Share

FriendZone

Dasar, lidah tak bertulang!

Lain di mulut lain di hati!

"Nada? Lo kenapa?"

Pertanyaan yang sama lagi-lagi di lontarkan oleh Derren. Cowok itu tidak mengerti kenapa sejak kemarin Nadara bersikap seakan mengacuhkannya.

"Nada?" Panggil Derren lembut sembari mengelus rambut Nadara yang tengah menidurkan kepalanya di atas meja.

Derren tahu jika Nadara tidak tidur, walaupun cewek itu masih terus berusaha memejamkan matanya dan tak berkutik sedikitpun.

Entah kenapa mata Nadara terasa panas saat Derren mengelus rambutnya sangat lembut. Gadis itu menepis tangan Derren yang terus saja mengelus puncak kepalanya dengan sayang.

"Jangan sentuh rambut gue!"

"Kenapa?"

"Itu buat gue sakit,"

Derren mengerutkan keningnya. Sakit? Apanya yang sakit? Bahkan cowok itu hanya membelai rambut Nadara dengan sangat pelan, tidak menjambaknya.

"Lo kenapa sih, Nad?"

"Gue ngantuk, Der. Gih sana pergi." Jelas itu hanya alibi dari Nadara saja.

"Enak aja lo main ngusir, orang ini tempat duduk gue." Protes Derren

Derren ikut menidurkan kepalanya di atas meja, ia memiringkan kepalanya ke samping agar bisa berhadapan depan Nadara.

Derren tersenyum melihat Nadara yang terus saja memejamkan matanya walau tidak tidur.

Tangan Derren kembali terulur membelai rambut Nadara, seakan hal itu memang sudah menjadi kebiasaannya. Sesekali ia menyelipkan anak rambut Nadara yang menutupi wajahnya ke belakang telinga cewek itu.

"Dibilang jangan sentuh rambut gue!"

"Kenapa?"

"Sakit!"

"Apanya yang sakit? Cuma gue elus aja gak gue jambak."

Nadara terdiam sebentar lalu bersuara lagi, "Hati gue yang sakit," Lirihnya. "Nerima perlakuan manis dari lo," lanjut batinnya.

Derren menautkan kedua alisnya, sedikit kaget dengan mendengar perkataan Nadara, "Maksudnya?"

Nadara menggeleng, "Nggak, gak ada maksud."

"Gue nyakitin elo ya?" Batin Derren.

Cowok itu tersenyum kecil menatap Nadara yang tetap tidak mau membuka matanya meskipun sedari tadi sedang berbicara.

"Nadara?"

"Hmm?"

"Kalau misalnya gue suka sama lo, gimana?"

Nadara langsung membuka matanya dan melotot, kekagetannya bertambah saat baru sadar jika wajah Derren sangat dekat dengan wajahnya.

Nadara refleks langsung menegakkan badannya, "Ngaco lo!" Sahutnya.

"Ngaco apaan? Gue kan cuma nanya misalnya,"

"Kenapa lo nanya gitu?" Tanya Nadara yang tak habis fikir dengan pertanyaan Derren, pertanyaan yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Ya enggak, takutnya gue entar tiba-tiba suka sama lo. Bisa jadi, kan?"

Entah kenapa ada rasa sakit saat Nadara mendengar jawaban Derren.

Nadara tersenyum untuk dipaksa tulus, dia tidak ingin terbawa suasana. Bukannya dia hanya teman akrab Derren di kelas? Ya, hanya itu!

"Gak gimana sih, kalau entar misalnya suka sama gue. Hak elo kan? Lagian lo aneh-aneh aja. Gak bakalan kan, lo suka sama gue?"

"Gue suka sana lo, Nadara!"

Lagi-lagi perkataan itu hanya sampai di tenggorokan Derren saja. Kenapa rasanya sangat sulit bagi Derren untuk jujur mengungkapkan perasaannya?

"Iya juga sih, lagian gue pengen cari adek kelas aja."

Sialan!

Derren mengumpat dalam hati. Kenapa malah kalimat itu yang keluar dari mulut munafiknya?

Emang dasar lidah tak bertulang. Lain di mulut lain di hati!

Nadara tersenyum miris mendengar kalimat itu. Lagi! Hatinya terasa perih. Kenapa dengan Nadara? Apa benar gadis itu menyukai Derren?

"Sip!" Nadara mengangkat kedua jempolnya, "Lo kan emang suka sama dedek-dedek gemes."

Nadara tersenyum hingga matanya terlihat hanya segaris. Ada raut kekecewaan dari wajah Derren saat Nadara malah mendukungnya untuk mencari adik kelas saja.

Gak niat cemburu gitu?

Derren menepis pikiran yang tiba-tiba muncul di otaknya. Cemburu? Untuk apa gadis itu cemburu. Derren sadar jika mereka hanya sebatas sahabat kelas saja, dan itu membuat Derren marah pada dirinya sendiri karena tidak pernah bisa mengungkapkan perasaannya pada gadis yang tengah duduk di sampingnya itu.

----

Nadara membuka matanya perlahan. Dua jam pelajaran kosong di jam terakhir membuat dia dan Derren tertidur sangat nyenyak. Nadara menyipitkan matanya, sedikit pusing karena posisi kepalanya yang tidur di atas meja dengan menggunakan tas ranselnya sebagai bantal.

Gadis cantik berambut curly itu menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, mengedarkan pandangannya pada setiap sudut kelas.

Kosong!

Kemana perginya semua teman kelasnya? Apa sudah pulang? Kenapa hanya tinggal dirinya dan Derren yang masih terlelap dengan kepala yang di tempelkan di atas meja? Dan kenapa teman-temannya tidak ada yang membangunkannya?

Hendak Nadara merapikan rambutnya, terasa ada yang mengganjal di tangannya. Nadara melirik tangannya dan kaget saat mendapati tangannya di genggam oleh Derren.

"Apa waktu tidur tangan gue sama tangan Derren gandengan?"

Nadara melirik Derren. Cowok itu terlihat sangat nyenyak. Kenapa teman kelasnya tega meninggalkan mereka tanpa ada niatan membangunkan keduanya?

Nadara merogoh ponselnya di kolong meja dengan tangan kanannya, membiarkan tangan kirinya tetap bergenggaman dengan Derren.

Gadis itu melebarkan kedua bola matanya saat melihat waktu yang tertera di ponselnya, 16.02. Jam pulang sekolahnya pukul, 15.00. Jadi ia tertidur selama itu?

"Derren?" Panggil Nadara dengan suara yang masih sedikit serak.

Hendak Nadara menarik tangannya, genggaman Derren semakin kuat pada tangan gadis itu.

"Derren, lo udah bangun?"

Derren membuka matanya perlahan lalu tersenyum pada Nadara.

"Kenapa gak bilang kalau udah bangun?" Gerutu Nadara.

"Lo tadi manggil, jadi gue langsung kebangun."

Modus!

Satu kata itu tiba-tiba terlintas di pikiran Nadara.

"Ayok pulang!" Nadara menarik Derren.

"Bentar," cegah Derren menahan tangan Nadara.

"Apalagi? Bentar lagi udah gelap. Lo mau jadi penunggu kelas?" Sinis Nadara.

"Bentar dulu,"

"Kenapa lagi?"

"Gue masih pengen genggam tangan lo,"

Deg!!

Rasa hangat tiba-tiba menjalar di tubuh Nadara. Ada apa? Kenapa dirinya tiba-tiba bungkam?

"Nada?"

"Hmm?"

"Aku antar pulang ya?"

Nadara langsung melotot ke arah Derren yang sudah tersenyum sangat manis.

"What? Aku?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status