. Duit enggak seberapa kamu sok berselingkuh segala, terus uang hasil jualan mau aku belikan detergen? Aku masih waras saat kamu menggila, kenapa enggak kamu suruh anak SMK itu yang cuci baju?”

“Tapi, aku belum selingkuh waktu itu!”

“Belum mulai tepatnya, tapi sudah punya ancang-ancang,” timpalnya dengan wajah datar seperti biasa, “Kamu pamit tugas dinas di hari libur, alasan rapat. Ada instansi tetap aktif di akhir pekan? Jangan lupa, aku peringkat dua paling baik saat sekolah. Kapasitas otakmu buat mengadaliku tak akan mumpuni.”

Sialan! Dia menganggap aku bodoh. Pantas saja, hanya mencuci pakaiannya sendiri. Jadi, dia sudah tahu aksiku sebelum bulan Desember. Artinya, Angela tak mau masak karena kesal aku bohongi tentang gaji.

Padahal dia mengatakan gaji tak seberapa, seharusnya rela. Bukan malah membalas dengan hal kejam di rumah, membiarkan aku jungkir balik memasak dan mencuci baju sendiri. Disentuh pun tak menikmati, cara balas dendam paling menyebalkan. Kekanakan sekali!

Seharusnya jika gajiku tak banyak, ia tidak perlu mengungkit. Cukup mengikhlaskan, kapan lagi mau beramal pada orang lain? Lagi pula, aku hanya tak menyetor berapa bulan? Dasarnya saja perhitungan, padahal hasil toko sudah banyak. Dasar fakir syukur!

Namun, kenapa dia tahu aku berbohong tentang liburan yang kusamarkan sebagai rapat dinas? Padahal itu hari pertama kami pendekatan, Cindy lebih menarik dan dewasa saat mengenakan pakaian biasa. Makanya kudekati, ternyata mudah sekali. Cukup diberi sedikit rayuan gombal.

“Oke, aku salah. Maaf, sekarang kamu hapus nomor yang sudah disebar.”

“Jaminannya?”

“Aku enggak akan menghubungi dia lagi.”

“Kalau naikin?”

“Astaga!” pekikku tak percaya dia akan menyamakan Cindy dengan motor, “Kami belum satu bulan jadian.”

“Pedekatenya yang lama sampai belikan kacamata dan HP segala dari gaji yang tak seberapa, impaslah dengan gaji masak dan nyuci selama ini. Jangan hak terus yang dituntut, Tuhan juga menciptakan kewajiban. Penuhi dulu, baru meminta imbalannya.”

Hah? Istri macam apa dia? Berani sekali membantah perkataan suaminya. Begini ini yang akan menjadi penghuni Neraka! Pandai menyakiti hati seorang lelaki.

Kalian lihat bukan? Bukan aku pembuat masalah dalam keluarga, semua bersumber dari Angela. Wanita pemalas yang hobi balas dendam, tak mau menerima takdir apa adanya. Malah menyalahkan suami yang sedang diabaikan.

Masih mau mendengar kebusukan Angela? Belum muak! Beruntung dia punya aku, suami yang begitu pengertian dan sabar meski harus dihukum hanya karena tak memberi uang beli detergen.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status