Share

6 Pembalasan

Pagi ini aku merasa lebih segar meski jam tidurku terbilang kurang.

Sebelum subuh tadi aku baru sampai rumah dan baru istirahat setelah berjuang ambil peran dalam drama yang di sutradarai si Raja neraka kemarin.

Namun, ketika baru bangun tidur, saat nyawaku belum benar-benar terkumpul. Putra tiba-tiba masuk kamarku tanpa mengetuk pintu dan langsung menegurku.

“Kak, Kakak serius ada hubungan dengan Bos Kakak, Harvey Adam ini?” Putra menunjuk layar ponsel di tangannya.

Aku hanya menatap Putra tanpa berkata apa-apa. Otakku masih nge-lag.

“Kak, dia ini pengusaha terkenal. Kakak maupun keluarga kita gak selevel sama dia, Kak!

"Aku takut kalau Kakak cuma dipakai mainan sama dia!”

Seketika mataku melebar, “ngomong apa sih?”

“Ini…” Putra mendekat, memberikan ponselnya padaku. “Seheboh itu beritanya!"

Beberapa saat aku menatap layar ponsel itu dan membaca judul postingan “Ini Alasan Harvey Adam Ditinggalkan Tunangannya!"

Wah parah sih ini, kalau begini tentu aku yang paling dirugikan. Dalam kadus sejarah skandal bos dan bawahannya, pasti bawahannya yang dikira menggoda lebih dulu. Orang pasti mengira aku yang merayu si Raja Neraka. Padahal selama ini aku saja tidak tahu kalau sebelumnya Pak Harvey dan Bu Sellyn itu pernah bertunangan.

Oke, Aku membuang napas besar dan mengembalikan ponsel Putra padanya dan mualai menyadarkannya. "Heh, asal kamu tahu ya, kalau Kakak gak lakuin itu, hari ini kita sudah diusir dari rumah ini dan jadi gelandangan.”

Aku berdiri dari tempat tidur, berjalan menuju meja riasku dan merogoh tas besar yang ku taruh di kursinya.

Ku lemparkan sebuah map ke atas kasur.

Pandangan Putra mengikuti map itu.

“Tuh, udah ditebus sertifikat rumahnya.” Aku menunjuk Putra dari jarak sekitar dua meter, “jangan berani lagi menyentuhnya!”

Aku tahu, tadi Putra hanya merasa khawatir padaku, tapi aku benar-benar belum bisa menghilangkan sepenuhnya rasa kesalku padanya. Itu kenapa emosiku tersulut ketika dia menegurku.

“Oh..." Dia mengangguk patuh. "Aku kira…” ekspresinya seperti orang menyerah.

Setelah itu Putra langsung membalikkan badan dan meninggalkan kamarku.

Dari punggungnya aku pun paham, jika sebenarnya Putra merasa bersalah dan menyesal. Kasihan juga kalau di lihat-lihat.

Tapi aku tidak mau memperlihatkan rasa kasihanku. Bagaimanapun dia harus punya rasa jera agar tidak melakukan hal ceroboh lain hari.

Terdiam sejenak, pikiranku tiba-tiba kembali ke si Raja Neraka.

ini tidak bisa dibiarkan, Aku harus minta pertanggung jawaban padanya soal berita heboh ini… Dia itu punya kuasa, masak iya tidak bisa membendung berita buruk yang beredar tentang dirinya?

Aku tidak mau gara-gara berita ini, aku jadi dihujat banyak orang nantinya. Dianggap merusak hubungan orang atau parahnya dikatain Pelakor!

Kebetulan hari ini kami ada janji untuk bertemu, membahas soal kerjasama selanjutnya. Awas saja kalau nanti dia tidak mau membersihkan nama ku, akan kubuat skor kita jadi satu sama!

***

Sesampainya di perusahaan, aku merasa sedikit bingung karena kantor ini sepi.

Aku memutuskan untuk bertanya pada salah satu petugas kebersihan yang sedang bekerja dan katanya sebagian besar dari mereka termasuk Pak Harvey sedang berada di gedung putih.

Aku ingat, perusahaan sejak tahun kemarin memang menjadi sponsor utama pembangunan gedung putih. Sebuah perpustakaan yang berada di pusat kota.

Rupanya, hari ini gedung itu resmi dibuka dan Pak Harvey pasti disana untuk memotong pita peresmian.

Aku segera bergegas kesana dengan mengendarai taksi online.

Sesampainya disana, ternyata acara telah di mulai, pite juga sudah di potong dan semua orang berkumpul di halaman belakang gedung putih untuk mendengarkan sambutan dari pimpinan Adamindo Group.

Aku melihatnya dari kejauhan. Pak Harvey sudah berada di podium, dia bersiap untuk pidato di depan para tamu.

“Selamat Pagi, para tamu yang terhormat, teman-teman terkasih. Saya senang menyambut anda semua disini.”

Seketika, riuh tepuk tangan terdengar dari berbagai penjuru halaman terbuka ini, aku juga melihat Bu Sellyn dan tunangannya di barisan pengunjung.

Pesona seseorang yang sedang berdiri di podium saat ini memang terlihat luar biasa. Sayangnya, mau bagaimanapun dia tetap si Raja Neraka!

Lihat saja, aku akan menunggunya turun dari podium dan menuntut tanggung jawabnya, dia sudah menciptakan situasi yang membuatku tersudut.

“Sebelum kita bicara tentang bisnis, izinkan saya untuk meluruskan sesuatu.” Dia melanjutkan, “tentang berita “skandal” yang baru saja mencuat ke publik. Itu tidak benar!”

Apa? Apa maksudnya tidak benar, jelas-jelas kemarin di hadapan mantan tunangan dan banyak wartawan dia mengatakan kalau aku adalah kekasihnya dan dia menciumku.

Ini tidak bisa dibiarkan!

Seketika aku maju kedepan, entah dorongan apa yang membuatku menjadi pemberani. Aku hanya ingin melakukan apa yang ada dalam hatiku.

Tanpa ragu aku melangkah ke podium. Menatap lurus pada posisi dimana Raja Neraka itu berdiri.

Sempat dia menyadari kedatanganku dan melihatku.

“Kenyataannya…”

Kenyataan apa?

Aku segera mempercepat langkahku menuju podium.

Ini tidak beres!

Pasti dia mau lari dari masalah.

Begitu sampai di podium, aku langsung naik dan tanpa ragu menangkup kedua pipinya. Kemudian ku tutup bibirnya yang bicara seenaknya itu dengan bibirku.

Ku biarkan dia tenggelam dalam lumatan manisku.

Sejenak aku sadar kalau suara dari tempat penonton menjadi begitu sunyi. Mungkin semua orang disini sedang terkejut atas apa yang kulakukan.

Tapi aku tidak peduli, kemarin dia menciumku di tepi pantai. Tapi itu di Bali, di Bali banyak turis asing yang bahkan tidak tabu untuk berpakaian setengah telanjang, berciuman di tempat umum juga tidak ada yang peduli. Tapi tidak disini, ini Ibu kota.

Rasakan kau Raja Neraka!

Pembalasanku lebih memalukan dari apa yang kamu lakukan padaku kemarin.

Namun beberapa detik kemudian, aku merasakan kedua tangan Pak Harvey memeluk pinggangku. Astaga, dia menikmatinya?

Begitu aku melepaskan tautan bibirku, Aku baru menyadari kalau wartawan sudah mengelilingi kami dengan kamera yang terus merekam.

“Ikut saya!” Ucap Pak Harvey.

Dia menggenggam tanganku, membawaku berjalan menuju pintu masuk ke dalam gedung putih.

Beberapa teman kantor yang mengenalku berusaha memanggil.

“Prilly!”

“Prilly, ada apa inj?”

Tapi aku hanya diam melewati kerumunan itu mengikuti langkah Pak Harvey.

Tak lama setelah kami masuk, kami berpapasan dengan sepasang laki-laki dan perempuan. Wajahnya seperti tidak asing.

“Coki?” Aku menghentikan langkahku.

Pria di hadapanku yang sedang memeluk pinggang pasangannya ini seketika melirik tanganku yang sedang di genggam Pak Harvey.

“Lara?” Aku menyapa wanitanya. Dia mengangguk sombong.

“Pak Harvey Adam?” Ucap Coki.

Tapi Pak Harvey hanya menatapnya asing, seolah dia sendiri bingung, siapa laki-laki ini.

“Permisi Ily!” Sapa Coki.

Aku hanya mengangguk, mengijinkan dia untuk segera pergi dari hadapan kami, kemudian segera mengibaskan tangan Raja neraka ini.

“Lepaskan tanganku!”

“Siapa dia?”

“Pacarku.”

“Oh!” Dia mengangguk seperti mengolok.

“Mantan, mantan Pacar!”

“Oh, begitu... Oke,” Pak Harvey memasukkan kedua tangannya ke saku celananya. “Sekarang jelaskan, apa itu tadi!?” menatapku meminta penjelasan.

Sementara pikiranku masih teralihkan pada pertemuanku dengan mantan pacar juga mantan sahabatku sendiri. Sedang apa dia disini? Kenapa juga harus bertemu disaat yang seperti ini?

Otakku jadi tidak bisa mencetak jawaban untuk Pak Harvey.

Satu tahun yang lalu Aku dan Coki berpisah karena mengetahui Coki berselingkuh dengan sahabat ku sendiri, Lara. Iya... wanita yang bersamanya tadi.

“Maaf pak.” Hanya kata maaf jawaban yang bisa dihasilkan otakku sementara ini.

“Hah? Apa? Maaf?” Kedua alis Pak Harvey bertaut.

Qeqe Sunarya

Jangan lupa berlangganan untuk mendapat notif update novel ini ya... Dan terimakasih duah meninggalkan jejjak review di kolom komentar. Komentar kalian adalah semangat untuk kami para Author <3

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status