Malam itu juga, Rinjani dan keluarganya bergegas menuju ke rumah sakit, sesuai dengan apa yang diberitakan di televise. Gadis itu tidak henti-hentinya menangis dalam dekapan sang ibu.
Pikiran Rinjani sangat kacau. Dia tidak sanggup jika harus mengulang kembai apa yang terjadi di masa lalu. hatinya tidak sekuat itu.
Dalam mobil abu-abu yang melaju dengan kecepatan cukup tinggi, hanya suara isak tangis yang mendominasi. Rinjani terus menggeleng, berusaha mengusir pikiran buruk yang seperti monster dalam kepalanya.
Suara sang ibu yang memberitahu berita tentang Agam terngiang terus terulang di telinganya. Hal itu sudah mengambil kewarasannya cukup banyak. Siksaan batin setelah hari ini dia baru saja merasakan bahagia, sungguh teramat menyakitkan.
Memori indah tentang betapa dekatnya Rinjani dan Agam hari ini, seolah menjadi belati yang turut mencabik-cabik hatinya.
“Ma, Rin takut. Rin nggak mau kaya dulu lagi, Rin nggak akan sanggup,” gumam Rinja
Selama Rinjani mengambil cuti kuliah, dia tidak meninggalkan Agam sedetik pun kecuali untuk mandi. Gadis itu benar-benar bertanggungjawab dengan ucapannya yang akan menjaga Agam.Terbukti kini tubuh Agam tidak selemah sebelumnya. Setiap harinya, Rinjani akan menyuapi pria itu agar makanan yang disediakan oleh rumah sakit habis dilahap Agam. Selain itu, Rinjani juga selalu memberikan buah sebagai vitamin alami.Seperti pagi ini, tepat hari ke dua Agam berada di rumah sakit. Rinjani sedang terduduk di samping ranjang sambil sesekali jari lentiknya menyodorkan potongan buah pir.“Bagaimana pir ini? Kamu suka?” tanya Rinjani.Senyuman terukir di wajah Agam, lalu pria itu berkata, “Manis, seperti kamu. Aku suka. Tapi aku lebih suka kamu.”“Ck! Masih sakit juga, udah gombal aja,” sahut Rinjani tak acuh.“Beneran, loh. Kamu manis …,” jawab Agam setengah berbisik.Rinjani berusaha tidak t
Dering ponsel mengalihkan perhatian Rinjani yang sedang menyuapi Agam. Gadis itu meletakkan piring yang dipegangnya di nakas, lalu mengambil ponsel miliknya.“Arsha. Sebentar, ya,” ujar Rinjani yang dijawab anggukan oleh Agam.“Halo, Sha. Gimana?”Halo, Rin. Bu Meggy minta aku kabarin kamu, kalau besok ada ujian dan nggak bakal ada susulan. Jadi, besok kamu harus datang.”Mendengar ucapan Arsha, Rinjani diam sejenak. Mata gadis itu melihat Agam dengan sorot bimbang.Karena tak kunjung ada jawaban, Arsha kembali memastikan jika sambungan telepon masih terhubung. Rin? Kamu masih di sana, ‘kan?
Agam yang sedang memeluk Rinjani menatap aneh kepada sepupunya. Kerutan di dahi pria itu menandakan bahwa dia sedang berpikir apa yang sebenarnya terjadi.“Sha! Kenapa melamun?” tanya Agam yang sudah kelewat penasaran.Terlihat jika Arsha terkejut dengan pertanyaan Agam. Gadis istu sedikit gelagapan saat menjawab, “A-nggak papa, kok.” Arsha menjada ucapannya sambil berusaha menormalkan suaranya. “Ini, aku bawakan buah untukmu, dimakan, ya.”Agam sebenarnya masih curiga dengan tingkah aneh Arsha. Karena, tatapan gadis itu terlihat tidak suka dengan hubungan dia dan Rinjani.Memang, sih, sejak awal Arsha tidak setuju. Tapi, bukankah akhirnya dia turut senang? Kenapa sekarang terlihat tidak suka? Tidak mungkin ‘kan, kalau Arsha cemburu? Konyol!“Hei, kenapa kamu menatapku begitu? Dasar sepupu tidak tau adab!” maki Arsha yang mendapati Agam terus menatapnya aneh sambil tersenyum.&ld
“Agam, dokter sudah mengizinkan kamu pulang. Besok pagi kita akan pulang. Tapi, bunda minta satu hal ke kamu,” ujar Eisha dengan nada serius. Agam yang tengah bermain ponsel menoleh. “Apa, Bund?” “Jangan kasih tau Rinjani soal kepulanganmu. Dan kita juga nggak akan pulang ke rumah, tapi ke vila,” jelas Eisha tak mau menatap putranya, karena dia tidak akan sanggup melihat kekecewaan di mata Agam. “Tapi kenapa?” Agam bertanya dengan nada sendu. Eisha menggenggam tangan putranya seraya berkata, “Kamu tau, ‘kan, bagaimana kondisi mental Rinjani?” “Justru itu, Bunda. Agam nggak mau sampai Rinjani sakit. Apalagi gara-gara Agam.” Eisha menghela napas lelah. “Dengarkan bunda. Kita h
Dengan menggandeng Rinjani, Arsha membawa sahabatnya itu menuju parkiran rumah sakit. Keduanya bergegas masuk ke dalam mobil dan Arsha segera melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.“Sudah, Rin, jangan menangis. Agam baik-baik saja,” ujar Arsha berusaha menenangkan Rinjani.“Tapi kenapa dia nggak ngabarin aku, Sha? Apa aku setidak penting itu?”Ucapan Rinjani seolah menampar Arsha. Namun, mau bagaimana lagi. Semua yang Arsha dan Eisha lakukan adalah agar Rinjani tidak terlalu bergantung kepada Agam. Meski sayangnya itu semua berakhir sia-sia.Arsha berusaha untuk tetap fokus mengendarai, meski pikirannya berkecambuk. Melihat reaksi Rinjani yang begini membuat gadis itu semakin ketakutan. Arsha takut jika hal buruk terjadi pada Agam maka Rinjan
Dua hari telah berlalu begitu cepat. Setiap harinya, Rinjani akan mengunjungi Agam setelah selesai kampus. Seperti malam ini, gadis itu baru sampai rumah.“Habis temenin Agam lagi, Rin?” tanya Tama saat Rinjani tengah menutup pintu.“Iya, Pa. Rin ke kamar dulu, ya, Pa. Mau mandi.” Tanpa menunggu jawaban Tama, gadis itu segera berlalu ke kamar.Badannya terasa sangat lelah. Dan pikiran buruk semakin hari semakin menguasai otaknya. Arsha dan Eisha semakin mencurigakan dan Agam yang bersikap seolah tidak ada apa-apa, membuat kepala Rinjani semakin berdenyut nyeri.“Argh! Sebenarnya apa yang kalian rahasiakan dariku!”Rinjani hilang kendali saat sampai di kamar. Dia melempar tasnya begitu saja
Sementara itu, di kamar lain, Rinjani sedang bergerak gelisah dengan mata terpejam. Bulir-bulir keringat sudah membasahi tubuhnya. Dan bibir pucatnya terus saja bergumam. “Nggak! Dava, jangan bawa Agam. Nggak!” Rinjani masih berusaha mengatur napasnya yang memburu. Sesekali tangannya juga mengusap keringat yang membanjiri pelipis. Mata gadis itu terpejam berusaha meredam rasa pusing yang tiba-tiba saja menjalar. Rinjani masih tidak bisa memahami maksud dari mimpinya barusan. Di mana dia sedang berada di sebuah tempat sunyi yang sangat asing. “Halo! Ada orang di sini? Bisa tolong bantu aku?” teriak Rinjani sambil melihat ke sekeliling. Terlihat sekeliling Rinjani
“Ayo, Gam, aku antar ke kelas,” ujar Arsha setelah perdebatan kecil mereka selesai.Agam hanya mengangguk mengiyakan. Karena dia paham, jika tidak akan bisa menolak sepupunya itu.“Sha,” panggil Agam sedikit ragu. “Mm, nanti setelah mengantarku, kembalilah ke kelasmu. Aku yakin Rinjani salah paham. Aku tidak bisa menjelaskannya, jadi tolong bantu aku, ya ….”“Udah tenang aja, nggak usah terlalu dipikirkan. Aku yakin nanti Rinjani akan mengerti.” Semoga saja, dia tidak marah padaku.Arsha dan Agam berjalan beriringan menuju ke kelas pria itu. Sebenarnya, Agam sangat ingin menghampiri Rinjani. Tidak dipungkiri jika dia benar-benar merindukan gadis itu.