Share

Handoko si Mata Keranjang

"Sepertinya kamu sudah paham dengan apa yang saya jelaskan barusan, saya akan membantumu semampunya namun kamu jangan berharap banyak karena yang menentukan hasil akhir dari sebuah usaha adalah do'a!" Bu Sukma menyimpulkan pertemuan mereka sudah cukup. 

   Demikian pula dengan Agista, dia berniat untuk mengurungkan niatnya untuk menuntut Yuda tapi Bu Sukma terlanjur simpati pada Agista.

    "Bu, kalau begitu saya mohon pamit untuk pulang kampung saja. Percuma juga saya berlama-lama di sini, sekeras apa pun saya memohon tidak akan mengubah pendirian Yuda," keluh Agista.

   "Tidak, Kamu tidak boleh pergi dulu! Tunggu komando dari saya!" Bu Sukma mencegah Agista pulang. 

   Bu Sukma lebih simpati pada Agista dari pada Yuni, namun Agista tidak tahu apa yang direncanakan Bu Sukma hingga menahannya untuk pergi.

   "Jika saya harus memilih antara kamu dan Yuni, saya akan lebih memilih kamu!" jelas Bu Sukma.

    "Bu, saya tidak butuh rasa kasihan dari siapa pun," sanggah Agista.

    Bu Sukma merencanakan sesuatu, karena sebenarnya dia tidak suka dengan Yuni. Penampilannya yang seksi dan sikapnya yang kurang hormat pada orang yang lebih tua membuatnya merasa tidak yakin jika Yuda akan bahagia dengan Yuni.

    Bu Sukma segera mengajak Agista untuk angkat kaki dari tempat makan tersebut, dan mengajaknya untuk pulang ke rumah.

    Di dalam mobil tidak ada percakapan yang mewarnai suasana, namun ada satu kalimat Bu Sukma yang membuat Agista bingung. 

    "Saya butuh kamu!"

    Sampai di rumah, Agista tidak diam. Dia langsung membereskan semua ruangan yang ada di rumah mewah pak Handoko termasuk kamar Yuda.

   Ada sebuah pemandangan yang sangat mencabik-cabik hati Agista, dia menemukan sepasang pakaian dalam yang berserakan di atas ranjang Yuda.

    Agista langsung terjatuh di lantai, merapatkan badan dengan pahanya dengan kepala tertunduk  sembari menangis.

  Hal tersebut tertangkap kembali oleh Bu Sukma karena pintu kamar Yuda terbuka lebar. Bu Sukma langsung masuk dan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan kamar anaknya. Dia mencari alasan kenapa Agista menangis.

   Setelah Bu Sukma melihat pakaian dalam wanita berceceran di atas tempat tidur anaknya, dia pun tersadar jika itulah penyebab dari menangisinya Agista.

   Beberapa menit kemudian Yuda muncul dan merasa kaget lihat mamanya dan Agista ada di kamarnya.

   "Ada apa kalian di kamarku?" pekik Yuda dengan lumayan gugup.

    "Mama baru tahu jika kamu suka memakai pakaian dalam wanita," Sukma menyindir anaknya terus berlalu keluar diikuti oleh Agista yang sangat jelas terlihat oleh Yuda sedang menangis.

   Agista kembali ke kamarnya, namun sebelum sampai dia tabrakan dengan perut manusia yang seperti balon gas  terbang.

    "Awww ..., Maaf pak!" 

    Hari itu adalah pertama kalinya Agista bertemu dengan pak Handoko papanya Yuda. 

    Agista cium tangan punggungnya, namun pak Handoko sangat lama melepaskan tangan yang mulus putih berbulu halus itu dan bertanya.

   "Kamu siapa?" 

    "Saya Agista dari kampung, asisten rumah tangga baru di rumah ini," jawab Agista dengan badan gemetar karena ketakutan.

    Dari kejauhan Yuda menyaksikan peristiwa tersebut, dia segera datang dan melepaskan tangan Agista dari tangan papanya yang super genit itu.

   "Dia tetangga nenek di kampung pah, dia juga teman sekolah aku di sana,"Yuda menerangkan siapa Agista pada Pak Handoko.

    Handoko menganggukkan kepalanya sambil terus memandangi wajah Agista dari ujung kepala sampai kaki. Lagi-lagi Yuda menyaksikan peristiwa itu.

   

    "Agista memang bunga desa di kampungnya pah, semua laki-laki pasti terpana melihat kecantikan dia. Muda, tua, bujang maupun duda tidak akan pernah menolak jika Agista tersenyum pada mereka," Yuda terus menghalau Papanya sekali pun dia sudah berkhianat tapi dia tidak rela jika ada laki-laki lain yang menyentuhnya apalagi ayahnya.

   "Termasuk kamu?"sahut pak Handoko.

     Dengan tegas Yuda menjawab "Ya ...." 

    

    Seketika pak Handoko terkejut, matanya langsung menyambar ke arah Yuda dan Agista. 

    Yuda sangat paham jika papanya seorang mata keranjang, dia ingin menjaga Agista sekali pun dia sudah berkhianat untuk yang ke sekian kalinya.

    "Agista, kamu cepat masuk kamar !" seru Yuda.

   Tanpa berlama-lama Agista lari tergopoh-gopoh ke kamarnya. Di kamarnya dia menelepon ibu dan ayahnya untuk mengabari jika dia baik-baik saja.

   Agista pun bertanya pada ayah dan ibunya bagaimana kabar Yusuf. Secara kebetulan Yusuf tengah berada di rumah kedua orang tuanya, mereka pun sekalian menelepon.

   "Hai, Gis! Apa kabar?" tanya Yusuf dengan nada datar.

  Agista pun menjawab dengan nada yang datar pula,"Aku sehat dan baik-baik saja," 

    Yusuf kembali bertanya,"Bagaimana dengan visi dan misi kamu? Apa sudah ada titik kemajuan?" 

    "Aku tidak bisa menjawabnya sekarang, yang jelas aku berterima kasih karena kakak sudah mengajariku berbagai hal," 

    "Aku pun mohon maaf atas hatimu yang belum bisa aku isi," sambung Agista dengan nada lirih.

   Rupanya Yusuf tidak tahan bicara lama-lama dengan Agista, dan teleponnya pun langsung dikasihkan kembali pada kedua orang tuanya.

    Begitu pun dengan Agista, dia mengakhiri pembicaraan dengan kedua orang tuanya dan memutuskan untuk istirahat.

    Yuda mendengar jelas apa yang Agista bicarakan saat menelepon orang tuanya. Yuda tidak mau mengganggu Agista dan kembali ke kamarnya.

   

    Sang play boy itu merebahkan badannya di atas ranjang kamarnya. Di sana dia bicara sendiri.

    "Tadi mama dan Agista melihat celana dalam dan bra nya Yuni tercecer di sini, pantesan Agista tertunduk dan menangis,"

    Yuda bangkit dari tidur dan mengorek isi dompetnya. Di sana masih terselip foto Agista dengannya semasa SMA. 

    "Gis, aku sadar jika aku sudah mengambil jalan yang salah. Namun aku lakukan semua ini demi mama!" 

    "Dari kamu aku merasakan mahkota yang pertama, namun  Yuni aku tidak tahu laki-laki yang ke berapa yang menyentuh tubuhnya," 

    Hati kecil    Yuda sebenarnya sadar, jika Agista lah wanita terbaik yang dia kenal. Namun jiwa play boy yang mengalir deras dari papanya tak mungkin bisa hilang begitu saja.

   Ditambah dengan kebangkrutan yang menimpa Keluarganya mengharuskan Yuda untuk menjadi tumbal atas kebangkitan keuangan keluarga.

   Yuda terperanjat dari lamunannya, dia baru membangkitkan ingatannya jika papanya sedang ada di rumahnya setelah dua Minggu bergilir ke istrinya yang ke dua, ke tiga dan ke empat.

    "Aku harus tidur di ruang tamu agar aku bisa meyakinkan jika kamar Agista benar-benar aman dari gangguan apa pun," 

   Yuda menutup dirinya dengan selimut dan mematikan lampu. Semakin larut malam suasana semakin hening,  Yuda melihat jam tangannya menunjukkan pukul 02.00. Dia menyimpulkan jika Agista dalam keadaan aman.

   Dia memutuskan untuk kembali ke kamarnya, namun baru selangkah dia maju. Dia melihat ada bayangan yang membuat dia curiga, dia ikuti bayangan itu sampai ke depan pintu kamar Agista.

   "Cek lek," 

    Ada seseorang yang membuka gagang pintu kamar Agista. Yuda tidak mampu melihatnya dengan jelas karena lampu semua ruangan di matikan.

   Yuda sudah siap-siap untuk memukul orang yang berani masuk ke kamar Agista.

    Namun ketika Yuda sampai di kamarnya Agista, dia kaget karena orang itu ternyata mamanya sendiri.

   "Mama, aku kira papa yang buka pintu kamar ini," suara Yuda terdengar ngos-ngosan.

    "Mama ingin jaga Agista dari kenakalan papa, makanya mama ke sini untuk jagain dia soalnya papa nggak ada di kamar mama nak,"sahut sang mama.

    Yuda pun merespon positif usaha mama, dia bangga mama begitu simpati pada Agista.

   "Sebaiknya kamu pulang, Jakarta bukan tempat aman untuk wanita sebaik kamu!" seru Yuda pada Agista.

    Mamanya langsung memberi kode jika Yuda nggak boleh bersuara, mamanya menutup mulut dengan telunjuknya.

    "Agista tidak boleh pulang, mama butuh dia!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status