Share

Bab 7. The Agreement

Xena menatap sebuah dokumen yang ada baru saja Morgan sodorkan padanya. Raut wajah gadis itu nampak bingung dan tak mengerti. Ya, gadis itu kini berada di kamar Morgan yang ada di lantai 5. Setelah permainan panas, Morgan meminta Xena untuk ganti baju, dan ikut dengan pria itu ke kamar.  

“Morgan, dokumen apa itu? Kenapa kau memberikan dokumen itu padaku?” tanya Xena seraya menatap lekat Morgan. Gadis itu meminta Morgan memberikan penjelasan padanya.

“Di dalam dokumen itu ada surat perjanjian. Bacalah, dan tanda tangani,” jawab Morgan dingin dan datar.

Xena terdiam sebentar, dan kembali menatap dokumen yang ada di hadapannya. Xena ingin sekali bertanya apa perjanjian yang dimaksud oleh Morgan, tapi pertanyaan itu seakan tertelan di tenggorokannya, hingga tak mampu mengeluarkan sebuah pertanyaan.   

Perlahan, Xena mengambil dokumen yang ada di hadapannya. Gadis itu membuka dokumen tersebut, dan membacanya dengan seksama dan penuh ketelitian.

Surat perjanjian.

Pihak pertama : Morgan Louise

Pihak kedua    : Xena Foster.

Adapun perjanjian yang harus disepakati sebagian berikut:

Hubungan yang terjalin antara pihak pertama dan pihak kedua adalah hubungan saling menginginkan. Pihak pertama dan pihak kedua bebas melepas, jika memang ingin menyudahi hubungan itu.

Pihak kedua harus tunduk dan patuh pada pihak pertama. Termasuk tentang berhubungan seks. Pihak kedua dilarang menolak.

Pihak kedua tidak berhak untuk ikut campur urusan pribadi pihak pertama.

Selama perjanjian ini masih aktif, maka pihak kedua harus tinggal bersama dengan pihak pertama.

Demikian, surat perjanjian yang dibuat dan dapat dipergunakan semestinya.

Pihak pertama,                                                                                   Pihak kedua,

Morgan Louise                                                                                    Xena Foster

Xena terpaku kala sudah membaca surat perjanjian yang diberikan oleh Morgan. Yang Xena bingung adalah ‘Hubungan saling menginginkan’, hubungan macam apa itu? Apa maksudnya kekasih? Jutaan pertanyaan muncul di kepala Xena saat ini. Gadis itu tak mengerti akan maksud dari surat perjanjian tersebut.

Xena bangkit berdiri, menatap Morgan dengan tatapan menuntut. Sedari tadi Morgan memang berdiri di hadapannya. Sungguh, saat ini perasaan Xena campur aduk. Rasa kesal, emosi, dan bingung telah bercampur. Bisa-bisanya pria di hadapannya itu terpikir untuk membuat surat perjanjian di antara mereka.

“Apa maksud dari surat perjanjian ini?” seru Xena seraya menatap dingin Morgan.

Morgan mendekat, menatap dalam manik mata cokelat terang Xena. “Surat perjanjian yang aku buat, adalah keuntungan untuk kita, Xena.”

Xena mengembuskan napas kasar. “Hubungan saling menginginkan? Hubungan macam apa itu, Morgan?” serunya lagi dengan nada menahan rasa kesal.

Morgan menangkup kedua pipi Xena. Mendekatkan bibirnya ke bibir gadis itu seraya berbisik, “Hubungan saling menginginkan adalah hubungan yang menggambarkan tentang keadaan kita. Bukankah sejak awal, kau menginginkanku, Xena?” Tangan Morgan membelai payudara Xena dari balik bra gadis itu, memberikan remasan pelan, hingga membuat Xena mendesah.

“M-Morgan.” Xena menggigit bibir bawahnya, merasakan embusan napas Morgan menyentuh lehernya. Tubuh Xena meremang. Bulu kuduknya merinding. Gairah yang tergulung dalam dirinya, seakan ingin meledak.

Morgan membenamkan bibirnya ke bibir Xena, mencium dan melumat gadis itu liar. “Aku akan memberikan waktu untukmu memikirkan ini.” Morgan menelusuri bibir Xena dengan jemarinya.

Xena bergeming di tempatnya dengan keresahan yang mulai muncul. Kaki Xena seakan lumpuh di kala mendapatkan ciuman dari Morgan. Hanya ciuman saja, mampu membuat hasrat dalam diri Xena seakan meronta-ronta.

***

Xena menghempaskan tubuhnya di ranjang. Gadis itu mengambil bantal, dan menutupi seluruh wajahnya dengan bantal tersebut. Kepala Xena pusing luar biasa, bingung apa yang harus dilakukannya. Benak Xena hanya memikirkan tentang surat perjanjian yang Morgan berikan padanya. Sebuah perjanjian yang membuat Xena dilanda kebingungan.

Tak memungkiri, Xena ingin sekali menandatangani surat perjanjian tersebut. Akan tetapi, logika Xena seakan jalan. Gadis itu takut terjebak akan sesuatu hal dikemudian hari. Terlebih Xena mengingat status Morgan adalah seorang duda. Oh, astaga! Xena pusing luar biasa.

“Apa yang harus aku lakukan? Apa aku tanda tangani saja dokumen itu?” gumam Xena pada diri sendiri.  

“Akh! Morgan sialan! Kenapa kau selalu ada di pikiranku?!” Xena mengacak-acak rambutnya.

Xena memejamkan mata seraya mengumpat dalam hati. Xena ingin sekali pergi menjauh dari pria sialan itu, tapi dirinya tak bisa pergi. Xena seakan terpaku dalam penjara, yang telah dirinya ciptakan. Penjara besi, yang tak mampu terbebas oleh siapa pun.

Sejenak, Xena mengatur napasnya. Dalam kondisi seperti ini yang dirinya butuhkan adalah alkohol guna menenangkan pikiran yang berkecamuk. Detik selanjutnya, Xena menghubungi pelayan yang ada di lantai bawah.

“Hallo,” sapa sang pelayan sopan, kala panggilan terhubung.

“Bawakan aku wine. Aku ingin minum wine,” jawab Xena dingin.

“Baik, Nona. Saya akan segera mengantarkan wine ke kamar Anda,” balas sang pelayan penuh sopan.

Xena menutup panggilan tersebut, dan meletakan kembali telepon ke tempat semula.  Sebenarnya, Xena ingin sekali pergi ke klub malam, namun Xena takut kalau dirinya bertemu dengan paparazzi. Xena tak mau terkena masalah lebih banyak lagi.

“Nona Xena?” Sang pelayan melangkah masuk ke dalam kamar Xena, seraya membawakan sebotol wine yang diminta oleh Xena.

“Ya?” Xena mengalihkan pandangannya, menatap pelayan itu.

“Nona, ini wine yang Anda minta.” Pelayan itu menghidangkan botol wine ke atas meja.

Xena bangkit duduk, gadis itu mengambil botol wine, dan menuangkan ke gelas berkaki tinggi yang ada di hadapannya, lalu menegak wine itu secara perlahan. Tampak Xena sedikit memejamkan mata saat wine masuk ke dalam tenggorokannya.

“Nona Xena, apa ada hal lain yang Anda butuhkan?” tanya sang pelayan penuh sopan.

“Aku ingin bertanya sesuatu padamu,” ujar Xena dengan raut wajah yang serius.

“Ya, Nona? Ada apa?” Pelayan itu menatap Xena.

Xena mengembuskan napas panjang. “Apa Biana Faye dulunya tinggal di sini?” tanyanya ingin tahu.

“Tidak, Nona. Tuan Morgan baru saja pindah ke mansion ini beberapa bulan lalu tepatnya setelah perceraian beliau dengan Nyonya Biana,” jawab sang pelayan sopan.

Xena terdiam kala mendengar jawaban sang pelayan. “Lalu kenapa lukisan Biana ada di ruang makan? Apa Biana sendiri yang mengantarkan ke sini?” tanyanya lagi.

Sang pelayan menganggukan kepalanya. “Benar, Nona. Nyonya Biana yang datang ke sini, dan meletakan lukisan itu di ruang makan.”

Xena kembali menegak wine di tangannya. “Apa kau tahu alasan Morgan dan Biana bercerai?”

“Maaf, Nona. Untuk hal itu saya kurang tahu,” jawab sang pelayan sopan.

Xena berdecak pelan. Pertanyaan yang diajukan memang pertanyaan bodoh. Mana mungkin pelayan tahu alasan perceraian majikannya. Otak Xena memang blank sejak kehadiran Morgan di hidupnya.

“Keluarlah, selesaikan pekerjaanmu yang lain. Terima kasih sudah mengantarkan wine untukku,” ucap Xena dingin.

“Baik, Nona. Kalau begitu saya permisi.” Pelayan itu menundukan kepala, lalu pamit undur diri dari hadapan Xena.

Xena menatap lurus ke depan, dengan pikiran yang saat ini memikirkan tentang perjanjian yang diberikan oleh Morgan. Hati dan logika Xena seakan berperang. Tak menampik, dirinya telah terpesona pada Morgan sejak pertama kali bertemu dengan pria itu.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Puspita Adi Pratiwi
terpesona ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status