Share

Bab 3

Author: Vivian Meilani
Setelah kejadian di tempat pijat, aku diliputi rasa bersalah yang besar pada suamiku. Aku pun memutuskan untuk tidak pernah menemui terapis itu lagi.

Aku mulai berusaha memperbaiki hubungan kami. Dulu waktu kuliah, kami sangat saling mencintai dan hubungan kami pun sangat manis.

Waktu itu, dia tinggi, kurus, selalu terlihat bersih dan rapi. Setiap kali kami jalan berdua, dia selalu menggandeng tanganku dan berjalan di depan, membiarkan angin malam meniup aroma segarnya ke arahku. Saat-saat itu, aku merasa sangat bahagia.

Terkadang dia menoleh dan tersenyum padaku. Melihat senyumannya, hatiku pun luluh.

Namun kini pikiranku kembali ke kenyataan, kenapa hubungan kami bisa berubah sampai sejauh ini?

Aku menggendong putriku, berjalan pelan-pelan di ruang tamu untuk menidurkannya. Hari ini hari jumat, aku mengirim pesan pada suamiku, memintanya untuk pulang lebih awal. Aku sudah menyiapkan makan malam romantis di rumah. Tapi, dia tak membalasnya.

Pukul sembilan malam, akhirnya dia pulang. Begitu masuk, dia tampak pura-pura terkejut, “Wah, kok spesial sekali? Hari ini juga bukan hari penting. Kamu mengurus anak di rumah saja sudah cukup, nggak perlu repot-repot begini.”

Aku mendengarkannya tanpa menanggapi sepatah kata pun. Melihat aku diam, akhirnya dia pun berhenti bicara dan menggaruk hidungnya, mungkin karena merasa canggung.

Aku pun berkata pelan, “Baru pulang? Cepat mandi dan tidur saja.”

Dia benar-benar langsung masuk ke kamar mandi. Sementara itu, aku mengambil baju kotor dari keranjang pakaian dan memasukkannya ke mesin cuci. Saat duduk di sofa, tiba-tiba ponselku berbunyi. Sebuah pesan masuk dari nomor asing, isi pesannya adalah foto suamiku sedang di ranjang bersama wanita lain.

Darahku seperti berhenti mengalir, jantungku berdebar keras dan rasa sedih yang luar biasa menghantamku.

Ternyata begini caraku mengetahui bahwa suamiku selingkuh. Bukan dengan ketahuan di kamar hotel, bukan dengan bekas lipstik di baju, tapi lewat sebuah pesan.

Aku membalas pesan itu dan mengusulkan untuk bertemu besok. Orang itu pun setuju.

Malam itu, kami tetap tidur di kamar terpisah. Aku tak bisa tidur, gelisah dan terus membolak-balik tubuh di ranjang. Aku mengenakan lingerie yang agak sexy, berniat mengetuk pintu kamarnya.

Saat aku perlahan membuka sedikit celah pintu, suara erangan pelan darinya langsung terdengar.

Aku menatap adegan di depan mataku dengan penuh ketidakpercayaan. Dengan tubuh telanjang, suamiku duduk di depan komputer sambil memakai earphone. Di layar, tampak seorang wanita paruh baya yang masih terlihat mempesona.

Perkiraanku, usianya sekitar lima puluh tahunan. Di layar, dia sedang mengelus bagian dadanya sendiri, sementara kakinya terbuka lebar. Adegan itu sungguh mengejutkan dan mengguncang. Aku menahan napas, tak berani mengeluarkan suara sedikit pun. Dalam hati aku ingin menerobos masuk dan memakinya habis-habisan. Tapi, aku tidak melakukannya. Aku hanya menutup kembali pintunya.

Setelah kembali ke kamar, aku hanya bisa berbaring diam sepanjang malam.

Keesokan paginya, aku menemui pengirim pesan itu. Ternyata dia adalah wanita yang kulihat di layar komputer suamiku semalam.

“Halo, aku tahu siapa kamu. Kamu istrinya Indra sekarang, ‘kan? Aku adalah perempuan pertama yang dia cintai.”

Perempuan itu berbicara dengan tenang, lalu menyeruput kopi. Aku menahan amarah dan berkata, “Kenapa kamu datang merusak keluargaku? Aku baru saja melahirkan putri kami sebulan lalu. Kamu nggak punya hati nurani? Nggak tahu malu?”

Dia tertawa pelan, “Kamu juga lihat sendiri, aku sudah tidak muda lagi. Aku lebih tua dari dia lebih dari dua puluh tahun, tapi dia tetap memilihku. Dia menikah denganmu hanya untuk memberikan cucu pada ibunya. Jadi, jangan terlalu naif, adik manis.”

Tiba-tiba, aku merasa sangat muak, “Kalian benar-benar nggak tahu malu. Kalau kamu mau pria menjijikkan itu, ambil saja! Aku nggak sudi melihat kalian lagi.”

Aku mengambil tas dan berbalik pergi. Saat tiba di rumah, meski melihat dekorasi yang hangat dan nyaman, aku sama sekali tidak merasakan kehangatan apapun.

Lalu, suara nyaring yang menusuk telinga itu kembali terdengar, “Pagi-pagi sudah ke mana saja? Hanya bisa titipkan anak ke aku saja!”

Aku menatap wajah ibu mertua yang begitu mirip dengan suamiku, lalu tak tahan lagi dan berlari ke kamar mandi, muntah sejadi-jadinya.

Ibu mertua menyusul dengan ekspresi penuh semangat dan berkata senang, “Lily, jangan-jangan kamu hamil lagi? Semoga kali ini diberikan adik laki-laki untuk Bella.”

Aku langsung memotong ucapannya, “Baru sebulan lebih yang lalu aku melahirkan Bella, mana mungkin hamil lagi.”

Lagipula, aku dan Indra sudah tidak mungkin punya anak lagi. Tapi, dia tetap saja senang dan berkata, “Belum tentu! Dokter bilang pemulihanmu sangat bagus, ‘kan? Lagipula, masa-masa begini memang paling mudah hamil. Neneknya Indra juga dulu melahirkan tantenya Indra di saat-saat seperti ini.”

Aku malas meladeninya dan langsung membanting pintu keluar. Samar-samar masih terdengar suara omelannya dari belakang. Tanpa sadar, kakiku malah membawaku kembali ke tempat pijat itu.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Prapti Utari
udah beli tp ga bisa lanjut episodenya gmn ya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terapis Pijat Laktasi   Bab 7

    POV IndraAku jatuh cinta pada seorang wanita yang usianya dua puluh tahun lebih tua dariku. Dia begitu lembut dan tak pernah sekalipun membentakku.Waktu kecil, ibuku sering menatapku sambil menangis, dia sering bilang, “Kamu harus sukses saat besar nanti. Ayahmu buta sudah meninggalkan kita. Kita berdua harus hidup bermartabat.”Sejak itu, ibuku pun mengawasiku belajar setiap hari. Kalau aku salah, pasti akan langsung dimarahi, terkadang juga dipukul. Masa kecilku suram, anak-anak lain punya ayah dan aku tidak.Anak-anak lain dimanja oleh ibunya dan aku juga tidak.Lama-kelamaan aku menjadi anak yang pendiam dan tertutup.Hingga setelah lulus ujian masuk universitas, aku merasa sedikit lega. Aku diterima di salah satu kampus terbaik di negeri ini. Saat menerima surat penerimaan, aku langsung bilang ke ibu kalau aku mau ke kota tempat kampus itu berada untuk bekerja paruh waktu. Wajahnya sempat murung, tapi akhirnya dia juga tidak menghalang.Di sanalah aku bertemu Tante Lena. Usianya

  • Terapis Pijat Laktasi   Bab 6

    Malam itu, aku dan mantan suami hanya mengatakan satu kalimat, “Hak asuh anak untukku, rumah juga untukku dan harta bersama kita bagi dua.”Dia menjawab, “Iya.”Sungguh miris, hubungan tiga empat tahun bisa diputuskan begitu saja.Setelah bercerai, ibu mertua pulang ke kampung halamannya. Katanya sekarang bekerja sebagai asisten rumah tangga, hidupnya lumayan stabil. Sementara itu, Indra tinggal di rumah perempuan itu. Kabarnya mereka sering bertengkar. Aku tidak melarang dia menemui putri kami, dia boleh datang kapan saja.Kelly membantuku mencari seorang pengasuh yang terpercaya. Aku dan pengasuh pun mengurus bayi di rumah. Suatu hari, Kelly bertanya diam-diam padaku, “Kok kamu nggak pergi ke tempat pijat lagi? Beberapa hari lalu pemiliknya menanyakan kabarmu, lho.”Aku langsung menjawab, “Terlalu banyak hal yang terjadi belakangan ini. Baru sekarang bisa agak tenang, mana sempat ke sana.” Kelly tersenyum menggoda, “Di sana masih banyak jenis pijat. Kamu terlihat capek sekali belak

  • Terapis Pijat Laktasi   Bab 5

    Aku mengambil tisu, menyeka mulut dan bertanya padanya, “Untuk apa datang ke sini? Kamu pikir tempat ini menyambutmu?”Wanita itu menjawab santai, “Disambut atau tidak, aku sudah datang. Aku hanya mau lihat seperti apa tempat tinggalmu dengan Indra. Katanya dia merasa tertekan di sini, hanya di tempatku dia bisa merasa santai dan bahagia.”Kalimat terakhir itu dia ucapkan dengan suara yang lebih pelan. Aku melirik ke arah ibu mertua, terlihat dia sedang pasang telinga mau dengar apa yang kami bicarakan. Tingkahnya itu malah membuatku geli. Aku pun menarik napas dan berkata, “Kamu sudah lihat sekarang, apa lagi tujuanmu berikutnya?”Dia menatap mataku dan menjawab, “Aku mau bersama dengan Indra secara terang-terangan. Aku bisa kasih kamu empat ratus juta, itu semua tabunganku. Asal kamu mau meninggalkannya.”Aku nyaris tak percaya mendengarnya. Berani-beraninya dia menawarkan uang sedikit itu? Baru saja aku mau menanggapinya, dia melanjutkan lagi, “Memang nggak banyak, tapi itu semua ya

  • Terapis Pijat Laktasi   Bab 4

    Setelah mendorong pintu, yang muncul di hadapanku adalah pria yang sangat muda. Dia menyapaku, “Halo Bu Lily, ada yang bisa dibantu?”“Pak Jason sedang libur hari ini. Aku bisa melayanimu, boleh panggil aku Ben saja.” Aku baru ingat, dia adalah murid yang biasa dibawa oleh terapis itu. Aku menggigit bibir dan pura-pura berkata, “Tadi pagi waktu menyusui, rasanya ada yang tersumbat, bayiku nggak bisa menyedot keluar.”“Baik, silakan ikut denganku,” ujarnya. Aku pun mengikutinya ke ruang pijat yang sudah sangat familiar. Dia membantuku melepas pakaian, lalu menyentuh bagian lembut tubuhku dengan perlahan. Di matanya, terlihat sebersit emosi yang sulit dijelaskan. Aku bahkan melihat dia menelan ludahnya.“Bu Lily, pijatan hari ini mungkin akan memakan waktu agak lama. Kamu bisa tidur istirahat sebentar.”Hatiku mulai gelisah dan menjawab, “Iya, aku biasanya tidur cukup nyenyak, tapi jangan sampai bikin sakit, ya.”Sambil berbicara begitu, aku pun memejamkan mata. Merasakan tangan mudanya

  • Terapis Pijat Laktasi   Bab 3

    Setelah kejadian di tempat pijat, aku diliputi rasa bersalah yang besar pada suamiku. Aku pun memutuskan untuk tidak pernah menemui terapis itu lagi.Aku mulai berusaha memperbaiki hubungan kami. Dulu waktu kuliah, kami sangat saling mencintai dan hubungan kami pun sangat manis. Waktu itu, dia tinggi, kurus, selalu terlihat bersih dan rapi. Setiap kali kami jalan berdua, dia selalu menggandeng tanganku dan berjalan di depan, membiarkan angin malam meniup aroma segarnya ke arahku. Saat-saat itu, aku merasa sangat bahagia.Terkadang dia menoleh dan tersenyum padaku. Melihat senyumannya, hatiku pun luluh.Namun kini pikiranku kembali ke kenyataan, kenapa hubungan kami bisa berubah sampai sejauh ini?Aku menggendong putriku, berjalan pelan-pelan di ruang tamu untuk menidurkannya. Hari ini hari jumat, aku mengirim pesan pada suamiku, memintanya untuk pulang lebih awal. Aku sudah menyiapkan makan malam romantis di rumah. Tapi, dia tak membalasnya.Pukul sembilan malam, akhirnya dia pulang.

  • Terapis Pijat Laktasi   Bab 2

    Setelah pulang ke rumah, suamiku masih menunggu aku memasak. Padahal aku sudah merasa sangat lelah.Saat memasak bubur, pikiranku sudah melayang ke tiga hari ke depan. Setelah menyusui anak, menidurkannya dan akhirnya baru bisa punya waktu sendiri.Aku pun mandi sendirian. Rumah kami punya dua kamar tidur dan satu ruang kerja kecil. Suamiku lebih memilih tidur di ruang kerja daripada kembali ke kamar utama.Sejak aku hamil, dia sudah mulai tidur di kamar terpisah, katanya demi kebaikan bayi.Namun, aku tahu alasannya bukan itu, dia sudah kehilangan ketertarikan padaku. Air dari shower mengalir perlahan melewati tubuhku. Saat menyentuh putingku, tanpa sadar aku bergetar pelan. Tanganku reflek menirukan teknik pijatan terapis tadi dan entah kenapa itu sedikit menghiburku.Hari yang kutunggu akhirnya tiba. Kali ini aku pergi sendirian. Ruangan pijat dan orangnya masih sama.Dengan luwes aku melepaskan pakaian dan berbaring di atas ranjang pijat. Suara terapis masih selembut dulu, dipadu d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status