Home / Romansa / Teratai Yang Layu / Handoko si Mata Keranjang

Share

Handoko si Mata Keranjang

Author: Iis Ernawati
last update Last Updated: 2021-06-08 02:26:20

"Sepertinya kamu sudah paham dengan apa yang saya jelaskan barusan, saya akan membantumu semampunya namun kamu jangan berharap banyak karena yang menentukan hasil akhir dari sebuah usaha adalah do'a!" Bu Sukma menyimpulkan pertemuan mereka sudah cukup. 

   Demikian pula dengan Agista, dia berniat untuk mengurungkan niatnya untuk menuntut Yuda tapi Bu Sukma terlanjur simpati pada Agista.

    "Bu, kalau begitu saya mohon pamit untuk pulang kampung saja. Percuma juga saya berlama-lama di sini, sekeras apa pun saya memohon tidak akan mengubah pendirian Yuda," keluh Agista.

   "Tidak, Kamu tidak boleh pergi dulu! Tunggu komando dari saya!" Bu Sukma mencegah Agista pulang. 

   Bu Sukma lebih simpati pada Agista dari pada Yuni, namun Agista tidak tahu apa yang direncanakan Bu Sukma hingga menahannya untuk pergi.

   "Jika saya harus memilih antara kamu dan Yuni, saya akan lebih memilih kamu!" jelas Bu Sukma.

    "Bu, saya tidak butuh rasa kasihan dari siapa pun," sanggah Agista.

    Bu Sukma merencanakan sesuatu, karena sebenarnya dia tidak suka dengan Yuni. Penampilannya yang seksi dan sikapnya yang kurang hormat pada orang yang lebih tua membuatnya merasa tidak yakin jika Yuda akan bahagia dengan Yuni.

    Bu Sukma segera mengajak Agista untuk angkat kaki dari tempat makan tersebut, dan mengajaknya untuk pulang ke rumah.

    Di dalam mobil tidak ada percakapan yang mewarnai suasana, namun ada satu kalimat Bu Sukma yang membuat Agista bingung. 

    "Saya butuh kamu!"

    Sampai di rumah, Agista tidak diam. Dia langsung membereskan semua ruangan yang ada di rumah mewah pak Handoko termasuk kamar Yuda.

   Ada sebuah pemandangan yang sangat mencabik-cabik hati Agista, dia menemukan sepasang pakaian dalam yang berserakan di atas ranjang Yuda.

    Agista langsung terjatuh di lantai, merapatkan badan dengan pahanya dengan kepala tertunduk  sembari menangis.

  Hal tersebut tertangkap kembali oleh Bu Sukma karena pintu kamar Yuda terbuka lebar. Bu Sukma langsung masuk dan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan kamar anaknya. Dia mencari alasan kenapa Agista menangis.

   Setelah Bu Sukma melihat pakaian dalam wanita berceceran di atas tempat tidur anaknya, dia pun tersadar jika itulah penyebab dari menangisinya Agista.

   Beberapa menit kemudian Yuda muncul dan merasa kaget lihat mamanya dan Agista ada di kamarnya.

   "Ada apa kalian di kamarku?" pekik Yuda dengan lumayan gugup.

    "Mama baru tahu jika kamu suka memakai pakaian dalam wanita," Sukma menyindir anaknya terus berlalu keluar diikuti oleh Agista yang sangat jelas terlihat oleh Yuda sedang menangis.

   Agista kembali ke kamarnya, namun sebelum sampai dia tabrakan dengan perut manusia yang seperti balon gas  terbang.

    "Awww ..., Maaf pak!" 

    Hari itu adalah pertama kalinya Agista bertemu dengan pak Handoko papanya Yuda. 

    Agista cium tangan punggungnya, namun pak Handoko sangat lama melepaskan tangan yang mulus putih berbulu halus itu dan bertanya.

   "Kamu siapa?" 

    "Saya Agista dari kampung, asisten rumah tangga baru di rumah ini," jawab Agista dengan badan gemetar karena ketakutan.

    Dari kejauhan Yuda menyaksikan peristiwa tersebut, dia segera datang dan melepaskan tangan Agista dari tangan papanya yang super genit itu.

   "Dia tetangga nenek di kampung pah, dia juga teman sekolah aku di sana,"Yuda menerangkan siapa Agista pada Pak Handoko.

    Handoko menganggukkan kepalanya sambil terus memandangi wajah Agista dari ujung kepala sampai kaki. Lagi-lagi Yuda menyaksikan peristiwa itu.

   

    "Agista memang bunga desa di kampungnya pah, semua laki-laki pasti terpana melihat kecantikan dia. Muda, tua, bujang maupun duda tidak akan pernah menolak jika Agista tersenyum pada mereka," Yuda terus menghalau Papanya sekali pun dia sudah berkhianat tapi dia tidak rela jika ada laki-laki lain yang menyentuhnya apalagi ayahnya.

   "Termasuk kamu?"sahut pak Handoko.

     Dengan tegas Yuda menjawab "Ya ...." 

    

    Seketika pak Handoko terkejut, matanya langsung menyambar ke arah Yuda dan Agista. 

    Yuda sangat paham jika papanya seorang mata keranjang, dia ingin menjaga Agista sekali pun dia sudah berkhianat untuk yang ke sekian kalinya.

    "Agista, kamu cepat masuk kamar !" seru Yuda.

   Tanpa berlama-lama Agista lari tergopoh-gopoh ke kamarnya. Di kamarnya dia menelepon ibu dan ayahnya untuk mengabari jika dia baik-baik saja.

   Agista pun bertanya pada ayah dan ibunya bagaimana kabar Yusuf. Secara kebetulan Yusuf tengah berada di rumah kedua orang tuanya, mereka pun sekalian menelepon.

   "Hai, Gis! Apa kabar?" tanya Yusuf dengan nada datar.

  Agista pun menjawab dengan nada yang datar pula,"Aku sehat dan baik-baik saja," 

    Yusuf kembali bertanya,"Bagaimana dengan visi dan misi kamu? Apa sudah ada titik kemajuan?" 

    "Aku tidak bisa menjawabnya sekarang, yang jelas aku berterima kasih karena kakak sudah mengajariku berbagai hal," 

    "Aku pun mohon maaf atas hatimu yang belum bisa aku isi," sambung Agista dengan nada lirih.

   Rupanya Yusuf tidak tahan bicara lama-lama dengan Agista, dan teleponnya pun langsung dikasihkan kembali pada kedua orang tuanya.

    Begitu pun dengan Agista, dia mengakhiri pembicaraan dengan kedua orang tuanya dan memutuskan untuk istirahat.

    Yuda mendengar jelas apa yang Agista bicarakan saat menelepon orang tuanya. Yuda tidak mau mengganggu Agista dan kembali ke kamarnya.

   

    Sang play boy itu merebahkan badannya di atas ranjang kamarnya. Di sana dia bicara sendiri.

    "Tadi mama dan Agista melihat celana dalam dan bra nya Yuni tercecer di sini, pantesan Agista tertunduk dan menangis,"

    Yuda bangkit dari tidur dan mengorek isi dompetnya. Di sana masih terselip foto Agista dengannya semasa SMA. 

    "Gis, aku sadar jika aku sudah mengambil jalan yang salah. Namun aku lakukan semua ini demi mama!" 

    "Dari kamu aku merasakan mahkota yang pertama, namun  Yuni aku tidak tahu laki-laki yang ke berapa yang menyentuh tubuhnya," 

    Hati kecil    Yuda sebenarnya sadar, jika Agista lah wanita terbaik yang dia kenal. Namun jiwa play boy yang mengalir deras dari papanya tak mungkin bisa hilang begitu saja.

   Ditambah dengan kebangkrutan yang menimpa Keluarganya mengharuskan Yuda untuk menjadi tumbal atas kebangkitan keuangan keluarga.

   Yuda terperanjat dari lamunannya, dia baru membangkitkan ingatannya jika papanya sedang ada di rumahnya setelah dua Minggu bergilir ke istrinya yang ke dua, ke tiga dan ke empat.

    "Aku harus tidur di ruang tamu agar aku bisa meyakinkan jika kamar Agista benar-benar aman dari gangguan apa pun," 

   Yuda menutup dirinya dengan selimut dan mematikan lampu. Semakin larut malam suasana semakin hening,  Yuda melihat jam tangannya menunjukkan pukul 02.00. Dia menyimpulkan jika Agista dalam keadaan aman.

   Dia memutuskan untuk kembali ke kamarnya, namun baru selangkah dia maju. Dia melihat ada bayangan yang membuat dia curiga, dia ikuti bayangan itu sampai ke depan pintu kamar Agista.

   "Cek lek," 

    Ada seseorang yang membuka gagang pintu kamar Agista. Yuda tidak mampu melihatnya dengan jelas karena lampu semua ruangan di matikan.

   Yuda sudah siap-siap untuk memukul orang yang berani masuk ke kamar Agista.

    Namun ketika Yuda sampai di kamarnya Agista, dia kaget karena orang itu ternyata mamanya sendiri.

   "Mama, aku kira papa yang buka pintu kamar ini," suara Yuda terdengar ngos-ngosan.

    "Mama ingin jaga Agista dari kenakalan papa, makanya mama ke sini untuk jagain dia soalnya papa nggak ada di kamar mama nak,"sahut sang mama.

    Yuda pun merespon positif usaha mama, dia bangga mama begitu simpati pada Agista.

   "Sebaiknya kamu pulang, Jakarta bukan tempat aman untuk wanita sebaik kamu!" seru Yuda pada Agista.

    Mamanya langsung memberi kode jika Yuda nggak boleh bersuara, mamanya menutup mulut dengan telunjuknya.

    "Agista tidak boleh pulang, mama butuh dia!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Teratai Yang Layu   Sakit Sebelum Nikah

    Berita tentang rencana pernikahan Agista sampai juga di telinga Yuda, dia ingin sekali menggagalkan pernikahannya namun dia punya cukup bukti jika anak yang dikandung Yuni bukanlah darah dagingnya."Gue bisa gila jika Agista nikah sama Gino, gue cari bukti ke mana lagi yah jika Yuni sudah jebak aku!" Yuda bicara pada dirinya sendiri."Sayang!" bisik Yuni sambil memeluk Yuda dari belakang dan mengalungkan kedua tangannya ke leher Yuda.Bibirnya melumat daun telinga Yuda dan kedua tangannya membelai dada bidangnya. Setelah itu badannya berputar ke depan hingga berhadapan dengan wajah Yuda.Yuda yang tengah duduk di atas kursi putar ruang kerjanya merasa jengah dengan sikap Yuni yang terus menguasai dirinya."Kamu ngaku saja jika kamu sudah bayar orang untuk mrnjebak Agista, supaya Agista tercoreng namanya!" sarkas Yuda.Yuni sangat murka dengan pertanyaan Yuda, semua benda

  • Teratai Yang Layu   Restu Penuh Dari Monika

    "Mah!" panggil Gino pada ibu Monika.Monika yang sedang tidur dengan posisi miring ke kiri segera membalikkan posisi badannya ke arah sumber suara."Kenapa kamu bawa wanita murahan ini ke hadapan Mama Gino?" Monika malah tak terima jika Agista ada di depannya.Gino meraih tangan Monika lalu menciumnya, lalu berujar."Aku membawa bukti jika Agista sudah dijebak oleh seseorang! Mama tolong lihat dulu! Aku mohon Mah aku sangat sayang pada Agista aku ingin segera menikahinya!" bujuk rayu Gino pada Monika sang Mama, wanita yang sama-sama disayangi oleh Gino.Meski agak lama menunggu Monika pun mau melihat video Andika yang dia rekam."Coba Mama lihat!" seru Monika dengan mengubah posisinya menjadi duduk.Kurang lebih lima menit video itu diputar, Monika luluh dan akhirnya mau menerima Agista sebagai menantunya."Kala

  • Teratai Yang Layu   Misi Yuni Gagal

    "Kamu makan dulu, biar aku suapi yah!" tawar Gino sambil menyodorkan satu sendok nasi goreng ke mulut Agista.Agista terharu mendapat perlakuan spesial dari Gino. Perhatiannya membuat Agista benar-benar membunuh rasa cintanya pada Yuda."Gin, terimakasih yah!" lirih Agista."Kamu jangan bicara apapun selain fokus makan, aku tidak mau kamu sakit!" respon Gino yang terlalu fokus nyuapi Agista karena sudah lama menahan lapar.Agista pun diam dan fokus menghabiskan nasi gorengnya sampai habis."Maafkan aku Gis, aku tidak mau memperlihatkan rekaman kedua Andika tentang jebakan Yuni pada Yuda. Aku takut kehilanganmu jika kamu kembali simpati pada Yuda," Gino bergumam dalam batinnya.Makan telah usai, Agista dan Gino segera bersiap untuk berangkat ke rumah ibu Monika. Dengan hati yang masih belum stabil, Agista pasrah karena Gino sudah berhasil meyakinkan dirinya jika dengan rekama

  • Teratai Yang Layu   Mulai Ada Solusi

    "Oke gue mau jujur, tapi aku minta tambahkan nominalnya!" tawar Andika."Lo belum buka tabir itu meski sekata pun, lantas sekarang lo minta gue tambahin! Lo anggap gue sebodoh itu!""Jika kejujuran itu lo ungkapin ke media sosial, image lo juga bakal bersih! Jadi terserah lo, lebih memilih gue lapor polisi atau bicara jujur?"Andika memang jiwa penipunya sangat handal, namun Gino sangat cerdas dan tidak mau dikelabuhi begitu saja. Dia sangat ingin Agista jadi miliknya tanpa bayangan image buruk."Gue disuruh oleh seseorang untuk mengerjai Agista seolah-olah Agista sudah gue tiduri, padahal aku sumpah demi ibuku jika aku tidak menyentuhnya. Aku hanya mengambil scan foto memeluknya tapi tidak lebih itu,"Gino merekam pernyataan Andika untuk barang bukti."Siapa yang memyuruh lo?" Gino masih penasaran."Tambahkan dulu nominalnya! Baru gue bicara!" p

  • Teratai Yang Layu   Agista Dan Gino Menyatu.

    Gino segera menyusul ke rumah sakit, karena asisten Monika sigap mengantarnya ke sana. "Dok, Mama saya kenapa?" tanya Gino pada dokter yang ada di IGD. "Ibu anda mengalami tekanan darah tinggi, setelah sadar anda boleh membawanya pulang kembali! Saya kasih resep obat tapi anda harus tetap mengawasi ibu anda agar tidak menemukan tekanan pikiran yang berat yang memicu hypertensinya kembali naik!" ungkap dokter. Gino tak mampu berkata-kata. Monika pingsan karena tekanan berpikir tentang hubungannya dengan Agista. Dia kembali ke ruang IGD untuk melihat perkembangan selanjutnya. "Mah, aku sayang Mama tapi aku juga tidak mau kehilangan Agista. Agista adalah hidupku!" lirih Gino sambil memegang tangan Monika. Agista merasa bersalah dengan kondisi kesehatan Monika. Dia naik taksi untuk menemui sekaligus mohon maaf. "Gis! Bagaimana kondisinya sekarang?" tanya Agista. "Kenap

  • Teratai Yang Layu   Yakinkan Aku Gis!

    "Sayang, aku udah bayar kosan kamu untuk tiga bulan pertama. Semoga semuanya dimudahkan jadi kamu nggak usah mikirin biaya kosan yah! Yang paling utama kamu nyaman di sini!" ungkap Gino.Fasilitas kosan tersebut lumayan agak mewah karena ada Ac, sping bad, WC, dapur mini, sofa dan CCTV.Gino duduk terlebih dahulu di tepi ranjang sembari menunggu Agista merapikan barang-barangnya."Sayang, hari ini kita nggak ada jadwal kuliah. Jadi kamu bisa santai-santai!" ujar Gino sambil tiduran di sofa."Tapi Gin, aku harus ke butik!" timpal Gino.Baru saja Gino rebahan di atas sofa sambil nungguin Agista beres-beres, notifikasi ponsel dari aplikasi WA berbunyi.Timbunan beberapa pesan chat dari WA grup kampus yang membuat mata Gino tersulut emosi kembali.Beberapa foto dan video adegan mesra antara Agista dan Andika juga dengan dirinya.Kemaraha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status