Share

Masih Sama-sama Cinta

Nggak biasanya pak Handoko sepagi ini sudah rapi dan duduk di meja makan. Sedangkan Yuda masih terjaga dari tidurnya karena semalam benar-benar matanya tidak bisa terpejam meski hanya sedetik karena harus menjaga kamar Agista dari laki-laki mata keranjang yang tiada lain adalah papanya sendiri.

    "Pagi pah?" sapa Bu Sukma kepada pak Handoko dengan wajah cerianya.

   Namun pak Handoko tidak menjawab meski sepatah kata pun, dia asyik dengan benda pipih yang ada di tangannya. Namun ketika sang bunga teratai muncul dan menyuguhkan makanan di meja, seketika pak Handoko langsung melepaskan handphonenya dan  menyapa nya dengan bahasa genitnya.

    "Sayang sekali wajah cantik mu harus ditutupi, berapa lama kamu pacaran sama anak saya?" tanya sang mata keranjang Handoko.

   Agista tidak menjawab dan langsung permisi ke dapur,"Maaf Pak, Bu, pekerjaan saya masih banyak. Saya permisi!" 

    Mendengar suara Agista dan pak Handoko di ruang makan, Yuda segera terbangun dan langsung duduk di meja makan. 

   "Nak, cuci muka dulu dong!"seru Bu Sukma. 

    Yuda langsung tegas menjawab,"Yuda itu diwarisi ganteng dari papa, jadi  nggak perlu cuci muka apalagi jika situasi urgen," 

  Pak Handoko menepuk bahu Yuda, seraya berkata,"Papa tidak akan mengambil jatah kamu," 

   Rupanya anak dan bapak itu 'TST' alias Tahu Sama Tahu. Yuda pun senyum tipis pada papanya lalu menengok ke mamanya yang tengah melamun dengan pandangan kosong. 

   "Mah!" Yuda memanggil Bu Sukma dengan melambaikan tangannya.

   "Iya nak!" Mamanya terperanjat dari lamunan kosongnya.

  "Untung syetan di sini akrab sama aku jadi nggak bakal tega gangguin mama yang lagi melamun," Yuda ngajak mamanya bercanda biar nggak sedih terus.

    

   Ketika keakraban hangat terbangun antara anak dan ibu, dalam waktu sekejap pak Handoko hilang dari pandangan mereka. 

   Muka mereka langsung cemas dan lari berhamburan ke dapur dan kamar Agista. Wajah Yuda tambah tegang ketika tidak menemukan keberadaan Agista di dapur dan kamar. Begitu pula dengan Bu Sukma.

     Badan Yuda seperti capung yang harus lari ke sana dan ke sini mencari Agista, sampai harus menabrak bi Tuti.

   "Bi dimana Agista?" Nafas Yuda ngos-ngosan ketika menanyakan Agista pada bi Tuti.

   "Di pinggir kolam halaman belakang tuan," jawab bi Tuti dengan nada kaget juga.

   Ada sedikit tenang, namun Yuda tetap harus mencarinya. Namun ketika Agista sudah hampir sampai di depan matanya, dia tidak mampu mendekat.

   "Hai ikan, bolehkah aku bersahabat dengan mu? Di kampung aku punya bunga teratai yang selalu setia mendengarkan keluh kesah ku, namun di sini aku menemukan kamu," suara Agista terdengar lirih sambil bermain air di tepi kolam yang dibuat sengaja oleh papanya. 

   Sang play boy teriris hatinya menyaksikan perempuan yang pernah dia tiduri dan ia tinggalkan. Lalu Bu Sukma muncul dari belakang Yuda dan berbisik,"Jujur mama lebih suka Agista dari pada Yuni," 

   Yuda tak mampu berkata apa-apa mendengar pernyataan mamanya, dia hanya terdiam dan terus memandangi punggung Agista.

   "Hai ikan! Andai saja kamu tahu betapa sakitnya hati ini harus melihat pengkhianatan cinta di depan mata kepalaku sendiri,"  Agista bicara pada ikan-ikan yang ada di kolam kecil milik keluarganya Yuda tersebut.

  Bu Sukma mendekatinya,"Nak, yang namanya jodoh itu kita tidak akan pernah tahu. Siapa, dimana dan bagaimana," 

    "Kamu wanita baik pasti akan dipertemukan dengan laki-laki yang baik pula!" sambung Bu Sukma sambil mengangkat dagu Agista yang lancip dan wajahnya yang sudah basah dengan bulir-bulir kesedihan.

   Yuda terus berdiri tanpa mau mendekat, namun batin Yuda sangat bahagia ketika mamanya begitu sangat menyayangi Agista.

   "Sayang, jika kita memang ditakdirkan jodoh. Seperti apa pun rintangannya Allah pasti akan pertemukan dengan cara apa pun," gerutu Yuda dalam batinnya.

   Yuda melihat Bu Sukma memeluk Agista dan mengusap air matanya, dia merasa terwakili karena dia nggak berani melakukannya karena sudah mengkhianatinya.

   Yuda kembali ke kamarnya, dan berdiri di depan cermin lalu  memukulnya  sampai bercucuran darah.

    "Sebodoh ini kah aku melupakan wanita sebaik Agista?" teriak Yuda.

    "Apa yang kamu lakukan nak?" Bu Sukma punya firasat buruk terhadap anaknya maka dari itu dia langsung menuju kamar Yuda setelah berusaha menenangkan perasaan Agista.

    Bu Sukma memeluk erat tubuh anaknya dan memohon maaf atas kondisinya yang mengharuskan dia mengorbankan kebahagiaannya.

   "Maafkan ibu nak, gara-gara ibu kamu terpaksa jadi budak dari ambisi papamu," Bu Sukma menangis histeris di kamar putranya.

   "Tidak mah, papa yang salah. Gara-gara keserakahan istri muda papa hidup kita jadi begini," jawab Yuda sambil memeluk ibunya dengan mata yang berkaca-kaca.

    "Tuti!" 

   Suara teriakan pak Handoko membuat Bu Sukma dan Yuda segera keluar kamar.

   "Iya tuan!" jawab bi Tuti dengan badan yang gemetar karena ketakutan.

   Kedua pasang mata ibu dan anak memerah setelah mendengar teriakan pak Handoko sekaligus pemandangan jika dia membawa istri mudanya yang ke empat.

   "Aku tidak peduli kamu beristri empat atau sepuluh pun silahkan saja, tapi kenapa harus dibawa ke sini?" Bu Sukma marah pada pak Handoko.

    Namun percuma saja Bu Sukma marah dengan cara apa pun juga tidak akan membuat hati pak Handoko gentar, dia malah sengaja menyuruh Bi Tuti untuk membereskan kamar untuk mereka bermalam di rumah.

   Siska wanita berusia 25 tahun, dengan wajah tanpa dosa merangkul tubuh pak Handoko dan menariknya agar segera ke kamar.

   "Ayo sayang kita rayakan kebersamaan ini dengan penuh sukacita!" 

   Tangan tinju yang terkepal di kiri dan kanan paha Yuda siap menonjok wajah papanya yang sudah membuat mamanya menangis dan sakit tiada obatnya, namun Agista lari tergopoh-gopoh dan membantu Bu Sukma untuk bangkit dari lantai.

   "Cepat bawa mama kamu ke kamarnya Yud!" Agista menyeru Yuda untuk memapah mamanya.

    Setelah mereka membantu Bu Sukma untuk istirahat, Agista berbisik pada Yuda.

   "Hatiku sama dengan hati mamamu, hancur sehancur-hancurnya!" setelah mengeluarkan kata-kata pada telinga Yuda, Agista berlalu ke kamarnya kembali.

   Yuda meraih benda pipih yang ada di atas nakas yang dia simpan di samping tempat tidur mamanya.  Melihat-lihat galeri foto  Agista yang kala itu rambutnya masih terurai dan belum ditutupi kerudung.

   "Agista benar, sakit yang dirasakan mama sama dengan ketika dia menyaksikan aku bermesraan dengan Yuni apalagi ketika dia melihat pakaian dalam Yuni tercecer di atas ranjang kamarku,"  Yuda bicara pada dirinya sendiri sambil memandangi foto Agista lalu memandangi wajah ibunya yang diam terbaring sambil meneteskan air mata. 

    Yuda tak sadar gerutunya didengar oleh mamanya karena dia duduk persis di tempat tidur Bu Sukma. 

     Bu Sukma pun menyahutnya,  sontak Yuda terkaget dan langsung mengusap air mata mamanya dan mencium kening mamanya.

    "Panggilkan Agista!" seru Bu Sukma pada Yuda.

    "Tapi Mah!" jawab Yuda.

     "Jangan membantah! Jika kamu sayang mama tolong panggil Agista! Mama butuh dia," jelas Bu Sukma kepada Yuda yang seperti enggan memanggil Agista karena malu.

     Yuda pun melangkahkan kakinya menuju kamar Agista walau pun dia berat dan bingung apa maksud mamanya harus memanggil dia.

    "Tok tok tok," Yuda mengetuk pintu kamar Agista.

     Agista pun membuka pintunya, dan sangat jelas terlihat oleh Yuda matanya sangat sembab mungkin karena habis menangis.

   "Aku disuruh mama untuk memanggil kamu!" seru Yuda.

    Tanpa menjawab Agista langsung menutup pintu kamarnya dan melangkah menuju kamar Bu Sukma.

    "Cek lek," suara pintu kamar yang dibuka pelan oleh Agista.

   Yuda dan Agista sudah ada di hadapan Bu Sukma. 

   "Tutup pintunya nak!" seru Bu Sukma pada Yuda.

    Dipeluknya Yuda dan Agista oleh Bu Sukma, dan memberi banyak nasihat pada sepasang kekasih ini.

   "Nak, bagi mama harta itu adalah kebahagiaan kamu. Jangan pikirkan mama! Harta itu bisa dicari lagi, kalian sebaiknya menikah ya!" 

  Mendengar Bu Sukma bicara seperti itu Agista menangis terharu, dia tidak menyangka begitu baiknya dia. Namun berbeda dengan Yuda, dia malah  membantah.

    "Hutang papa kepada perusahaan keluarga Yuni tak akan lunas. Sekali pun kita menyerahkan semua aset kita termasuk rumah ini mah!" bantah Yuda.

   "Harus dengan cara apa aku menghidupi Agista jika aku tak punya apa-apa?" Yuda menyanggah pernyataan mamanya sambil membalikkan badan karena tak sanggup melihat wajah Agista.

   Mamanya berhenti bicara karena apa yang diutarakan Yuda  ada benarnya juga, tapi dia sendiri merasa tersiksa dengan pak Handoko suaminya. Jangankan berpikir bayar hutang, dia malah menikah sampai empat kali  yang akibatnya semakin menambah beban pengeluaran. Sehingga Bu Sukma harus kerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri meski badannya terus digerogoti penyakit yang mematikan.

   Di depan Bu Sukma Yuda mengutarakan isi hati yang sebenarnya pada Agista.

   "Agista, sejujurnya aku masih mencintaimu," 

    Mendengar Yuda bicara seperti itu, Agista mengangkat wajahnya dan menghampiri  Yuda yang sedari tadi terus membelakanginya seraya berkata.

   "Yud ....,!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status