Setiap orang tentu pernah melakukan satu kesalahan fatal dalam kehidupan, tetapi apa kesempatan kedua hanya dongeng pengantar tidur? Aku hanya sedang khilaf, menjalin hubungan dengan sahabat Angela karena kebablasan. Apa ini tidak bisa dimaklumi sebagai satu kesalahan wajar? Ah, Angela sangat berlebihan sekarang! Dia meminta perceraian sebagai metode balas dendam karena kecurangan yang kulakukan, tidak seharusnya kami berpisah hanya karena kesalaan tak terencana. Sebagai istri, seharusnya dia lebih bijak dalam menyikapi masalah. Hera hanya selingkuhanku, mana mungkin aku memilih dia yang manjanya tidak terkalahkan. Bagiku, berselingkuh adalah satu hiburan semata, pelepas penat ketika tak bisa bersenang-senang bersama istri sah. Satu kewajaran bukan? Lantas, kenapa dianggap begitu keliru oleh Angela? Dia bahkan, bisa memaafkan perbuatanku di masa lalu, saat bersama Cindy dan Ayu. Kenapa sekarang tidak? Apa hanya karena Hera merupakan sahabat terbaiknya? Ah! Kekanakan sekali jika Angela menanggapi hal ini begitu serius. Seharusnya dia lebih berpikir kritis untuk mengambil keputusan serius terkait perceraian. Aku, Dyo Kusuma, suami yang teraniaya. *** Kesempatan kedua? Aku sudah memberikannya, tetapi Mas Agam masih mengulang sekali lagi. Kali ini, tak tanggung-tanggung, dia melakukan hal terkutuk dengan Hera. Sahabatku sejak SMA yang datang kembali ke kehidupan karena bercerai dengan suaminya, siapa sangka jika benalu itu bernama kawan? Aku percaya pada mereka dengan separuh jiwa, nyatanya musuh dalam selimut jauh lebih mematikan. Tanpa perasaan serta otak. Tak mengapa, aku sudah merelakan Mas Agam untuknya. Silakan mereka melanjutkan investasi dosa tanpa batas, aku enggan memaafkan satu perbuatan menjijikkan yang sudah diulang berkali-kali. Memang kalau sudah terinfeksi virus selingkuh, akan susah kembali normal. Tekadku sudah bulat, bercerai adalah pilihan paling buruk dalam kehidupan. Namun, aku enggan membodohkan diri terlalu lama atas nama cinta. Biarlah, menjadi janda bukan satu kutukan takdir, setidaknya kedamaian akan mendekat setelah perceraian.
더 보기“Jadi, kalian menikamku dengan cara ini?” tanya ini datar, tetapi tatap nyalang itu mengisyaratkan amarah paling sadis. Tak ada air mata di sana, benar-benar ekspresi yang sulit diterima akal sehatku. Masih saja mampu terlihat elegan, di saat berada di titik rendah sekalipun.
“Maaf, Angela. Kami khilaf.” Berbeda dengan Angela, perempuan yang menutupi tubuh dengan selimut itu menunduk. Menyembunyikan wajah dari rasa malu, ada isak mulai tertangkap indra pendengar. Merasa bersalah mungkin.
Aku tak mau memihak, hanya mampu meraih boxer bermotif kulit harimau di lantai. Melenggang santai, tak perlu terburu-buru. Sudah ketahuan pula. Jadi, buat apa panik? Hanya tinggal mengukir praduga di ruang tunggu, tetapi masih melangitkan harapan. Semoga Angela hanya datang seorang diri.
Namun, jika mengingat karakter tegasnya, istriku ini tak mungkin melibatkan orang lain. Dia selalu menuntaskan setiap permasalahan kami dengan cerdas, seorang diri. Enggan menyeret siapa pun, termasuk orang tua kami.
Bukan karena ayah dan ibuku tak menyukainya, tidak pula karena di antara kami belum ada keturunan. Tujuh tahun menjalani kehidupan rumah tangga justru membuat aku paham betul, hasrat macam apa dalam diri ini. Bukan hanya alasan klasik, jenuh tidak mungkin membuat hati berpaling begitu saja.
Apa sudah tak ada cinta untuk Angela? Masih! Aku masih mencintainya, selayaknya perasaan pertama kali. Namun, pesona Hera bukan ilusi, mampu membius jiwa kelaki-lakianku.
“Khilaf?” cebik Angela mengulang kalimat yang dilontarkan oleh selingkuhanku, memang terdengar konyol jika harus menjadikan kata tersebut sebagai alasan dari kesalahan kami. Apalagi bagi wanita dengan tipikal pemikir logis, akan sangat ditentang.
“Apa khilaf sampai sejauh ini, di mana kalian tanggalkan kewarasan?” lanjutnya masih berujar tenang, memberikan kuliah gratis pada Hera. Perempuan dengan rambut yang sudah menutupi wajah hanya terlihat terguncang, meremas kuat selimut tebal berwarna krem.
“Kamu sahabatku, Her. Bukan orang asing yang tak tahu jika laki-laki ini adalah suamiku. Setidaknya tahan hasrat binatang dalam dirimu, demi kebersamaan kita.” Pemilihan kalimat yang bagus, berkelas. Namun, menancap kuat bagi si penerima.
Itulah Angela, perempuan yang kunikahi tujuh tahun silam. Kami pun melewati masa pacaran selama tiga tahun, tak ada yang berubah dari caranya menyikapi keadaan buruk. Tetap tenang, tidak menggebu. Sikap yang justru melipatgandakan rasa bersalah dalam diri.
“Hentikan, hal yang telanjur menjadi bubur mustahil bisa dikembalikan sebagai nasi.” Aku mencoba menengahi, tak nyaman berlama-lama di kamar hotel ini hanya untuk melihat dua wanita beradu emosi. Satu berceramah, lainnya menangis. Apa ini sinetron yang sedang disiarkan secara langsung?
“Mas, talak aku sekarang atau kalian akan menyesal setelah pintu kamar ini terbuka.” Kalimat ini masih mengalun santai, tanpa getar sensitif sedikit pun. Kenapa dia selalu mengagumkan hingga detik kehancuranku?
“Angela, jangan begitu. Kita bisa bicarakan semua ini, aku mohon.” Hera tampak gelagapan, lupa pada kondisi tanpa busana. Turun dari ranjang, mencoba mendekat pada Angela. Sial, situasi ini memaksa rasa sakit mendera kepala.
“Pakai dulu pakaianmu,” ujarku mengingatkan, mencoba membuat keadaan lebih layak disaksikan mata. Mana mungkin beradegan serius saat tanpa busana, sementara Angela terlihat rapi.
“Buat apa berpakaian? Kita sesama perempuan, tak usah malu. Lagi pula, dia sudah menikmati sesuatu yang ingin kamu tutupi. Apa masuk akal mau menyembunyikannya sekarang?” Lagi-lagi kiasan yang berkelas ia ucapkan, sarkasme. Hera hanya membeku, menunduk dengan dua tangan kesulitan menutupi bagian organ terlarang.
Kenapa dia bodoh sekali? Masih mendengarkan ucapan Angela yang jelas-jelas menindas, menunggu apa coba? Hanya tinggal menyambar pakaian, malah bergerak lelet.
“Hera, berpakaianlah.” Aku mendorong pelan tubuh perempuan yang justru terlihat sangat menyedihkan, memberi sensasi kesal berlipat ganda dalam diri. Ketika dia menghilang di balik pintu kamar mandi, aku mencoba bersikap jantan. Menghadapi emosi datar istri tercinta.
“Kamu mau bercerai?” tanyaku dengan tatap penuh selidik, mengamati wajah di depan mata. Membalas dengan sorot datar, kenapa tak ada emosi di sana? Apa dia akan benar-benar melepasku karena kejadian ini.
“Apa kamu layak dipertahankan setelah bertingkah menjijikkan begini?” Dia menanggapi dengan sikap santai, “Saat Cindy kamu naiki atau Ayu diajak melakukan dosa level tinggi, aku tak terluka. Ini Hera, dia sahabatku. Mustahil bisa kuterima sebagai satu kesalahan tak terencana.”
Kenapa lagi dia membawa kesalahan lalu? Menyebut para perempuan yang pernah tidur denganku setelah pernikahan, apa setiap wanita akan terus mengungkit setiap hal yang sudah lewat? Aku bahkan sudah lupa pada wajah mereka, entah kalau rasanya.
“Kita bicarakan kalau sudah di rumah, ayo pulang dulu.” Aku mencoba mendinginkan suasana, membujuk perempuan yang akan luluh pada sikap manisku. Nyatanya, senyum terbit di wajah cantik itu, tetapi aneh. Bukan mendamaikan, justru menakutkan. Apa ada kemungkinan dia sedang mencoba mengintimidasi dengan cara berbeda?
“Mas, jangan bercanda. Aku manusia, bukan robot. Sekali disakiti, kuanggap ujian. Naik ke level dua, kupikir bencana. Namun, tak mungkin seseorang bodoh permanen. Jadi, berhenti merasa paling dibutuhkan di dunia ini.” Angela memungkas kalimat dengan nada meledek, menggeleng penuh cibiran. Perempuan ini memang paling ahli melukai hati, tepat sasaran. Mendadak sesak mendominasi.
Hal menarik itulah yang membuatku cinta, tetapi dasarnya pria memiliki hal paling busuk dalam diri. Keserakahan yang mematikan, tak pernah puas, bahkan menganggap berkah dari Tuhan sebagai hadiah kecil saja. Sekarang, saat sosok paling hebat itu memilih pergi, aku baru merasa ketakutan.
Jangan tanya tentang penyesalan, sejak melakukan kecurangan hati. Aku sudah menyesal, tetapi saat godaan muncul. Anggapan tak akan ketahuan akan terus mengusik, berbisik manja sehingga telinga terbelai mesra oleh iming-iming kesenangan sesaat.
“Aku khilaf, beri kesempatan sekali lagi.” Aku memohon padanya, tak peduli jika Hera mendengar dari balik pintu kamar mandi. Bagiku, saat ini adalah Angela. Istri yang harus kupertahankan, bukan selingkuhan tak jelas kapasitas dan kualitas diri.
“Apa kesempatan menjamin kamu menjadi laki-laki setia? Ingat, Mas. Kesempatan itu sudah dua kali aku berikan, tentunya diikuti dengan selipan doa-doa terbaik di dalamnya. Ini jawaban Tuhan, peluang terbaik untukku terlepas dari suami menyedihkan macam kamu.” Pengucapan dengan artikulasi jelas ini membuat hantaman bertubi-tubi menerpa diri, menegaskan betapa rendahnya aku saat ini.
Pintu kamar mandi terbuka, Hera telah mengenakan pakaian lengkap. Namun, masih menyembunyikan wajah. Malu atau sudah tak memiliki muka di hadapan Angela.
“Kalian tuntaskan hasrat yang tertunda, investasikan dosa agar kelak abadi bersama di tempat paling jahanam. Sampai bertemu di pengadilan, Mas.” Angela akhirnya mengatakan kalimat pamungkasnya, ia berbalik sempurna. Sebuah sikap elegan yang manis. Sial, dia tetap memesona meski sudah mencampakkanku.
“Bagaimana ini, Sayang?” tanya Hera panik saat Angela telah menghilang di balik pintu, perempuan yang memang menjalin hubungan diam-diam denganku tersebut terlihat ketakutan. Bukan karena berpikir pada nasibku, tentu dia mencemaskan nasib dirinya sendiri.
“Tenanglah, jangan membuat aku ikut-ikutan panik. Kita telanjur khilaf, menyelam sekalian agar tak kalah oleh Angela.” Memang tak boleh menyerah, semua belum berakhir. Mungkin baru awal, aku akan menghadapi semua ini. Melirik Hera, haruskah dilanjut atau berhenti di sini saja?
***
“Kenapa mukamu begitu?” Tari mengerutkan kening sembari membuka pintu untuk memudahkan aku masuk, masih mau mengaitkan nama sahabatku dengan artis lagi? Tari Maharani, bukan ada tambahan Cut di depannya. Dia juga kagak ada sensual bin bak gitar Spanyol.Hanya gadis manis yang akan membuatkan ramen di saat muka ini kusut, bahkan disetrika pun belum tentu bisa balik kencang. Padahal umurku belum begitu tua, berkat Papa dan Angela semua terasa begitu melelahkan. Apa hidup memang sesialan ini?“Bagi link, dong.” Aku langsung menodong Tari dengan permintaan situs yang kemungkinan ia miliki, gadis itu langsung melempar bantal kursi. Apa lagi, sih? Orang cuma minta alamat sebuah video.“Dasar cabul!” Dia menggerutu sembari menuju dapur, pasti akan memasakkan mie instan bumbu setan. Baguslah, setidaknya kepedasan level Dewa mampu mengurangi rasa kesal akibat pertemuan panas dengan Ika.“Otakmu cabul, orang aku mau nonton lanjutan Mr. Queen. Lumayan ngademin isi kepala.” Langsung saja kubalas,
Pantas saja lelaki tua itu keblinger, langsung betah tinggal berjauhan dengan Mama setelah berjumpa perempuan ini. Naluri binatangnya memang mumpuni, pandai menilai tingkat kemurahan seorang wanita. Di depanku sudah duduk seorang perempuan bernama Ika, panggilan kelas atas yang menjadi simpanan Papa selama satu tahun terakhir.Jadi, dia manusianya? Penampakan fisik yang memang menggoda, seolah dicungkil dari dunia kamasutra. Layak menjadi bulan-bulanan nafsu liar, sangat menjijikkan. Cantik, tapi kalau rela dijarah gratisan ... tetap sampah!“Kamu mencariku kata Mas Bimo, ada apa?” tanya Ika sok akrab, padahal ini kali pertama kami bertemu. Profesional sekali. Apa gara-gara perempuan tak punya urat malu di depanku, papa sampai mulai meninggalkan rumah dan bermain tangan?“Iya, Mas Bimo mengatakan kalau Mbak Ika sudah tak melayani tamu karena akan menikah. Sebelumnya selamat, tapi ....” Aku sengaja menggantung kalimat, menunjukkan keraguan dengan tampang serius. Menghadapi wanita tak t
Ika bukan janda beranak tiga, dia tak bersuami lantaran mantannya memang sudah meninggal, dan belum memiliki anak. Jadi, jangan ada yang mengaitkan namanya dengan ketenaran seorang artis Ibu Kota. Sebab, setiap alur kisah memiliki narasi dan konflik berbeda, sekalipun premis mirip.Banyak pula yang protes akan nama papa. Ferdy S, profesi pun sebagai pengacara. Ya Tuhan, aku bahkan tidak bermaksud mendongeng mengenai nama-nama beken di Negara ini. Sampai ada ancaman bakal somasi dan sebagainya.Apa kemiripan sebuah nama dan profesi akan menjerat seorang anak ke dalam bui? Ini hanya kisah ayah biadabku, tentang sosok lelaki 55 tahun yang hobi mengoleksi perempuan berparas cantik nan glow up. Bukan mengenai pengacara andal yang sepak terjangnya menjadi sorotan media.Papa juga terkenal, tetapi sebatas pengacara lokal dengan berbagai skandal cukup memusingkan kepala. Sebab, sebagai anak, aku merasa menyesal dan malu terlahir dari perpaduan gen Ferdy S dan Julia. Apa kalian juga akan mempe
Kalian selalu beranggapan jika aku brengsek bukan? Semua itu bermula bukan tanpa alasan, mau tahu alasannya? Baiklah, kita mulai kembali menoleh ke belakang, terkait alasanku sangat memburu wanita.Hanya saja, sekarang kabar buruk lain menimpa. Ayahku akan kawin lagi, ada apa dengan pria itu? Dia mau bersaing denganku?Laki-laki yang mendapat gelar ayah itu tak layak disebut manusia, dia bahkan tega mengkhianati Mama. Wanita paling setia di dunia ini. Akan lebih baik kalau membuat pengalihan rasa kesal, dari Hera menuju perempuan lain.Usiaku memang sudah cukup matang serta telah memiliki istri, bahkan bersiap menduda kalau Angela nekat meminta cerai. Akan tetapi, bukan alasan untuk tetap diam saat ada yang mencoba merusak rumah tangga kedua orang tuaku. Singkatnya, perempuan yang sedang mendekati Papa adalah janda kesepian. Mereka berniat menikah tanpa tahu malu.Mama sudah tahu tentang kebusukan suaminya, tetapi memilih pasrah. Berharap keajaiban datang, sangat naif sekali. Di zaman
Kurasa tak perlu menunggu lebih lama lagi, nyatanya Tuhan tidak sedang ingin membuatku tenang. Bahkan, menciptakan sensasi aneh lainnya. Rasa kaget berlipat ganda harus kurasakan sekarang sembari mengerjap-ngerjap tak percaya.Sebab, sosok paling menjijikkan sudah berdiri di depan mata. Apa yang ingin dia lakukan sekarang? Kenapa harus muncul di hadapanku saat malas melayaninya?Lebih baik kuabaikan, buat apa juga meladeni wanita yang sangat tidak tahu diri ini. Akan lebih baik bagiku menghindar, bukan memberi peluang. Sebab, kami tak perlu menjalani kehidupan palsu lagi.Dia hanya akan menyisakan kenangan paling buruk, kedatanganku ke rumah ini hanya untuk menghindari Angela. Membuat istriku tidak tenang, tentu akan merenung di sana. Hanya saja, kenapa Hera pun menunjukkan sikap aneh?“Minggirlah, jangan mendekat padaku karena aku lelah.” Aku sengaja menekankan kalimat, mengingatkan pada sebuah penolakan menyakitkan.Hanya saja, saat hendak melewati, justru wanita itu mencekal pergel
Ini nasib sial, sekali lagi Tuhan menempatkan pada takdir paling buruk. Setelah semua yang menimpa diri, merasa telah dientas dari sengsara. Namun, hanya berpindah pada perundungan lain. Hera, si manis dengan perangai buruk. Artis yang layak mendapat penghargaan terbaik, enam bulan penuh mampu menyihir melalui karakter palsu.Aku terkecoh, tertipu oleh setiap senyum teduh yang ramah. Kesabaran dalam menenangkan, diikuti sikap lembut penuh perhatian. Semua itu hanya muslihat, ia bahkan tidak lebih baik dari Angela.Selingkuhan pemilik janji manis dengan kenyataan pahit, target yang hendak kubuat menyesal. Akan tetapi, justru aku dikejutkan olehnya. Bagaimana bisa tertipu oleh pesona yang kunilai tanpa kebohongan?Aku tak boleh terusik, tetap fokus pada tujuan. Sebab, kedatanganku padanya memang untuk mendapatkan kepuasan. Jadi, lebih baik tetap bersikap tenang meski berada di bawah tekanan kenyataan yang tidak diinginkan.Jangan sampai gagal sebelum melakukan aksi nyaman, apalagi targe
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
댓글