Kedua wanita itu terus berjalan, kedua mata mereka sejak tadi tidak bisa berhenti menatap sekeliling. Sementara ekspresi wajah mereka sama sekali tidak bisa tenang. Keduanya terlihat tegang dan cemas. Mereka tidak akan pernah bisa merasa tenang sebelum mereka menemukan wanita yang saat ini sedang mereka cari. Wanita itu tidak lain dan tidak bukan adalah tunangan dari tuan mereka yang beberapa saat yang lalu tidak sengaja terpisah akibat kekacauan yang terjadi di pasar. Sekarang mereka harus bersusah payah mencari, dan menemukannya sebelum masalah lain timbul.
"Apa yang harus kita lakukan Hélie? Kalau tuan sampai tahu kita kehilangan tuan putri, bisa-bisa kita dimarahi habis-habisan." Susan terus melangkah di samping wanita berpakaian ksatria itu. Ekspresi di wajahnya masih sama cemasnya seperti beberapa saat yang lalu. Sudah kesana-kemari mereka mencari, dan sialnya hasil pencarian mereka sama sekali nihil. Mereka tidak bisa mendapatkan hasil yang mereka inginkan, dan wanita yang mereka cari menghilang tanpa jejak entah kemana.
"Tenanglah Susan, kita harus tetap mencari!" ujar Hélie yang masih berusaha tenang. Baginya di saat seperti ini sangat penting agar tetap tenang supaya mereka bisa berpikir jernih, dan mengatasi masalahnya dengan lebih baik.
"Tapi sebentar lagi tuan akan pulang, dan kalau kita sampai tidak bisa menemukan tuan putri sampai beliau pulang, maka beliau akan marah besar."
"Maka dari itu lebih baik kita terus mencari, dan berhenti bicara!" Hélie mulai kesal. Terlebih celotehan Susan sama sekali tidak membantu, bahkan alih-alih membantu, Susan justru malah memperumit keadaan dengan overthinkingnya itu. Hélie yang mulai jengkel lantas memutuskan untuk melangkah lebih dulu, meninggalkan Susan di belakang sementara dirinya menghampiri salah satu penduduk untuk ditanyai. Susan yang sadar wanita itu meninggalkannya lantas bergegas mengejar wanita itu dengan langkah tergesa-gesa. Detik berikutnya, mereka kembali sibuk berjalan sambil terus menyisir daerah sekitar terakhir kali mereka kehilangan wanita yang mereka cari.
Carla Harper De Ophelia namanya, wanita yang tak lain ialah tunangan dari seorang Marquis muda bernama Cruz Odin Spencer. Salah satu bangsawan paling berpengaruh di kerajaan. Wanita itu adalah seorang putri dari salah satu bangsawan di negeri tetangga. Karena hubungan pertunangan mereka, dan beberapa masalah internal lain di keluarga, akhirnya Carla di bawa oleh Cruz dan di minta untuk tinggal bersamanya hingga proses persiapan pernikahan mereka selesai.
Waktu berlalu dan sudah hampir satu jam lebih mereka mencari keberadaan Carla yang mendadak hilang entah kemana, sialnya lagi mereka sudah menanyakan ke para penduduk di sana dan tidak ada satupun di antara mereka yang melihat keberadaan wanita itu. Carla seolah menghilang begitu saja tanpa jejak. Entah kemana wanita itu pergi, yang pasti mereka kehilangan jejaknya karena kekacauan yang terjadi beberapa waktu lalu. Kekacauan yang membuat mereka terseret dan berakhir terpisah satu sama lain. Sepanjang jalan, Hélie dan Susan juga tak berhenti untuk terus berteriak menyerukan namanya. Berharap Carla bisa mendengar suara mereka lalu menjawabnya.
"Bagaimana ini? Kita sudah mencari tuan putri kemana-mana, tapi kita sama sekali tidak bisa menemukan beliau. Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang buruk pada beliau? Apalagi beliau sama sekali tidak terlalu hafal dengan kota ini."
"Sejak tadi kau terus saja bicara hal yang tidak-tidak. Itu sama sekali tidak membantu, Susan. Lebih baik kau bantu aku untuk terus mencari. Bicara saja tidak akan membuahkan hasil apa-apa. Terlebih kalau kau terus membicarakan hal yang buruk-buruk!"
"Aku hanya membicarakan kemungkinan terburuknya saja..."
"Itu dia. Berhenti memikirkan hal terburuk itu atau apa yang kau pikirkan akan benar-benar menjadi nyata." Hélie benar-benar sudah kehabisan kesabaran menghadapi Susan yang terus bicara hal yang tidak-tidak. Itu membuat kupingnya penuh, dan dia mulai jengkel.
Tep!
Susan tiba-tiba saja menghentikan langkah kakinya di tempat ketika secara tidak sengaja kedua irisnya menangkap sosok tak asing yang kini sedang menunggang kuda. Bergerak menuju arahnya. Susan menyipitkan kedua matanya guna memperjelas apa yang dia lihat. Namun begitu sadar, kedua matanya langsung membulat dengan air muka kaget yang sama sekali tidak bisa dia sembunyikan. Susan bahkan bisa langsung sadar begitu melihat pesona, dan kharismanya dari kejauhan. Sosok itu tampak bersinar walau wajahnya tampak serius sekalipun, dan tidak ada seorangpun yang mampu berpaling begitu sosoknya datang dan menyita seluruh perhatian. Susan yang sadar akan hal itu lantas menarik-narik wanita yang berada tepat di sebelahnya. Hélie masih belum menyadari sosok itu datang karena terlalu sibuk menanyai beberapa penduduk lain di dekat mereka berjalan.
"Hélie..." panggilnya dengan nada lirih. Hélie yang sadar wanita itu kembali bersuara lantas menepis tangannya dari pundaknya. Memberikan isyarat pada Susan untuk berhenti mengeluarkan ocehan yang tidak penting. Alih-alih berhenti setelah kalimatnya diabaikan Hélie, Susan justru malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu bahkan sekarang bukan hanya menarik-narik pakaiannya, melainkan mengguncang pundaknya dengan sedikit bertenaga. "Hélie!"
"Diam sebentar, aku sedang bertanya!"
"Hélie! Aku rasa ini gawat. Kita benar-benar dalam masalah besar sekarang."
"Apa maksudmu? Berhenti bicara omong kosong dan bantu aku mencari tuan putri. Atau kita akan benar-benar terjebak dalam masalah!"
"Aku rasa itu sudah terlambat, karena masalahnya berada tepat di hadapan kita," ujar Susan yang sejak tadi fokus perhatiannya tidak bisa beranjak dari Cruz yang menunggang kuda terus mendekat ke arahnya. Jarak lelaki itu semakin lama semakin mendekat. Di sisi lain, Hélie yang mendengar rekannya semakin meracau tidak jelas lantas berhenti, dan menoleh ke arahnya yang entah sejak kapan berada selangkah di belakangnya.
"Aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang kau--" Belum sempat Hélie menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba saja tanpa peringatan lebih dulu, Susan mendekat dan menarik kepalanya, mengarahkan pandangannya tepat ke arah yang sejak tadi di tatap olehnya. "Lihat itu!" katanya dengan nada panik. Baru sepersekian dekit berikutnya, Hélie tersadar dengan apa yang dilihatnya. Wanita itu membelalakkan matanya saat sadar siapa yang sekarang sedang berkuda melaju menuju arah mereka.
"T-tuan?!" Hélie berucap dengan nada terbata-bata. Dia benar-benar tidak menyangaka kalau lelaki itu akan muncul di hadapan mereka lebih cepat dari yang diperkirakan. Sadar dengan apa yang mereka lihat, membuat Hélie dan Susan sama-sama gelagapan. Mereka benar-benar takut sekaligus bingung harus bagaimana, dan harus menjawab apa kalau sampai lelaki itu benar-benar berhenti di hadapan mereka untuk menanyakan tunangannya yang sekarang posisinya sedang tidak bersama mereka.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" ujarnya dengan panik sambil menatap Susan.
"Kenapa kau tanya aku? Memanganya aku tahu apa yang harus kita lakukan? Cepat cari ide!" Susan sama paniknya dengan wanita itu, terlebih dia semakin panik begitu mendengar Hélie yang berubah panik begitu sadar Cruz menghampiri mereka.
"Tenang! Kita harus tenang agar kita bisa berpikir jernih dan menemukan jalan keluar dari situasi ini." Hélie memegangi kepalanya sambil mencoba tenang. Namun alih-alih berhasil tenang, dia justru makin panik karena melihat Cruz makin mendekat. "AKU TIDAK BISA TENANG!" teriaknya panik.
"Apalagi aku! Sudahlah, kita lari dan menghidar saja!" Susan berbalik siap untuk meninggalkan Hélie sendiri di sana.
"Tunggu, itu bukanlah ide yang bagus. Tapi, tidak buruk." Hélie ikut berbalik dan siap untuk melarikan diri, mengikuti saran dari Susan. Sayangnya keberadaan mereka sudah lebih dulu di sadari oleh Cruz yang langsung mengarahkan kuda yang di tungganginya itu ke arah mereka. Lelaki itu langsung memanggil keduanya saat sadar Susan dan Hélie tak bersama dengan tunanganya.
"Susan! Hélie!" Cruz memanggil mereka. Mendengar suara Cruz yang berteriak menyerukan namanya, seketika membuat Susan dan Hélie membatu ditempatnya dengan jantung yang seolah berhenti berdetak sesaat saking kagetnya. Keringat tanpa sadar mulai mengucur membasahi kening mereka, dan wajah mereka langsung memucat begitu Cruz menghentikan kudanya di depan mereka.
"T-tuan..." Dengan suara terbata dan nyaris tanpa suara, mereka menjawab teriakan dari Cruz barusan.
"Apa yang kalian lakukan di sini? Bukankah aku meminta kalian untuk menjaga putri?"
"I-itu..." Susan semakin guggup. Sementara itu tiba-tiba saja Hélie membungkuk di hadapan Cruz, membuat Cruz dan Susan terkejut oleh tindakannya.
"Ampuni saya, tuan. Kami sebenarnya sudah berusaha untuk melarang tuan putri, namun karena beliau terlalu lembut, kami jadi luluh dan mau menerima ajakan beliau ketika beliau meminta kami mengantarkannya berkeliling kota. Beliau bilang bosan karena terus berada di kediaman Marquis tanpa bisa bertemu dengan orang-orang baru, maka dari itu kami terpaksa mengantarkan tuan putri untuk berkeliling. Namun di luar dugaan, tadi terjadi kekacauan di pasar yang membuat kami terpisah dengan tuan putri..."
Susan melongo, dia sungguh tidak percaya dengan apa yang baru saja dilakukan oleh rekannya itu. Hélie baru saja menceritakan masalah mereka pada Cruz. Dia benar-benar tidak tahu apa yang ada di pikiran wanita itu yang langsung menjerumuskan mereka dalam masalah baru yang lain. Tapi karena semuanya sudah terlanjur terbongkar, tidak ada pilihan lain selain Susan ikut membungkuk dan meminta ampun padanya sebelum terlambat.
"Kami sungguh meminta maaf atas kecerobohan kami, tuan. Tapi kami sungguh sudah mencari tuan putri kemana-mana. Namun kami tidak berhasil menemukan beliau dimanapun." Susan menimpali. Tak lama setelah mendengar ucapan mereka, ekspresi Cruz seketika berubah. Aura gelap langsung menyelmuti sosok pria itu.
"APA? BAGAIMANA KALIAN BISA MELAKUKAN HAL SECEROBOH INI! CEPAT CARI PUTRI SAMPAI KETEMU, KALAU PERLU PANGGIL BANTUAN! AKU TIDAK AKAN MEMAAFKAN KALIAN KALAU SAMPAI PUTRI TIDAK DI TEMUKAN ATAU KEMBALI DALAM KEADAAN TERLUKA. AKU AKAN MENGHUKUM KALIAN, INGAT ITU!"
"Kami bersalah, tuan..." Susan dan Hélie sama sekali tidak bisa mengelak. Tak lama, dengan wajah kesal bercampur cemas. lelaki itu beranjak dengan menunggangi kudanya. Memacu laju kudanya meninggalkan mereka di sana.
Sepeninggalan Cruz, Susan dan Hélie segera melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Cruz. Susan segera kembali untuk meminta bantuan, sementara Hélie terus berusaha mencari, dan tidak pernah bosan menanyakan pada para penduduk, apakah mereka pernah melihat Carla atau tidak.
Di sisi lain, Cruz terus memacu laju kudanya. Sial. Firasatku jadi tidak enak. Bagaimana kalau Carla sampai bertemu dengan Enrique? Aku harus cepat-cepat menemukannya.
***
Carla terus berlari hingga akhirnya keluar dari pasar. Napasnya terengah-engah dan dia benar-benar merasa begitu kelelahan. Sayangnya tidak ada waktu untuk berhenti karena dia harus terus berlari agar bisa lolos dari mereka semula. Begitu dirinya tersadar, Carla baru sadar bahwa dia telah tersesat di antara gang gelap yang kumuh nan kotor. Gang yang posisinya berada jauh dari keramaian sekaligus tempat yang jauh dari area pasar. Wanita itu sejenak berhenti guna mengatur napasnya yang tersengal sekaligus memastikan sesuatu. Dia harus memastikan bahwa Enrique dan anak buahnya tidak lagi mengejarnya. "A-aku benar-benar tidak mengerti. Siapa mereka semua, dan kenapa mereka bisa tiba-tiba menculik lalu mengejarku? Ini benar-benar aneh. Padahal aku sama sekali tidak mengenal mereka. Dan apa ini? Baju aneh macam apa yang mereka pakaikan padaku? Kenapa mereka memasangkan baju yang menyusahkanku untuk bergerak seperti ini?" Carla menatap pakaian yang dikenakannya. Benar-benar pakaian yang bahk
Ketemu! Cruz membuka kedua matanya begitu akhirnya dia bisa melacak keberadaan Carla dengan kemampuan yang dimilikinya. Lelaki itu lantas memacu laju kudanya, mengarahkan kudanya ke tempat di mana posisi wanita yang menjadi tunangannya itu berada. Cruz sebisa mungkin pergi dengan menggunakan jalan pintas. Tak lama setelah usahanya melewati jalan tikus, akhirnya Cruz bisa melihat Carla yang kini sedang digendong oleh Enrique yang berusaha membawa wanitanya itu perg. Cruz juga bisa melihat Carla yang sebisa mungkin berjuang untuk meloloskan diri. Wanita itu bahkan terus meronta guna melawannya. Cruz yang melihat itu seketika berubah kesal. Lelaki itu mencengkram erat tali yang menjadi kendali untuk kudanya lalu memacu kudanya lebih cepat menuju arahnya. Dia tidak mungkin bisa membiarkan ada pria lain yang menyentuh wanitanya. Tidak sedikitpun, walau hanya sehelai rambutnya. Cruz juga akan melakukan apapun untuk menghancurkan siapapun yang berani menyentuhnya. Terlebih, kalau dia melakuka
"Turunkan aku!" Carla memberontak. Jujur saja dia merasa sangat asing dengan tempat yang di maksud Cruz sebagai rumahnya itu. Lagipula sejak kapan rumah sebagus dan semewah itu menjadi rumahnya? Carla rasa itu semua tidak masuk akal sama sekali. "Kalau kau terus memberontak, kau bisa jatuh." "Kalau begitu cepat turunkan aku!" ujarnya lagi. Cruz menghela napas dalam. Ia tidak mendengarkan ucapannya dan terus membawa Carla hingga akhirnya mereka tiba di depan sebuah pintu yang kemudian dia dorong dengan tubuhnya lalu membawa Carla masuk. Wanita itu kian panik saat sadar ruangan yang mereka masuki ternyata adalah sebuah kamar berukuran super besar dengan ranjang yang juga tidak kalah besarnya. "Kenapa kau membawaku kemari?!" teriaknya. Cruz hanya diam tanpa menjawab. Ia membawa Carla menuju sofa dan mendudukkannya di sana. Begitu berhasil bebas dari Cruz, Carla segera bangkit dan menjauh dari Cruz dengan raut wajah kesal, namun Cruz punya refleks yang lebih cepat. Dalam satu gerkan, le
Ini bukan tubuhku. Tapi kenapa aku bisa tiba-tiba berada di tubuh wanita ini? Apa yang terjadi? Okay, Carla. Tenang... Jangan panik. Pertama, aku harus memperjelas situasinya terlebih dulu, dengan begitu aku bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi... Carla mengatur napasnya, berusaha untuk menenangkan diri yang semula panik bukan main. "Carla!" Cruz menyadarkannya dari lamunan. Wanita itu melirik Cruz dan beradu tatap dengannya lewat cermin. Dari cermin itu, dirinya bisa dengan sangat jelas melihat pria itu berdiri di sampingnya sambil menatapnya. Menyadari hal itu, Carla lantas berbalik ke arahnya. "Katakan sekali lagi!" ujar Carla, yang seketika membuat Cruz kebingungan dengan kalimatnya. Carla mendekatkan tubuhnya sambil kembali berujar. "Katakan sekali lagi! Panggil namaku." "Carla, kau benar-benar bersikap aneh. Cepat katakan apa yang sebenarnya sudah dilakukan oleh si berengsek itu padamu? Akan aku berikan dia pelajaran karena sudah membuat tunanganku bersikap aneh begini?
"Aku akan melepaskannya seperti yang kau ingin kan, tapi kau bisa keluar sebentar, kan? Aku akan menggantinya segera," tuturnya dengan panik. Tubuhnya bahkan sampai gemetar. Sama gemetarnya dengan suara yang keluar dari mulutnya. Perlahan Cruz melunak. Pria itu melepaskan cengkraman tangannya dari Carla lalu bergerak mundur, memberikan ruang untuknya bergerak. "Akan aku panggilkan maid untuk membantumu," katanya. Cruz beranjak dari tempatnya, menarik pintu itu lantas melangkah pergi meninggalkan Carla yang masih berusaha menenangkan diri di dalam kamarnya. Carla termangu, dia kini di buat bingung dengan kalimat yang dituturkan Cruz barusan. "Apa maksud dari perkataannya? Maid?" Carla mengedikan bahu, berusaha menghiarukan kalimatnya. Sekarang yang terpenting baginya adalah pria itu telah meninggalkannya, dan sekarang dia merasa aman. Dengan segera setelah Cruz pergi, Carla menutup pintu dan berjalan menghampiri sofa yang sama yang tadi mereka duduki. Dia duduk terhenyak, berusaha me
Carla menghela napas panjang. Ia membuka lemari pakaian yang ada di dalam kamarnya. Begitu pintu itu terbuka dan dirinya melangkah masuk, Carla bisa melihat ruangan yang di buat khusus untuk pakaiannya. Di dalam sana yang bisa Carla lihat hanyalah gaun, gaun, dan gaun. Tidak ada pakaian lain selain gaun yang super panjang hingga menutupi kakinya. Layaknya gaun yang semula dia kenakan. Selain itu, dia juga melihat sepatu, pakaian dalam dan aksesoris tambahan lainnya. Di etalase khusus yang terbuat dari kaca, Carla melihat ada begitu banyak perhiasan cantik yang belum pernah dilihatnya. Etalase itu terletak di tengah-tengah ruangan. Setelah melihat semua ini, Carla semakin merasa jelas bahwa dirinya memang tinggal di rumah ini bersama Cruz. Jadi... Ini semua adalah pakaian milik gadis pemilik tubuh ini? Carla melangkah secara perlahan dengan mata yang kini terus menatap sekeliling dengan begitu takjub, semua gaun yang dilihatnya terlihat mewah. Ini adalah pertama kalinya Carla melihat
Cruz melangkah masuk ke dalam kamar Carla yang berada dalam keadaan tidak terkunci. Dan di sana dia tidak melihat Carla maupun para maid yang dia perintahkan. Ruangannya kosong, dan menyadari hal itu membuat Cruz kebingungan. Pria itu lantas berjalan sambil terus menatap ke sekeliling. "Kemana dia pergi? Para jug maid tidak ada, apakah dia memutuskan untuk jalan-jalan? Tapi tidak mungkin." Cruz memonolog. Lelaki itu baru saja berbalik hendak melangkah pergi, namun langkahnya langsung terhenti saat kedua telinganya secara tidak sengaja mendengar suara Carla yang bergumam di balik layar tempat berganti pakaian. Cruz yang menyadari hal itu spontan terdiam dan menoleh ke arah dimana siluet Carla terlihat secara samar. Lelaki itu beranjak dari tempatnya, melangkah menghampiri suara yang dia dengar. "Aduh, pakaian ini benar-benar menyiksaku. Kenapa aku harus mengenakan pakaian seperti ini? Ini sungguh berbanding terbalik dengan apa yang aku bayangkan, ternyata gaunnya tidak semudah itu un
"Hmph—!" Carla membelalakkan matanya begitu Cruz tanpa aba-aba mencium dan melumat bibirnya dengan begitu intens. Apa yang dia lakukan? Berengsek! Ternyata dia tidak ada bedanya dengan pria tadi. Carla membatin. Ia menggunakan kedua tangannya untuk mendorong dada bidang Cruz supaya menjauh darinya. Namun sial, tubuh pria itu terlalu kokoh. Bahkan tenaganya tidak terlalu kuat untuk melawannya. Sementara itu, Cruz yang menyadari adanya perlawanan dari Carla lalu mencengkram tangan wanita itu dan secara perlahan mendorong tubuhnya hingga berbenturan dengan tembok. Cruz mengurung tubuh mungilnya di antara kedua tangan kokohnya. Sementara bibirnya terus bergerak, bermain dengan mulut Carla yang mulai kewalahan menghadapi serangannya. Menyingkir dariku! batin Carla. Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana, tubuhnya terkurung sementara lelaki itu terus menyerang bibirnya. Brakk! Suara pintu yang di buka mendadak membuyarkan perhatian mereka. Bersamaan dengan terbukanya pintu, Carla bisa