Share

Terapis Pijat Laktasi
Terapis Pijat Laktasi
Author: Vivian Meilani

Bab 1

Author: Vivian Meilani
Aku dan suamiku saling mengenal sejak kuliah dan setelah lulus, kami pun menikah. Sebulan yang lalu, akhirnya buah hati kami lahir ke dunia. Tapi, ASI-ku malah tidak cukup. Suamiku orang yang sangat kuno dan dia terus menyuruhku menyusui secara langsung.

Ibu mertua pun tak henti-hentinya membicarakan manfaat ASI. Padahal aku sendiri tahu, tapi ASI-ku benar-benar tidak cukup. Hal ini akhirnya memicu pertengkaran hebat antara kami.

Kelly, sahabatku datang menjengukku. Melihat aku yang begitu lelah dan murung, dia terus-menerus bertanya. Akhirnya, aku pun menceritakan semuanya padanya.

Dia tersenyum pelan dan menjawab, “Kupikir masalah besar apa. Dulu waktu melahirkan anakku, aku juga sempat kekurangan ASI. Tapi, aku direkomendasikan seorang terapis laktasi. Besok aku antar kamu ke tempatnya, ya.”

Aku ragu dan bertanya, “Terapisnya laki-laki atau perempuan? Indra itu sangat kuno, aku takut dia….”

Kelly menanggapi dengan santai, “Sudah zaman apa sekarang? Laki-laki juga bukan masalah. Tapi kalau kamu masih khawatir, bilang saja ke suamimu kalau aku mengajakmu jalan-jalan untuk menghilangkan penat. Itu juga bisa bantu melancarkan ASI, lho.”

Akhirnya aku setuju, karena sudah tak tahan melihat anakku terus menangis kelaparan, suami yang kecewa dan ucapan menyakitkan dari ibu mertua yang seakan tak ada habisnya.

Keesokan harinya, aku titipkan anakku ke ibu mertua dan pergi bersama Kelly ke pusat terapi. Pemilik tempat itu adalah seorang terapis pria paruh baya dan ada beberapa murid laki-laki yang masih muda.

Dengan sangat sopan, dia menanyakan keluhanku, memeriksa denyut nadi, lalu berkata bahwa aliran ASI-ku tersumbat, tapi bisa dilancarkan lewat pijatan.

Aku sangat senang, akhirnya ada harapan anakku bisa kenyang juga. Dia membawaku ke ruangan terapi dan Kelly masuk ke ruangan lain. Aku heran dan bertanya, “Kamu juga ada keluhan?”

Kelly menatapku sambil tersenyum misterius, “Kamu akan mengerti nanti.”

Aku bingung, tapi tak terlalu memikirkannya.

Di dalam ruangan, terapis itu memintaku berbaring di ranjang dan berkata, “Silakan lepas atasannya, aku perlu melakukan pijatan langsung.”

Aku agak malu, tapi demi anakku, aku rela melakukan apa saja.

Aku pun melepaskan atasan dengan patuh. Terapisnya berdiri cukup dekat denganku, sampai aku bisa merasakan napasnya menyentuh wajahku. Tangan hangatnya menyentuh bagian dadaku.

“Tenang saja, tarik napas dalam-dalam dan ikuti gerakan tanganku.”

Gerakannya sangat lembut, berbeda sekali dengan suamiku yang biasanya sekadar menjalankan rutinitas, asal-asalan dan cepat selesai. Aku terkejut dengan pemikiranku dan langsung membuka mata.

Melihat reaksiku, terapis itu bertanya dengan suara pelan, “Aku menyakitimu? Nanti akan ada sesi yang lebih intens, masih mau lanjut?”

Sebenarnya aku ingin menolak, tapi entah kenapa yang keluar dari mulutku malah jawaban iya. Aku bisa merasakan bagian lembut di dadaku berubah-ubah bentuk di tangan terapis, rasanya begitu nyaman sampai aku tanpa sadar mendesah pelan.

Terapis itu tertawa pelan, lalu berkata, “Nggak perlu malu, ini bagian dari proses. Aku sedang memijat bagian yang tersumbat. Lihat, ASI-nya sudah mulai keluar sedikit.”

Sambil berkata begitu, tekanannya pun semakin kuat.

Aku tak bisa menahan suara dari mulutku, “Hmm~uh….”

Melihat ASI-ku mulai mengalir pelan dari dadaku, aku buru-buru menutupi wajahku dengan tangan, rasanya malu sekali. Tapi di saat yang sama, rasanya benar-benar nyaman, bahkan pakaian dalamku sudah mulai terasa basah.

Tiba-tiba, terapis melepaskan sentuhannya dari tubuhku. Perasaan kosong langsung menyeruak dan yang mengejutkan adalah aku malah menginginkan lebih. Dia berkata dengan tenang, “Sesi hari ini cukup sampai di sini, boleh datang tiga hari lagi.”

Keluar dari ruang terapi, aku melihat Kelly sudah menungguku. Wajahnya bersinar dan tampak sangat segar, seolah habis menjalani perawatan kecantikan kelas atas.

Saat berjalan keluar dari tempat itu, aku pun bertanya pada Kelly, “Tempat ini juga menyediakan layanan kecantikan, ya? Kamu kelihatan jauh lebih segar.”

Dia tertawa keras, lalu cepat-cepat mengangguk.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terapis Pijat Laktasi   Bab 7

    POV IndraAku jatuh cinta pada seorang wanita yang usianya dua puluh tahun lebih tua dariku. Dia begitu lembut dan tak pernah sekalipun membentakku.Waktu kecil, ibuku sering menatapku sambil menangis, dia sering bilang, “Kamu harus sukses saat besar nanti. Ayahmu buta sudah meninggalkan kita. Kita berdua harus hidup bermartabat.”Sejak itu, ibuku pun mengawasiku belajar setiap hari. Kalau aku salah, pasti akan langsung dimarahi, terkadang juga dipukul. Masa kecilku suram, anak-anak lain punya ayah dan aku tidak.Anak-anak lain dimanja oleh ibunya dan aku juga tidak.Lama-kelamaan aku menjadi anak yang pendiam dan tertutup.Hingga setelah lulus ujian masuk universitas, aku merasa sedikit lega. Aku diterima di salah satu kampus terbaik di negeri ini. Saat menerima surat penerimaan, aku langsung bilang ke ibu kalau aku mau ke kota tempat kampus itu berada untuk bekerja paruh waktu. Wajahnya sempat murung, tapi akhirnya dia juga tidak menghalang.Di sanalah aku bertemu Tante Lena. Usianya

  • Terapis Pijat Laktasi   Bab 6

    Malam itu, aku dan mantan suami hanya mengatakan satu kalimat, “Hak asuh anak untukku, rumah juga untukku dan harta bersama kita bagi dua.”Dia menjawab, “Iya.”Sungguh miris, hubungan tiga empat tahun bisa diputuskan begitu saja.Setelah bercerai, ibu mertua pulang ke kampung halamannya. Katanya sekarang bekerja sebagai asisten rumah tangga, hidupnya lumayan stabil. Sementara itu, Indra tinggal di rumah perempuan itu. Kabarnya mereka sering bertengkar. Aku tidak melarang dia menemui putri kami, dia boleh datang kapan saja.Kelly membantuku mencari seorang pengasuh yang terpercaya. Aku dan pengasuh pun mengurus bayi di rumah. Suatu hari, Kelly bertanya diam-diam padaku, “Kok kamu nggak pergi ke tempat pijat lagi? Beberapa hari lalu pemiliknya menanyakan kabarmu, lho.”Aku langsung menjawab, “Terlalu banyak hal yang terjadi belakangan ini. Baru sekarang bisa agak tenang, mana sempat ke sana.” Kelly tersenyum menggoda, “Di sana masih banyak jenis pijat. Kamu terlihat capek sekali belak

  • Terapis Pijat Laktasi   Bab 5

    Aku mengambil tisu, menyeka mulut dan bertanya padanya, “Untuk apa datang ke sini? Kamu pikir tempat ini menyambutmu?”Wanita itu menjawab santai, “Disambut atau tidak, aku sudah datang. Aku hanya mau lihat seperti apa tempat tinggalmu dengan Indra. Katanya dia merasa tertekan di sini, hanya di tempatku dia bisa merasa santai dan bahagia.”Kalimat terakhir itu dia ucapkan dengan suara yang lebih pelan. Aku melirik ke arah ibu mertua, terlihat dia sedang pasang telinga mau dengar apa yang kami bicarakan. Tingkahnya itu malah membuatku geli. Aku pun menarik napas dan berkata, “Kamu sudah lihat sekarang, apa lagi tujuanmu berikutnya?”Dia menatap mataku dan menjawab, “Aku mau bersama dengan Indra secara terang-terangan. Aku bisa kasih kamu empat ratus juta, itu semua tabunganku. Asal kamu mau meninggalkannya.”Aku nyaris tak percaya mendengarnya. Berani-beraninya dia menawarkan uang sedikit itu? Baru saja aku mau menanggapinya, dia melanjutkan lagi, “Memang nggak banyak, tapi itu semua ya

  • Terapis Pijat Laktasi   Bab 4

    Setelah mendorong pintu, yang muncul di hadapanku adalah pria yang sangat muda. Dia menyapaku, “Halo Bu Lily, ada yang bisa dibantu?”“Pak Jason sedang libur hari ini. Aku bisa melayanimu, boleh panggil aku Ben saja.” Aku baru ingat, dia adalah murid yang biasa dibawa oleh terapis itu. Aku menggigit bibir dan pura-pura berkata, “Tadi pagi waktu menyusui, rasanya ada yang tersumbat, bayiku nggak bisa menyedot keluar.”“Baik, silakan ikut denganku,” ujarnya. Aku pun mengikutinya ke ruang pijat yang sudah sangat familiar. Dia membantuku melepas pakaian, lalu menyentuh bagian lembut tubuhku dengan perlahan. Di matanya, terlihat sebersit emosi yang sulit dijelaskan. Aku bahkan melihat dia menelan ludahnya.“Bu Lily, pijatan hari ini mungkin akan memakan waktu agak lama. Kamu bisa tidur istirahat sebentar.”Hatiku mulai gelisah dan menjawab, “Iya, aku biasanya tidur cukup nyenyak, tapi jangan sampai bikin sakit, ya.”Sambil berbicara begitu, aku pun memejamkan mata. Merasakan tangan mudanya

  • Terapis Pijat Laktasi   Bab 3

    Setelah kejadian di tempat pijat, aku diliputi rasa bersalah yang besar pada suamiku. Aku pun memutuskan untuk tidak pernah menemui terapis itu lagi.Aku mulai berusaha memperbaiki hubungan kami. Dulu waktu kuliah, kami sangat saling mencintai dan hubungan kami pun sangat manis. Waktu itu, dia tinggi, kurus, selalu terlihat bersih dan rapi. Setiap kali kami jalan berdua, dia selalu menggandeng tanganku dan berjalan di depan, membiarkan angin malam meniup aroma segarnya ke arahku. Saat-saat itu, aku merasa sangat bahagia.Terkadang dia menoleh dan tersenyum padaku. Melihat senyumannya, hatiku pun luluh.Namun kini pikiranku kembali ke kenyataan, kenapa hubungan kami bisa berubah sampai sejauh ini?Aku menggendong putriku, berjalan pelan-pelan di ruang tamu untuk menidurkannya. Hari ini hari jumat, aku mengirim pesan pada suamiku, memintanya untuk pulang lebih awal. Aku sudah menyiapkan makan malam romantis di rumah. Tapi, dia tak membalasnya.Pukul sembilan malam, akhirnya dia pulang.

  • Terapis Pijat Laktasi   Bab 2

    Setelah pulang ke rumah, suamiku masih menunggu aku memasak. Padahal aku sudah merasa sangat lelah.Saat memasak bubur, pikiranku sudah melayang ke tiga hari ke depan. Setelah menyusui anak, menidurkannya dan akhirnya baru bisa punya waktu sendiri.Aku pun mandi sendirian. Rumah kami punya dua kamar tidur dan satu ruang kerja kecil. Suamiku lebih memilih tidur di ruang kerja daripada kembali ke kamar utama.Sejak aku hamil, dia sudah mulai tidur di kamar terpisah, katanya demi kebaikan bayi.Namun, aku tahu alasannya bukan itu, dia sudah kehilangan ketertarikan padaku. Air dari shower mengalir perlahan melewati tubuhku. Saat menyentuh putingku, tanpa sadar aku bergetar pelan. Tanganku reflek menirukan teknik pijatan terapis tadi dan entah kenapa itu sedikit menghiburku.Hari yang kutunggu akhirnya tiba. Kali ini aku pergi sendirian. Ruangan pijat dan orangnya masih sama.Dengan luwes aku melepaskan pakaian dan berbaring di atas ranjang pijat. Suara terapis masih selembut dulu, dipadu d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status