"Anak mu memang tidak bersalah, namun kau yang bersalah! Seharusnya kau tidak menikah dengan Arya, seharusnya kau tidak usah lagi muncul di kehidupan kami, lihatlah,,, kehadiran mu membuat rumah tangga kami menjadi hancur, dia ingin kembali mengejar mu, dan ingin meninggalkan ku! Kau sialan!" maki Maya pada Jasmin sambil mendorong Nirel dengan penuh emosi ke arah luar pagar pembatas, membuat Jasmin akhirnya tidak kuasa menyaksikan semua itu dan dia menjerit histeris dibuatnya.
"Nirel,,, tidak,,,!!" jerit Jasmin terdengar pilu.Namun tanpa di duga Arya justru berlari secepat kilat menangkap tubuh mungli Nirel yang hampir saja terlempar dari pagar pembatas balkon, membuat Maya semakin di kuasai emosi karena merasa suaminya lebih membela Jasmin, bahkan rela mengorbankan apapun demi anak mantan istrinya itu."Sialan kau Arya, masih saja kau membela dia, kenapa selalu dia,,, dia,,,dan dia, aku memang bersalah, tapi tidak seharusnya aku di perlakukan tidak adilLangkah Jasmin terasa berat, perasaannya gamang saat kakinya menyusuri lorong rumah sakit menuju ruangan dimana Arya dirawat."Tenangkan diri mu, aku hanya tidak mau kamu menyesal jika ternyata Arya tidak dapat bertahan dan belum medapatkan maaf dari mu. Sudah waktunya kamu melepaskan dan mengikhlaskan semuanya." ujar Niko.Tidak ada sepatah kata pun keluar dari bibir merah Jasmin yang kini hanya berjalan dengan pandangan matanya yang terus saja tertuju pada ubin rumah sakit, pikirannya terasa tidak menentu, memikirkan apa yang akan di katakannya saat berada di hadapan Arya nantinya."Ini ruangannya, kamu mau masuk sendiri atau aku temani?" tanya Niko menghentikan langkahnya tepat di depan pintu salah satu ruang rumah sakit yang bertuliskan ICU.Terlihat juga Maya berdiri di samping kanan pintu, matanya sembab dan lingkaran hitam di bawah matanya tampak sangat jelas, bisa dipastikan jika wanita itu pasti tidak tidur dalam beberapa hari terakhir in
Tiiiiit,,,,,,,Suara panjang terdengar dari alat monitor jantung yang terpasang di dada Arya, garis horizontal panjang juga tampak di layar monitor, menandakan jika tidak ada lagi pergerakan pada jantung pasien.Dokter di temani beberapa perawat datang ke ruangan itu untuk memeriksa keadaan Arya, setelah mereka susah payah menyaret keluar Maya yang tidak mau beranjak dari sisi ranjang suaminya sambil terus meraung-raung, namun Jasmin sepertinya tidak sekejam itu, dia merasa tidak tega melihat Maya yang sepertinya begitu terluka, dia meraih pundak Maya dan mencoba menenangkannya."Aku tau ini tidak mudah untuk mu, tapi kita harus percaya,,, apapun yang menjadi takdir Tuhan, itu pasti yang terbaik," ujar Jasmin mencoba menenangkan meski nyatanya Maya tidak menghiraukan kata-katanya dan masih tetap meraung-raung di depan pintu yang kini tertutup.Tidak sampai lima menit kemudian, para petugas medis itu keluar dari ruangan Arya, mereka menyampaikan be
Sudah tiga tahun lamanya Arya meninggalkan kota ini, semenjak penghianatan yang dilakukan Maya sang istri bersama sahabatnya Dimas, kini Arya kembali ke kota yang penuh dengan kenangan pahit itu, tiga tahun tak membuat Arya melupakan semua penghianatan itu, kepergiannya ke luar negeri pun tak meluluhkan rasa sakit di dadanya, hatinya masih sangat terasa perih saat harus mengingat penyebab perceraiannya dengan Maya, wanita yang di cintainya semenjak masa SMU dulu.*Flash backArya seorang manajer di perusahaan furniture itu terbilang sangat beruntung hidupnya, selain mempunyai wajah tampan, otak yang pintar dan kehidupan yang lumayan mapan, di tambah lagi sosok seorang istri yang cantik yang selama dua tahun ini berhasil di persuntingnya.Maya Aruna namanya, wanita cantik itu adalah sahabatnya sejak duduk di bangku SMU, mereka bersahabat ber-tiga, Arya, Maya dan satu lagi Dimas, mereka bahkan masih bersahabat dengan baik meski Arya dan Maya sudah menikah, sementara D
Suara Arya yang menyerukan kata "Kejutan!" justru terdengar seperti suara gemuruh petir di siang hari, atau suara dentuman bom atom, atau bahkan seperti lolongan srigala di tengah malam, semuanya sama-sama mengerikan saat sampai di pendengaran."A-Arya?!" Cicit Maya tertahan, mood bercinta yang tadi sedang tinggi-tingginya dan seolah menerbangkannya ke langit ke tujuh itu, kini seakan menghempaskannya ke dasar bumi.Kegiatan panas pasangan yang tak semestinya itu harus di hentikan secara paksa meski keduanya belum mencapai puncaknya, Maya menutupi tubuh polosnya dengan selimut yang sudah berpindah posisi yang biasanya di atas kasur kini tergeletak di lantai, bersisian dengan pakaian mereka yang juga berceceran di lantai.Sepertinya mereka sangat bernafsu sampai-sampai lupa menutup pintu dengan sempurna, atau mungkin mereka merasa aman karena Arya sedang dinas di luar kota, sementara asisten rumah tangganya memang hanya bekerja sampai jam empat sore saja.Tak jauh berbeda dengan Maya, D
"Hai, Kak Arya!" Seorang gadis cantik menggerak-gerakan telapak tangannya di hadapan wajah Arya yang pandangannya terarah jauh ke depan, namun kosong entah kemana."Ah sorry, Kau sudah besar sekali Jasmin, terakhir bertemu dengan mu saat dulu aku menikah dengan ---" Berat rasanya saat bibirnya ingin mengatakan dan mengingat pernikahannya dengan Maya sekitar hampir enam tahun yang lalu itu."Haha,,, iya, saat itu aku masih kelas tiga SMP, aku patah hati karena kakak menikah dengan kak Maya, dan memutuskan untuk melanjutkan sekolah di luar negeri, sekarang aku baru saja lulus kuliah," celoteh gadis yang di panggil Arya dengan nama JAsmin itu.Jasmin Suseno adalah adaik perempuan satu-satunya dari Dimas, mantan sahabatnya yang kini menjadi suami dari Maya sang mantan istri.Sejak kecil kalau Arya kebetulan main ke rumah Dimas, Jasmin selalu mengatakan kalau Arya adalah Aladinnya dan hanya akan menikah dengan Arya jika suatu hari dirinya sud
Jasmin masih menunduk di hadapan Arya, dia tak tau harus menyikapi pernyataan cinta dan lamaran pria itu yang terkesan tiba-tiba."Jasmin, seperti yang kamu tau, usia ku sudah tak muda lagi, aku seusia dengan abang mu, tahun ini aku menginjak 30 tahun, jadi bagi ku sudah bukan saatnya lagi untuk bermain-main atau pacaran, apalagi kamu juga tau kalau aku pernah gagal dalam berumah tangga, aku ingin membangun rumah tangga lagi dengan orang yang benar-benar dapat mengerti aku, setia dan tulus menyayangi ku, dan aku rasa semua kriteria itu ada pada mu, terserah kamu mau mau menerima lamaran ku atau tidak, aku ingin jawabannya sekarang juga, aku tak suka menunggu, jika pun jawabannya tidak aku tak apa-apa." bebernya panjang lebar."Tapi kak, kenapa aku, aku ini adik dari orang yang telah merebut istri kakak, menghancurkanrumah tangga kakak?" lagi-lagi pertanyaan itu yang keluar dari mulut Jasmin, dirinya seakan tak percaya jika saat ini dia sedang di lamar oleh pri
Menjelang malam Jasmin baru sampai di rumahnya, setelah tadi dia puas berjalan-jalan dan wisata kuliner dengan 'kekasih barunya' yang mungkin sebentar lagi akan menjadi calon suaminya, jika kedua orang tuanya memberi ijin padanya untuk menikah muda.Kalaupun kedua orang tuanya tak setuju, dia akan akan memaksanya, dia akan menggunakan kekuatan tahtanya di rumah itu sebagai anak bungsu kesayangan yang setiap permintaannya harus selalu di turuti dan tak boleh di bantah."Welcome home princess,,,,!" teriak semua orang dari dalam rumah saat Jasmin baru saja membuka pintu utama rumah mewah milik orang tuanya yang bagaikan istana itu.Ayah, ibu, dan semua para pelayan rumahnya berkumpul di ruang tamu menyambut kedatangan putri kesayangan dari seluruh keluarga Bagas Suseno itu, tak ketinggalan sang kakak tercinta Dimas beserta sang istri Maya, juga ikut berkumpul meramaikan acara penyambutan sang princess yang terdiam mematung di ambang pintu."Aku sudah
Arya berjalan dengan penuh percaya diri, seperti tak pernah ada konflik besar di antara mereka semua, Arya bahkan melemparkan senyuman hangatnya pada semua orang yang berada di ruangan itu, dimana hampir semua orang disana hanya bisa fiam terpaku, tiba-tiba mereka merasa kaku bahkan hanya untuk membalas senyuman pria yang pernah di sakiti sedemikian rupa oleh anak dan menantu keluarga besar Suseno itu."Selamat malam semuanya," sapa Arya dengan begitu ramah, tak tampak sama sekali guratan benci atau marah di wajah pria tampan itu, semua berjalan normal seperti dulu saat dirinya sering main ke rumah itu untuk menemui Dimas.Bagas mengangguk tanpa bersuara, ingin sekali membalas sapaan pria itu, namun suaranya seakan tertahan di tenggorokannya, dia hanya mampu memberikan senyum tipis namun kaku dan terkesan dingin saat menyambut pria yang konon katanya ingin melamar putri kesayangannya itu.Seakan terhipnotis, semua orang yang berada di sana mengikuti a