Share

Kandang Orang Gila

"Mereka semua bersengkongkol ya? Sudah gila!" Mayleen tidak bisa berhenti menggerutu sejak dia keluar dari rumahnya, sampai tiba di kantor.

Kenapa semua orang begitu terobsesi dengan yang namanya pernikahan? Mayleen pasti akan menikah kok, di waktu yang tepat nanti. Dan pastinya dengan pria yang tepat.

Devin tidak pernah masuk dalam pertimbangan Mayleen, sekalipun!

Sambil masih menggerutu dalam hatinya, Mayleen mengambil tas yang dia letakkan di kursi belakang dan bergegas masuk ke dalam kantor untuk memulai rutinitas kerjanya.

Masih tersisa 15 menit sebelum jam masuk kerja dimulai. Itu waktu yang lebih dari cukup bagi Mayleen untuk tiba di meja kerjanya yang ada di lantai 4.

Tapi, kejadian tidak terduga terjadi. Saat akan masuk ke lift yang ada di lobi, matanya menangkap sosok yang sangat familiar sedang menuju ke arah lift dari pintu masuk. Bukan hanya familiar, Mayleen sangat mengenal sosok itu, dan sedang berusaha untuk menghindarinya.

"Sial! Kenapa dia harus berangkat sekarang? Nggak tepat banget!"

Karena merasa panik akan ketahuan oleh Devin, Mayleen memutuskan untuk mengambil jalan lain, yaitu lewat tangga darurat.

Tidak apa jika dia harus naik ke lantai 4 lewat tangga, dibandingkan harus bertemu dengan Devin di dalam lift.

Mayleen masih akan menghindarinya. Sampai dia bisa memutuskan akan berhenti dari perusahaan ini.

"Kenapa harus sekarang sih?" Napas Mayleen tersengal karena harus naik tangga ke lantai 4.

Apalagi, dia mengenakan sepatu dengan hak yang tinggi. Rasa capek yang dialaminya bertambah 2 kali lipat karena itu.

Setibanya di lantai 4, Mayleen buru-buru duduk ke meja kerjanya. Napasnya masih belum stabil sampai saat ini.

"Gara-gara orang itu!" Mayleen jadi kesal sendiri setelah mengingatnya. Hanya karena ingin menghindar dari Devin, dia harus berkorban dengan naik ke lantai 4 lewat tangga.

Argh! Ini sangat mengesalkan!

Ring... Ring.... Ring...

Belum juga berhasil menstabilkan napasnya, ponsel Mayleen sudah berdering dengan keras.

"Halo?" Kata Mayleen mengangkat telepon itu.

"May! Sudah sampai di kantor?" Tanya si penelepon dari seberang.

Mayleen memeriksa kembali siapa orang yang menelponnya. Di kontaknya tertulis nama 'Kaksa'.

"Oh, Kaksa! Ada apa?"

"Cuma mau ingetin, jangan lupa minta approval dari direktur biar proyek kita bisa segera di eksekusi. Kamu nggak lupa kan?"

Mayleen memejamkan matanya, menelan kekesalannya sendiri. Sudah susah payah dia menghindari Devin tadi, tapi pada akhirnya dia harus menemuinya di kantornya. Lalu apa gunanya dia naik lewat tangga darurat?

"May?" Panggil Marrisa karena Mayleen tidak juga memberikan jawabannya.

"Iya." Tukas Mayleen pasrah.

Habis sudah. Saat dia masuk ke ruangan Devin nanti, dia sudah tamat!

"Okay! Thank you Mayleenku~"

Mayleen bergegas menutup panggilan itu.

Sekarang dia harus apa? Menyerahkan proposal ini ke ruangan Devin sendirian bisa membahayakan eksistensinya di kantor ini.

Kalau Devin sampai mengenalinya sebagai pegawai di kantor ini, entah kegilaan apa yang bakal ditunjukkan olehnya nanti.

Devin mungkin berkoar ini dan itu untuk menyebarkan rumor romansa kantor!

"Argh! Nggak bisa gini!" Saking frustasinya, Mayleen bahkan menjambak rambutnya sendiri. Sampai-sampai tatanannya jadi berantakan.

Mayleen menoleh ke kanan dan ke kiri. Berharap bisa menemukan seseorang untuk menggantikannya melapor ke ruangan Devin dan mendapatkan persetujuannya. Tapi sepanjang matanya melihat, tidak ada satu orang pun yang bisa dia mintai tolong. Semua orang sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

"Del..." Panggil Mayleen dengan suara lirih, "boleh minta tolong sebentar nggak?"

Dela, orang yang Mayleen panggil barusan menoleh ke arahnya. Dela adalah karyawan yang baru bekerja selama 3 bulan di kantor ini. Mungkin saja dia bisa dimintai tolong sebentar untuk meminta persetujuan Devin.

Mayleen sadar sikapnya yang seperti ini sangatlah tidak profesional. Tapi dia tidak ingin membahayakan dirinya sendiri dengan masuk ke kandang orang gila seperti Devin!

"Minta tolong apa, Kak?"

"Boleh antar---"

Belum juga Mayleen menyelesaikan kalimatnya, telepon Dela sudah berdering duluan. "Sebentar ya, Kak. Ada meeting sama divisi produksi. Kalau nanti siang gimana?"

Sial sekali nasib Mayleen. Sepertinya dia memang harus pergi sendiri ke kantor Devin.

"Nggak papa, nggak jadi. Good luck ya sama meeting nya!"

Tidak ada jalan lain. Mayleen harus datang sendiri ke kantor Devin dan meminta persetujuannya, dengan cara apapun.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status