Aku Prilly, kata orang aku wanita mandiri, kuat, pekerja keras dan bisa diandalkan keluarga. Tapi mereka tidak tahu kalau aku hampir gila! Setiap hari aku harus menghadapi Bos di kantorku yang dingin, kejam dan suka menekan. Tingkahnya selalu membuat kami karyawannya mengelus dada, hingga aku menamainya si Raja Neraka. Dari situ aku sadar, kalau sekuat apapun seseorang, tidak mungkin bisa bersandar di bahunya sendiri, aku butuh seseorang yang mendukungku melewati ini semua. Hingga dalam kesepian dan depresiku satu tahun yang lalu, aku mendownload sebuah aplikasi dating dan berkenalan dengan Mr. Bossy. Kehadiran Mr. Bossy cukup mewarnai hidupku. Terkadang kami menjadi teman, ada kalanya dia menjadi penasehatku, penyemangatku. Bahkan kami juga kerap bertukar gairah dengan cara yang biasa di sebut phone s*x. Tapi sudah satu tahun kami berhubungan, tidak juga ada wacana pertemuan. Aku bingung! Hingga pada suatu ketika, musibah menerpaku. Aku terlilit hutang dan dalam kesulitan keuangan yang harus segera di bereskan. Mr. Bossy menawarkan bantuan dan kami memutuskan untuk bertemu di sebuah cafe. Dan setelah aku tahu siapa dia, saat itulah kekonyolan ini di mulai… Masalahku mungkin teratasi, tapi hidupku justru menjadi semakin pelik. Namun mungkinkah aku akhirnya juga baper?
Lihat lebih banyak“Kalau kamu sudah bosan bekerja untuk saya, silakan angkat kaki dari perusahaan ini, Nona Prilly!”
Aduh, kenapa lagi ini? Tiba-tiba wajah pemegang tahta tertinggi perusahaan ini berubah serius. Kedua mataku hanya bisa terbelalak takut. Sedangkan kedua tanganku meremas samping rokku dengan cemas.
“Ma-maksud Bapak?”
Atasanku bangkit dari tempat duduknya, Pria berbadan tegap itu mendekat ke arahku dengan kaki panjangnya. Manik wajahnya yang dingin membuatku semakin menciut saja.
“Ya Tuhan, ya Tuhan. Dia berjalan kesini! Salah apa lagi sih, aku?” Aku cemas bukan main.
Perlahan aku melangkah mundur seiring Pak Harvey yang makin mendekat, berharap tetap menjaga jarak darinya.
Akan tetapi, sayang, tanpa kusadari punggungku sudah mentok menyentuh rak buku.
“Sial!” Aku mengumpat lagi dalam hati.
“A-ada apa, Pak?” cicitku, Aku benar-benar tidak berani memandang manik cokelat Pak Harvey yang biasanya tanpa ekspresi dan memilih menunduk.
“Kamu.” Suaranya yang dalam menggelitik telingaku. Membuatku menahan napas. “Tidak sadar sudah melakukan kesalahan?”
Apa, Pak? Apa lagi memangnya salahku ini? Kan bisa diomongin baik-baik. Nggak perlu nakutin gini ini dong.
Namun, pada akhirnya aku hanya bisa berkata, “maaf, Pak. Saya kurang tahu letak kesalahan saya.”
Seketika itu Pak Harvey mengangkat tangannya, menunjukkan isian roti isi ke hadapan mataku.
“Astaga!” Aku melebarkan mata melihat isian roti di hadapanku. “Ma-maaf, Pak. Padahal saya sudah pesan kalau tidak pakai bawang bombay…”
Pak Harvey memelototiku, “Kenyataannya ada!” hardiknya. “Kamu tahu saya alergi bawang bombay kan? Atau memang kamu sengaja mau bunuh saya?”
Aku segera menggelengkan kepalaku.
Segampang itu kah membunuh anda, Pak? Cuma pakai bawang bombay.
Dari sudut mataku, di bawah aku melihat pergerakan. Rupanya kaki Pak Harvey sedang meraih sensor tempat sampah di samping kakiku, setelah penutupnya terbuka, dia menjatuhkan roti isi dari tangannya begitu saja.
“Kamu tahu orang macam apa yang paling membuat saya kesal?”
Aku tak berani menjawab, hanya menunduk. Bibirku gemetar.
“Orang yang tidak bekerja dengan baik, tapi menerima gaji mereka,” terang Pak Harvey dengan suara tenang penuh penekanan. Auranya semakin menakutkan.
“Lihat saya!” Bentaknya. Membuatku terkejut dan segera mengangkat wajahku.
Perlahan, Dia mengacungkan telunjuknya tepat di depan wajahku, “mereka, adalah parasit yang bisanya hanya menikmati uang dari saya. Pergi!” tegasnya.
Gila, sakit sekali dalam hati ini ditunjuk pas di depan muka seperti itu.
Berusaha tenang, aku melangkah mundur. Kemudian berbalik untuk keluar dari ruangan raja neraka ini, kembali ke mejaku dengan langkah gontai.
Putus asa rasanya, aku sungguh lelah bekerja di perusahaan ini. Aku tahu cukup sulit meraih posisi sepertiku di perusahaan besar seperti Adamindo Group, tapi sampai kapan aku bisa tahan kalau hampir tiap hari kena jilatan lidah api si raja neraka seperti ini…
Ya Tuhan… tak terasa air mataku sampai menetes.
Padahal sepagian ini aku sudah berusaha keras.
Bayangkan saja, aku berangkat dari rumah sejak pukul lima pagi. Pergi ke binatu dulu untuk mengambil jas milik Bos galak itu, membeli kopi di cafe langganannya dan memastikan kopi itu sampai di depannya dalam suhu tak kurang dari 70 derajat celcius.
Tapi apa… ada saja kesalahan yang membuat aku dimarahi bos yang picky dan perfeksionis itu.
Sumpah, satu tahun bekerja di perusahaan ini bagaikan bekerja di neraka.
Dalam keadaan seperti ini, rasanya aku sangat ingin menghubungi Mr. Bossy.
Ah… menyebut namanya saja perasaanku membaik rasanya.
Satu tahun ini dia lah yang memberiku semangat untuk bertahan bekerja di perusahaan ini. Meski kami belum pernah bertatap muka, tapi bagiku dia adalah kekasihku sebenarnya. Sayangnya nomor ponsel Mr. Bossy hanya aktif malam hari, jadi aku harus bersabar menunggu malam datang untuk menelponnya.
Sungguh, mimpi apa aku semalam hingga pagi-pagi aku sudah sesial ini. Tapi sepertinya aku tidak mimpi apa-apa. Aku tidur pulas setelah puas. Ah… Mr. Bossy.
Mungkin wajahku saat ini sudah memerah karena mengingat obrolan intim kami semalam di telepon. Iya, kami memang sering mengobrol panas untuk sekedar melepas stress, memuaskan hasrat masing-masing dan kami menikmatinya.
Baiklah, karena aku tidak bisa menghubunginya, saat ini aku hanya bisa berusaha menenangkan diriku sendiri dengan fokus pada pekerjaanku lagi ketika tiba-tiba ponselku bergetar.
“Ya, Put?”
Adik laki-lakiku menelepon.
“Kak, apa… Kakak punya uang dua ratus juta? Boleh pinjam dulu?”
Gila, apa-apaan ini. Aku langsung melotot mendengar nominal yang diucapkan adikku.
Enteng sekali dua ratus juta keluar dari mulutnya. Campur aduk rasanya, ingin marah, ingin menangis.
Setelah keluar dari toko perhiasan, Pak Harvey mengajakku ke sebuah restoran dengan pemandangan tepian laut ibu kota. Pelayan restoran disana langsung mengarahkan kami duduk di meja paling sudut di depan jendela besar yang sangat strategis menampakkan pemandangan laut dengan beberapa bukit yang menakjubkan.Begitu duduk, aku mengamati view istimewa restoran ini. Ini pemandangan yang luar biasa. Tapi aku heran, karena sejak datang, Pak Harvey justru sibuk membolak balik buku menu tanpa sedikitpun memperdulikan pemandangan disini dan membuatku bertanya.“Sejak kita duduk, Anda tidak sekalipun menoleh ke pemandangan sekeliling kita.”“Saya sering kesini, ini tempat favorit saya, saya sudah hafal diluar kepala bagaimana bentuk pemandangan disini.” jawab Pak Harvey sambil terus sibuk membolak-balik buku menu, sambil sesekali membalas pesan masuk di ponselnya.Aku bergumam, “Ini hal terbodoh yang pernah saya dengar di hidup saya.”Bagaimana tidak jadi hal terbodoh? Definisi dari tempat favo
Begitu Pak Fikri pergi, aku sudah tidak tahan untuk meminta penjelasan tentang pesta pertunangan ini.“Siapa yang mengizinkan anda memutuskan untuk mengadakan pesta pertunangan ini sendiri, pak Harvey?”Wajah pak Harvey seketika berubah tegas. “Kita bicara di dalam!” dia melangkah masuk ke ruang konferensi dengan aku di belakangnya.Begitu kami masuk, Pak Harvey menutup pintu, “Ily, jangan pernah meneriaki saya lagi!” tekannya.Aku meletakkan tas tanganku diatas meja konferensi dengan sedikit membanting.Dia pikir, cuma dia yang bisa marah disini dan aku akan takut, kemudian tunduk padanya?Oh, tidak!Aku semakin mendekat dan ku jenjangi tatapan mata Pak Harvey, “Lalu. saya harus berterimakasih, gitu? Setidaknya anda beritahu saya kalau akan ada pesta pertunangan. Bukan malah saya tidak tahu apa-apa seperti ini!? Apa—apa yang anda pikirkan tentang saya? Anda menganggap saya sebagai mainan anda? Anda pikir saya akan mengikuti apapun kemauan anda seperti kerbau dicocok hidungnya, begitu?
Setelah membeli cincin, aku pulang ke rumah menggunakan taksi online dan turun di ujung jalan besar, karena aku berniat untuk mampir membeli makan siang di warteg. Namun ketika aku berjalan melewati warung kaki lima di trotoar milik Mbak Lastri. Dia menyapaku, “Ily dari mana, cantik banget?” “Ini–” Aku baru akan menjawab sapaannya ketika tiba-tiba aku terkejut melihat apa yang ada di rak koran dan majalah hadapanku. “Astaga!” Aku ternganga. Ada fotoku yang sedang mencium Pak Harvey kemarin, sudah terpampang di sampul majalah. “Aa~ Mbak Lastri, kok gini?” Aku merengek protes padanya. “Kenapa Ily?” Dia melongokkan kepalanya keluar dari gerobaknya. “Aku pikir kita prend? Tetangga akrab gitu, tapi kok jahat~” Aku menunjuk majalah di depanku. Mbak Lastri mengerutkan dahi, “Lah, kenapa marah sama aku, memangnya aku yang tulis beritanya? Agennya titip itu, ya sudah aku taruh di tempatnya.” Sebenarnya kalau dipikir-pikir benar juga, Mbak Lastri hanya menerima ini dari agen, “tapi k
“Oke, lupakan! Saya akan memperkenalkan seseorang, mungkin kalian sudah kenal, tapi sekali lagi saya akan memperkenalkan dia sebagai tunangan saya.” Tangan pak Harvey menengadah menunjukku. Aku menganggukkan kepala menyapa mereka. “Dan pada saat yang sama, mulai sekarang dia akan menjadi asisten pribadi saya di perusahaan ini.” Di samping Bu Riri, aku melihat Bu Lena membelalakkan matanya, “Apa dia akan menggantikan saya?” dia panik. “Tidak Lena, Anda akan mengajari Prilly tentang semuanya, oke? Sementara ini anda akan bekerja satu ruangan dengannya.” Pak Harvey beralih, “Riri, Panji. Bisa ke ruangan saya sekarang?” “Lena, bantu Prilly mulai bekerja lebih lanjut!” Sesuai instruksi bos besar, kami pun membubarkan diri. Tinggal aku dan Bu Lena tersisa. Sebelumnya Bu Lena adalah seniorku, tapi entah keadaan macam apa ini, dalam waktu singkat, aku menggantikan dirinya bahkan satu ruangan dengannya. Aku tersenyum canggung padanya, “Jadi, kita mulai dari mana?” “Y-Ya, ayo pergi ke ru
Dengan terpaksa, aku mengikuti Pak Harvey untuk menemui Ibu nya. Gugup, tapi seperti biasa, aku tidak akan memperlihatkan sisi lemahku di hadapan orang-orang seperti mereka. Satu tahun kemarin aku sudah cukup menahan diri, tapi kali ini keadaannya berbeda, hubungan kita untuk saling menguntungkan. Bukan atasan dan bawahan secara harfiah. “Silahkan Tuan Harvey, Nona Prilly!” Ada seorang pria yang mempersilahkan kami masuk ketika tiba di pintu, aku rasa dia asisten Ibu Pak Harvey. Dia terlihat ramah, bahkan sedikit gemulai untuk seorang laki-laki. “Terimakasih Syarif!” Jawab Pak Harvey. Kami pun berjalan masuk melewati Ibu Pak Harvey yang sudah lebih dulu duduk. Aku mengikuti Pak Harvey dan duduk di sebelahnya setelah dipersilahkan. Wanita paruh baya nyentrik itu terus menatapku, melihat penampilanku yang kali ini sedang memakai baju semi casual, sesekali dia mencebik juga menghembuskan napas remeh. Di perusahaan yang sekarang dikelola oleh Pak Harvey memang tidak mewajibkan peke
Raja Neraka ini langsung tancap gas.Aku terhenyak. Seketika meraih sabuk pengaman dan memakainya sambil panik.Bodohnya aku… Kenapa juga tadi langsung masuk mobil terus duduk?“Apa yang Anda lakukan?” Aku meminta penjelasan dengan ketus padanya.“Dalam perjanjian, setiap pagi kita akan berangkat ke kantor bersama-sama!”“Dari mana Bapak tahu rumah saya? Astaga, konyol kalau saya menanyakan itu!” Aku langsung meralat kembali pertanyaanku.Mencari alamat rumahku bagaikan mengupas kulit kacang tanah untuk seorang Harvey Adam.“Tadi, Saya itu sedang menjelaskan tentang pertunangan kita di depan sahabat Saya. Apa susahnya turun menyapa mereka sebentar, Pak?”“Saya tidak tahu, lain kali saja saya menyapa mereka.” Ucapnya begitu santai, sedangkan aku benar-benar kesal padanya.“Yah! Itu harus!” “Harus kalau Bapak ingin drama ini berjalan dengan baik!”Sedetik Aku menghela napas untuk menenangkan diri, “ini masih jam enam pagi, mau kemana kita sebenarnya?” mendadak suaraku meninggi, emosiku n
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen