[Aku baru dapat kabar dari Rika kalau anaknya masuk rumah sakit. Apa aku boleh menjenguknya?]Hingga beberapa kali Farrel membaca pesan singkat dari Jessi. Membuatnya tidak fokus dengan meeting siang ini. 'Dia pamit denganku? Aku tidak salah membaca kan?'Pipi Farrel sampai merona. Ia bahkan tersenyum dan jadi salah tingkah sendiri. "Rencana yang sudah kita perbaiki hingga 3 kali ini, apakah sekarang Pak Farrel setuju?" Semua orang menatap Farrel. Mereka jadi keheranan sendiri dengan pengganti Regan tersebut. Padahal ini proyek besar mereka. Tapi semua orang merasa kalau Farrel tidak fokus. 'Kalau seperti ini terus, aku jadi mengira kalau kamu sudah menerimaku sebagai suamimu, Jessi. Terlalu banyak yang berubah darimu akhir-akhir ini,' batin Farrel. "Pak! Pak Farrel. Pak!" "Iya!" Farrel terkejut karena orang didekatnya memanggil dengan suara begitu keras. "Ada apa?" "Maaf, apakah semuanya perlu saya ulang? Menurut saya ..." "Setuju. Besok ajukan dana proyeknya agar rencana ini
"Opa hebat," puji Rhona sambil mengacungkan kedua jempolnya. Begitu sampai rumah, Regan mengajak Rhona makan lalu bermain. Entah sudah berapa permainan yang Regan ikuti. Meski dirinya tidak bisa, tapi Regan berusaha untuk mengikuti arahan Rhona. Apapun akan Regan lakukan agar dirinya bisa dekat dengan Rhona. Hingga sekarang Regan dan Rhona baru saja selesai bermain basket. Meskipun Regan sangat menjaga kebugaran tubuh, tapi usia memang tidak bisa bohong. Meski Rhona masih kecil, tapi Rhona seperti tidak kenal lelah. Bermain basket saja Regan hanya ala kadarnya. "Benarkah? Padahal Rhona yang sangat hebat. Sudah sabar dan mau mengajari apa yang tidak bisa Opa lakukan." "Rambut Opa sudah ada putih. Opa kan sudah tua. Tapi sejak tadi Opa temani Rhona bermain tanpa merasa lelah. Padahal teman Rhona di kampung, kakeknya tidak ada yang bisa diajak bermain bola begini. Itu artinya Opa hebat." "Karena setiap orang punya kesehatan dan ketahanan tubuhnya masing-masing. Kalau Rhona ingin seh
"Saya tidak percaya karena Bapak mempromosikan nama saya untuk naik jabatan. Saya sangat-sangat berterima kasih." Selama bertahun-tahun Rika menjadi seorang Office Girl. Meski beberapa teman seangkatan Rika sudah naik jabatan sejak beberapa tahun yang lalu, tapi dipindah tugaskan dikantor cabang, berbeda dengan Rika yang masih tetap begitu-begitu saja. Namun, meski begitu Rika tetap bertahan. Karena setiap tahun gajinya naik. Rika sampai berprasangka gajinya naik karena Farrel selalu merepotkannya dengan segala pertanyaannya tentang Jessi. Untuk karyawan seperti Rika, bukan hal mudah untuk bertemu dengan Farrel, kecuali jika dipanggil. Namun, kali ini Rika memberanikan diri meminta izin untuk menemui Farrel setelah dirinya resmi naik jabatan. "Saya juga berterima kasih padamu, Rika. Maaf, karena beberapa tahun terakhir, saya sudah merepotkanmu." Tidak masalah bagi Rika. Karena repot yang dilakukan Farrel pada akhirnya memberikan hasil yang tidak disangka-sangka. Namun, waja
Karena Farrel sedang di kantor dan Rhona sedang sekolah, Jessi memutuskan untuk membeli kebutuhannya sendiri. "Ini sedikit lebih baik kan?" gumam Jessi sambil memperhatikan beberapa baju tidur dan baju santai lainnya. Setelah mendapatkan beberapa pakaian yang Jessi inginkan, ia berniat segera membayar semuanya. "Eh!" Jessi terkejut dan spontan menyempar tangan seseorang yang menyentuh lengan tangannya tanpa permisi. "Maaf, siapa ya?" tanya Jessi sambil memberikan tatapan tidak suka pada perempuan bertubuh indah dan begitu seksi. "Apa kamu Jessi?" "Maaf, apa kita pernah bertemu?" Jessi terkejut karena perempuan yang dadanya terlihat begitu menonjol itu terlihat sinis menatapnya. "Kita memang tidak pernah bertemu, tapi kamu sudah berhasil menghancurkan hidupku dan rumah tanggaku. Dasar perempuan murahan." "Tolong bicara yang sopan ya. Kita tidak saling kenal tapi bisa-bisanya anda mengatai saya." Jessi jadi geram sendiri. "Namaku Dania." "Dania?" Untuk beberapa
"Emmm, masakan Mama selalu juara," puji Rhona sambil mengacungkan jempolnya. Jessi melirik ke arah Regan dan Carla sebentar. "Terima kasih, Sayang. Sudah, kita makan dulu." "Enakkan Opa masakan mama?" "Enak sekali. Jessi memang suka memasak? Papa suka sama rasa sambalnya." "Bukan yang suka sekali sih, Pa. Hanya kalau memungkinkan, saya usahakan untuk masak." "Kamu tidak memberikan Art untuk istrimu, Farrel?" "Ada, Pa. Hanya saja Art khusus untuk bebersih dan mengurus pakaian saja. Itu juga tidak setiap hari datang ke sini. Papa jangan salah paham ya. Jessi tidak selalu memasak. Kami juga sering beli makanan." "Baguslah. Jangan sampai kamu menikahi perempuan hanya untuk kamu jadikan tukang masak." "Mau yang ini?" tanya Farrel karena menolong Jessi yang tidak sampai mengambil salah satu menu. "Lagi?" "Cukup. Terima kasih." Tindakan Farrel pada Jessi tidak luput dari perhatian Carla. Ia jadi merasa kalau anaknya memang sudah cinta buta pada Jessi. "Sambal ini sepertinya cocok
'Kenapa perasaanku seperti ini?' Begitu Farrel pergi, Jessi segera membereskan belanjaannya. Awalnya Jessi akan mengikuti perintah Farrel untuk memesan makanan. Namun, pada akhirnya Jessi memutuskan untuk memasak beberapa menu. "Kamu masak?" "Eh!" Jessi sampai terkejut. Apalagi sekarang Farrel berdiri dibelakannya. Jarak yang begitu dekat, membuat tubuh mereka bersentuhan. Jika dulu, saat momen seperti ini Farrel akan langsung memeluk Jessi dan mengusik pekerjaan Jessi, hingga terbengkalai. Sekarang, hal itu justru menjadi ingatan yang membayangi benak Jessi. "Iya," lanjut Jessi. Ia gugup tapi berusaha biasa saja. 'Apa yang kamu pikirkan, Jessi?' Jessi berusaha menyadarkan diri sendiri. "Kenapa kamu suka sekali merepotkan diri? Apa yang bisa aku bantu?" Farrel mulai melipat lengan kemejanya. "Aku bingung mau memesan makanan apa. Aku juga tidak tahu makanan kesukaan papamu apa. Lagipula aku tadi sudah janji mau memasakkan sesuatu untuk Rhona. Jadi sekalian saja."
"Yang diajak pergi sama opa itu tadi siapa, Ma?" tanya Rhona. Meski Jessi sudah menarik Rhona agar mereka segera ke atas, tapi Rhona masih menoleh kebelakang. Dan sekarang Rhona terkejut dan menahan rasa kecewa karena Regan pergi tanpa berpamitan padanya. "Opa?" gumam Jessi. Dirinya masih sangat terkejut dengan situasi yang baru saja terjadi. Sampai detik ini, Jessi bahkan belum pernah berkhayal akan bertemu dengan orang tua Farrel. Atau bahkan berharap diterima mertuanya tersebut. Karena Jessi cukup sadar diri. "Padahal opa belum selesai bermain dengan Rhona. Siapa orang tadi, Ma? Kenapa orang tadi sepertinya memarahi papa?" "Itu ..." Jessi bingung mau menjawab apa. Kalau dirinya memberitahu Rhona siapa Carla, Rhona pasti terkejut. Mau sekarang ataupun nanti, Rhona pasti akan tetap terkejut. "Itu oma, Sayang. Omanya Rhona." "Farrel." Jessi tidak percaya kalau Farrel akan langsung berkata jujur. "Oma? Tapi kenapa oma memarahi Papa?" "Oma marah ke Papa karena Papa
Beberapa bulan yang lalu, Carla memergoki Farrel yang sedang menatap cincin diponsel. Membuat Carla mengira kalau Farrel sedang dekat dengan seseorang. Karena penasaran dan tidak sabaran, Carla langsung menanyai Farrel. Namun, kala itu Farrel mengaku kalau ia sedang menilai cincin yang akan dibeli oleh temannya. Saat itu, setelah mendengar jawaban Farrel, Carla menahan rasa kecewa. Lagi-lagi harapannya pupus. Namun, sekarang setelah melihat cincin yang melingkari jari manis Jessi, membuat Carla jadi menduga-duga. Tanpa ragu, Carla langsung mengikuti Jessi. "Apartemen ini?" gumam Carla. Sebelum keluar mobil, Carla menutupi kepala dan wajahnya menggunakan kain panjang yang ada di dalam mobil. "Dulu dia menjalin hubungan dengan Farrel diapartemen ini. Apakah dia sudah tinggal di sini? Tapi Farrel bilang sudah menjual apartemen ini kan?" Setelah melihat tujuan lantai Jessi, Carla segera memasuki lift karena tidak ingin kehilangan jejak Jessi. Namun, meskipun dirinya kehilangan
Regan sudah meminta seseorang untuk membuntuti Farrel akhir-akhir ini. Namun, Regan tidak mendapatkan informasi yang memuaskan. Regan merasa kalau orang yang ia suruh telah menutupi sesuatu. "Sudah selesai meetingnya?" tanya Regan saat baru saja Farrel keluar dari sebuah ruangan. "Eh, Papa!" Farrel terkejut sekaligus keheranan. Untuk kepentingan apa Regan berada di sini. Namun, dirinya tidak berpikir yang tidak-tidak. "Sudah, Pa. Emmm, aku keruanganku dulu, Pa!" "Mau pergi kemana kamu sebenarnya?" gumam Regan karena melihat Farrel melangkah begitu cepat. Sesuai dengan dugaan Regan. Baru saja dirinya memasuki mobil, Farrel juga sampai basement dan langsung melajukan mobil. Tanpa ragu, Regan mengikuti mobil Farrel menggunakan mobil temannya. Karena Regan tidak ingin jika Farrel sampai curiga padanya. "Kenapa dia ada di sini?" Jantung Regan rasanya sudah berdetak tidak karuan. Karena sekarang ia sudah berhenti disebuah sekolahan dasar. Deg. "Apa-apaan ini? Anak sia