"Oke gue mau jujur, tapi aku minta tambahkan nominalnya!" tawar Andika.
"Lo belum buka tabir itu meski sekata pun, lantas sekarang lo minta gue tambahin! Lo anggap gue sebodoh itu!" "Jika kejujuran itu lo ungkapin ke media sosial, image lo juga bakal bersih! Jadi terserah lo, lebih memilih gue lapor polisi atau bicara jujur?" Andika memang jiwa penipunya sangat handal, namun Gino sangat cerdas dan tidak mau dikelabuhi begitu saja. Dia sangat ingin Agista jadi miliknya tanpa bayangan image buruk. "Gue disuruh oleh seseorang untuk mengerjai Agista seolah-olah Agista sudah gue tiduri, padahal aku sumpah demi ibuku jika aku tidak menyentuhnya. Aku hanya mengambil scan foto memeluknya tapi tidak lebih itu," Gino merekam pernyataan Andika untuk barang bukti."Siapa yang memyuruh lo?" Gino masih penasaran.
"Tambahkan dulu nominalnya! Baru gue bicara!" p"Kamu makan dulu, biar aku suapi yah!" tawar Gino sambil menyodorkan satu sendok nasi goreng ke mulut Agista.Agista terharu mendapat perlakuan spesial dari Gino. Perhatiannya membuat Agista benar-benar membunuh rasa cintanya pada Yuda."Gin, terimakasih yah!" lirih Agista."Kamu jangan bicara apapun selain fokus makan, aku tidak mau kamu sakit!" respon Gino yang terlalu fokus nyuapi Agista karena sudah lama menahan lapar.Agista pun diam dan fokus menghabiskan nasi gorengnya sampai habis."Maafkan aku Gis, aku tidak mau memperlihatkan rekaman kedua Andika tentang jebakan Yuni pada Yuda. Aku takut kehilanganmu jika kamu kembali simpati pada Yuda," Gino bergumam dalam batinnya.Makan telah usai, Agista dan Gino segera bersiap untuk berangkat ke rumah ibu Monika. Dengan hati yang masih belum stabil, Agista pasrah karena Gino sudah berhasil meyakinkan dirinya jika dengan rekama
"Mah!" panggil Gino pada ibu Monika.Monika yang sedang tidur dengan posisi miring ke kiri segera membalikkan posisi badannya ke arah sumber suara."Kenapa kamu bawa wanita murahan ini ke hadapan Mama Gino?" Monika malah tak terima jika Agista ada di depannya.Gino meraih tangan Monika lalu menciumnya, lalu berujar."Aku membawa bukti jika Agista sudah dijebak oleh seseorang! Mama tolong lihat dulu! Aku mohon Mah aku sangat sayang pada Agista aku ingin segera menikahinya!" bujuk rayu Gino pada Monika sang Mama, wanita yang sama-sama disayangi oleh Gino.Meski agak lama menunggu Monika pun mau melihat video Andika yang dia rekam."Coba Mama lihat!" seru Monika dengan mengubah posisinya menjadi duduk.Kurang lebih lima menit video itu diputar, Monika luluh dan akhirnya mau menerima Agista sebagai menantunya."Kala
Berita tentang rencana pernikahan Agista sampai juga di telinga Yuda, dia ingin sekali menggagalkan pernikahannya namun dia punya cukup bukti jika anak yang dikandung Yuni bukanlah darah dagingnya."Gue bisa gila jika Agista nikah sama Gino, gue cari bukti ke mana lagi yah jika Yuni sudah jebak aku!" Yuda bicara pada dirinya sendiri."Sayang!" bisik Yuni sambil memeluk Yuda dari belakang dan mengalungkan kedua tangannya ke leher Yuda.Bibirnya melumat daun telinga Yuda dan kedua tangannya membelai dada bidangnya. Setelah itu badannya berputar ke depan hingga berhadapan dengan wajah Yuda.Yuda yang tengah duduk di atas kursi putar ruang kerjanya merasa jengah dengan sikap Yuni yang terus menguasai dirinya."Kamu ngaku saja jika kamu sudah bayar orang untuk mrnjebak Agista, supaya Agista tercoreng namanya!" sarkas Yuda.Yuni sangat murka dengan pertanyaan Yuda, semua benda
"Kita berpisah hanya sementara, aku akan pergi ke Jakarta untuk mengejar cita-cita," ujar Yuda seraya melepaskan kancing baju seragam SMA Agista dan melucuti semua bajunya hingga tak ada selembar kain pun yang menempel di tubuh Agista. Suasana rumah sang nenek yang sepi dan jauh dari penduduk lainnya membuat pertarungan ranjang mereka semakin panas dan banjir desahan asmara. Namun setelah mereka saling melepas rasa kepuasan, Agista menundukkan kepalanya dan bulir-bulir bening dari matanya mengalir deras karena menyesal mahkotanya sudah diserahkan begitu saja pada Yuda. "Kenapa kamu nangis sayang? Bukankah kamu mencintaiku dan kita sangat menikmatinya?" Yuda mengangkat dagu Agista, menatap matanya dan merangkai kata-kata rayuan. "Bagaimana jika aku hamil? Sedangkan kamu akan pergi jauh dari kampung ini," sanggah Agista sangat meragukan kesetiaan Yuda.
Namun Agista tetap pada pendiriannya, dia tidak menganggap jika dirinya seperti sampah. Setelah lulus SMA dan setelah Yuda merenggut mahkotanya, Agista lebih sering menghabiskan waktunya di tepi danau melihat dan ngajak ngobrol teratai - teratai yang ada di sana. Dan di sana pula dulu Agista dan Yuda sering memadu kasih. Sore itu teratai yang dilihat Agista kebanyakan sudah layu namun sebagian ada pula ada yang baru mekar. "Hai, teratai aku sudah jujur pada Yusuf. Tapi mengapa dia tetap ingin menikahi ku? Kenapa dia tidak merasa jijik dengan aku?" Agista bertanya pada bunga teratai yang dia anggap sebagai sahabatnya. "Wahai, teratai! Semakin dia menolak semakin ingin aku memilikinya," Yusuf datang tiba-tiba dan sama-sama bicara pada bunga teratai. Yusuf pun melangkahkan kakinya ke tepi danau dan memetik satu bunga teratai seraya berujar ke
"Sayang ayo kita pulang! Kamu lagi ngapain sih?" teriak Yuni. Yuni adalah perempuan yang kini dekat dengan Yuda, mereka bertunangan setelah perusahaan keluarga Yuda hampir bangkrut. "Kamu menginginkan aku untuk jauh dari kamu dan melupakan semua yang sudah terjadi dengan kita," ungkap Agista. "Kalau memang iya kenapa Gis? Aku sekarang punya kehidupan baru yang tidak mungkin bisa kamu pahami," sahut Yuda. Agista menahan mulutnya dengan tidak mengeluarkan kata-kata ketika sang perempuan yang tadi bermadu kasih dengan Yuda menghampirinya seraya berujar. "Sayang, dia siapa?" dengan wajah ketus Yuni mengelilingi tubuh Agista dan kembali menggandeng tangan dan mencium pipi Yuda. "Seharusnya aku yang harus bertanya seperti itu!" Namun kata-kata itu hanya terucap dalam hatinya.
Pagi ini cuaca sangat cerah sekali, Agista memulai aktifitas di rumah Yuda dengan memasak di dapur membantu bi Tuti. Dia melihat ada beberapa stok sayur di dalam kulkas, ketika tangannya ingin meraih beberapa sayuran dan bumbu-bumbu. Tiba-tiba ada tangan yang menggenggam tangannya. Agista langsung membalikkan badannya dan segera melepaskan tangan itu. "Kamu!" suara Agista pelan namun matanya melotot tajam ke arah wajah Yuda yang tadi memegang tangannya. "Tanganmu sangat dingin, sedingin ruangan kulkas itu!" pekik Yuda dengan tatapan sinis. Agista tidak menghiraukan perkataan Yuda, dia terus melanjutkan niatnya untuk mengeksekusi resep masakan andalan ibunya di kampung. Yuda tidak beranjak dari tempat duduknya, dia terus memandang wajah polos Agista yang tengah memotong sayuran. &nbs
"Sepertinya kamu sudah paham dengan apa yang saya jelaskan barusan, saya akan membantumu semampunya namun kamu jangan berharap banyak karena yang menentukan hasil akhir dari sebuah usaha adalah do'a!" Bu Sukma menyimpulkan pertemuan mereka sudah cukup. Demikian pula dengan Agista, dia berniat untuk mengurungkan niatnya untuk menuntut Yuda tapi Bu Sukma terlanjur simpati pada Agista. "Bu, kalau begitu saya mohon pamit untuk pulang kampung saja. Percuma juga saya berlama-lama di sini, sekeras apa pun saya memohon tidak akan mengubah pendirian Yuda," keluh Agista. "Tidak, Kamu tidak boleh pergi dulu! Tunggu komando dari saya!" Bu Sukma mencegah Agista pulang. Bu Sukma lebih simpati pada Agista dari pada Yuni, namun Agista tidak tahu apa yang direncanakan Bu Sukma hingga menahannya untuk pergi. "Jika saya harus memilih antara kamu dan Yun