Share

5 Aku Tahu Motifmu Menolongku

Turun dari pesawat, aku tak bertanya apapun pada Pak Harvey, begitu juga sebaliknya. Bahkan dia meninggalkanku di belakang.

Hanya ada Panji yang siaga di sampingku, membantu aku turun dari pesawat.

Jujur, aku sangat penasaran sebenarnya, skenario apa ini, ada juga kekhawatiran, bagaimana kalau Raja Neraka ini menipuku?

Tapi aku segera mengusir pikiran-pikiran buruk itu, tak mau ambil pusing, ku sugesti otakku dengan afirmasi baik.

Selesai dari sini semua masalah keluargaku pasti beres!

Di seberang pesawat kami parkir, ada mobil sedan hitam menunggu. Aku paham itu pasti mobil jemputan untuk kami.

Dalam jarak tempuh sekitar 30 menit yang sunyi, mobil itu membawa kami masuk ke sebuah halaman bungalow.

Jelas sekali terlihat jika di dalam bungalow tersebut sedang ada sebuah acara.

Banyak dekorasi selamat datang berhiaskan bunga-bunga segar dengan tema warna soft purple.

Yang pertama kali terlintas dalam pikiranku adalah, kenapa diantara warna yang begitu lembut ini, gaunku berwarna merah menyala?

Astaga…

Ketika mobil berhenti di depan pintu masuk, dua penjaga membukakan pintu untuk kami.

“Terima Kasih.” Ucapku pada seorang lelaki tegap yang menyambutku keluar.

Mobil pun meninggalkan ku dan Pak Harvey.

“Mau apa kita disini Pak?”

“Menghadiri pesta pertunangan seseorang.”

Huft! Aku langsung bernapas lega. Artinya fix... Kita tidak untuk menikah disini!

“Colega ya?”

“No. My Ex.”

Apa?

Yang benar saja, buat apa coba dia menghadiri pertunangan mantan kekasihnya?

Cih!

“Ini konyol.” Ucapku pelan, sambil mencemooh.

“Apa?”

Eh, dia mendengar itu rupanya.

“Tidak Pak, saya hanya bicara sendiri.”

Aku sangat berusaha menutupi ekspresi kegelianku pada keputusannya untuk menghadiri acara pertunangan mantannya.

Bagiku ini konyol, menurunkan harga diri sendiri gak sih?

Kalau aku jadi dia pasti aku akan lebih memilih untuk diam saja di rumah atau mengerjakan pekerjaan lain yang lebih penting.

Saat aku terdiam beberapa detik untuk menetralisir ekspresiku, aku sadar Pak Harvey dari tadi memandangiku.

Reflek, aku pun bertanya, “ada apa, Pak?”

Dia tidak menjawab. Membuatku gelisah, Aku memegangi wajahku, ku pikir mungkin ada yang salah dari riasanku.

Tapi Pak Harvey tetap tak berkata apa-apa dan langsung saja menarik tanganku untuk diselipkan ke lengannya.

“Eh, eh!” Ucapku bingung karena merasa canggung.

Aku sempat agak melawan, menarik tanganku.

Rupanya aku yang tidak sadar, dia sejak tadi sudah menekuk sikunya mengisyaratkan agar aku menggandeng lengannya.

Tapi setelah aku ingat apa tujuanku mengikuti dia kemari, aku langsung pasrah.

Ingat Ily, ini cuma tugas negara! Titahku pada diri sendiri.

Ketika kami berjalan memasuki foye untuk menuju ruang terbuka dibelakang bungalow ini, para penerima tamu yang berjajar di sisi kanan dan kiri menyambut kami.

Aku malu dan tidak tahu harus bagaimana.

“Berjalan yang tegak, Ily!” Pak Harvey bergumam sambil terus tersenyum pada setiap orang yang menyapanya.

Seketika itu aku menegakkan punggungku. “Naikkan dagumu, luruskan pandanganmu!” Imbuhnya.

Seperti yang ia katakan, aku melakukannya.

Namun setelah aku menaikkan dagu ku dan menatap lurus kedepan, aku melihat bibir pantai yang indah. Sangat menakjubkan bagiku.

“Pantai!” Bisikku takjub.

Dari kecil aku sangat menyukai pantai.

Dari depan bungalow ini tidak tampak kalau ternyata tempat ini begitu dekat dengan pantai.

Namun, memang sejak turun dari mobil aku sudah mendengar suara deburan ombak. Pikirku itu suara mesin atau sejenisnya. Tak kusangka itu benar-benar ombak. Ini membuatku bersemangat.

Aku terus berjalan maju sambil tercengang melihat keindahan di depanku.

Indah, ini begitu indah… Aku terus berjalan mendekat ke pantai.

Rasanya sudah lama, semenjak kepergian orang tuaku, sekitar sepuluh tahun lalu. Baru kali ini aku melihat pantai lagi.

Dulu Ayah sering mengajak kami bertiga main ke pantai saat akhir pekan dan semua ini membuatku semakin merindukan mereka, air mataku sedikit menetes.

Aku segera mengusap air mataku dan seketika teringat, “bukannya tadi aku gandeng…”

Aku menoleh kebelakang, sedikit kesulitan menemukan keberadaan Pak Harvey. Namun mataku berhenti beredar ketika menemukan kerumunan.

Pak Harvey sedang di kelilingi banyak wartawan rupanya.

Ah, itu sudah biasa. Sebagai pebisnis yang sukses di usia muda, wajah Pak Harvey memang sering berseliweran di majalah bisnis. Semacam dikit lagi jadi artis gitu… Banyak sekali fans nya. Belum tahu saja mereka bagaimana kelakuan asli si Raja neraka itu.

Sepertinya Pak Harvey tidak sendiri. Dia bersama sepasang calon pengantin empunya acara ini.

Gila! Wanitanya begitu cantik, agak kebule-bulean.

Laki-lakinya juga tampan sih, serasi lah mereka.

Pantas saja Pak Harvey belum bisa melupakan mantannya. Serius, dia begitu cantik. Hidungnya mancung dan kulitnya selembut salju. Tinggi semampai body aduhai.

Baiklah, pikirku karena Pak Harvey sedang sibuk. Aku tidak akan mengganggunya.

Sepertinya dia juga tidak membutuhkanku. Jadi biarlah aku berada disini menikmati keindahan yang baru ku jumpai lagi ini.

Namun, tak seberapa lama, aku merasakan ada yang memeluk pinggangku dari belakang, kemudian menarikku posesif.

“Sedang apa kamu disini, hah?”

“Em, sa-saya…”

“Bukannya harusnya kamu sama saya dari tadi? Ingat, kamu sedang bekerja, bukan sedang tamasya!”

Sial! Dia benar-benar Raja Neraka, kemana perginya Mr. Bossy, pria lembut penuh kebijaksanaan yang selama ini ku kenal?

“Ta- tadi, saya mau menghampiri Bapak.”

“Hm, lalu?”

“Lalu saya lihat Bapak sedang bersama wartawan disana, ya saya gak berani kesana, Pak!”

Aduh, Aku meringis ketika saat ini Pak Harvey semakin mengeratkan rengkuhannya di pinggangku.

“Pak…” Kataku sambil menahan sesak, Aku meraih tangannya di pinggangku, “sesak ini, nanti saya mati disini, loh!"

Dia akhirnya sedikit melonggarkan lengannya.

“Mulai saat ini, kamu tidak boleh jauh-jauh dari saya, Mengerti!?”

Aku mengangguk.

Ya Tuhan, bencana apa ini? Apa tidak penuh siksaan dan kepanasan diriku setelah ini kalau tidak boleh jauh-jauh, apalagi sampai di bawa ke neraka sama Rajanya?

Aku hanya bisa diam dalam rengkuhannya, sambil deg-degan, terus saja ku pandangi ombak berkejaran di depanku agar merasa tenang.

Pak Harvey juga tak berkata apa-apa.

Tiba-tiba, dari arah belakang kami. Ada suara perempuan

“Harvey!”

Kami pun membalikkan badan bersamaan.

“Sudah kuduga, Prilly!” Ucap wanita itu ketika melihatku.

Untuk beberapa detik aku membeku.

Siapa dia? Dia mengenalku?

Namun setelah beberapa saat mengamati.

Astaga… Dia kan Bu Sellyn. Jendral Manager Adamindo Group.

Jadi, selama ini Bu Sellyn dan pak Harvey?

Seketika otakku traveling. Aku menutup mulutku dengan satu tangan.

Pantas saja. Sekitar satu tahun yang lalu, aku sering melihat Bu Sellyn lama sekali berada di dalam ruangan Pak Harvey. Bahkan suatu ketika, aku pernah melihat kancing baju kemeja Bu Sellyn miring, masuk di lubang yang salah.

Shit!

Aku benci pikiranku!

“Harvey!” Aku tersentak, Bu Sellyn tiba-tiba membentak Pak Harvey. “Dari awal aku sudah menduganya. Selama ini kamu cuek sama aku karna kamu ada main sama sekretarismu ini, kan?”

Heh, lhoh! Kok jadi gitu kesimpulannya?

Aku segera menyadari, mungkin Bu Sellyn berpikir begitu karena tangan Pak Harvey sedang memeluk pinggangku.

Cepat-cepat kulepaskan tangan Pak Harvey dari pinggangku.

Laki-laki satu ini kenapa juga tangannya memeluk pinggangku lagi setelah balik badan?

“Kalau iya memangnya kenapa?” Jawab Pak Harvey dingin. Tangannya kembali merengkuh pinggangku dengan lembut tapi posesif.

“Hah? Harvey!”

“Kenalkan, bukan sekretaris, dia kekasihku!” Pak Harvey berkata penuh keyakinan. Sementara aku ketakutan.

“Ti-tidak begitu, Bu…”

“Tidak kenapa, Sayang…” Aku berusaha mengelak, tapi ketika belum selesai bicara, Pak Harvey menyela bahkan tiba-tiba merengkuh leherku.

Secepat kilat, bibirnya menyambar bibirku. Membuatku mematung karenanya.

Aku masih belum sadar dengan apa yang terjadi. Hanya merasa semakin sulit bernapas dan bibirku yang terasa basah terjejali benda lembut juga manis.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status