"Tentu saja saya simpati bu, sangat simpati bahkan, apa yang terjadi kepada Inara semua karena anak saya, saya uang semestinya tidak pantas meminta pengampunan apalagi sampai meminta membebaskan anak saya."
"Jangan seperti itu bu, saya tau perasaan ibu kita sama sebagai orang tua tidak ingin melihat anaknya menderita, begitu juga dengan ibu, sudahlah apa yang terjadi tidak usah dibahas lagi, kita pikirkan saja apa yang harus kita lakukan selanjutnya yang tentunya terbaik untuk anak anak kita."Dalam hati mama Rio dia merasakan kekaguman kepada sikap bijaksana mama Inara yang menyikapi permasalahan sebesar ini dengan hati yang dingin. Ini membuat mama Rio menyadari mengapa anaknya bisa jatuh hati kepada Inara, mungkin bukan saja karena kecantikannya namun juga karena sifat baiknya yang diwariskan oleh mamanya.Tak berapa lama terdengar panggilan petugas untuk keluarga Rio dan Inara. Orang tua Rio dan Inara masuk ke dalam ruangan dan menandatangani surat pernyataan bahwa kedua belah pihak telah menempuh kesepakatan untuk berdamai dan Rio sedang proses untuk dikeluarkan dari sel. Papa Rio disaat telah selesai menandatangani surat pernyataan itu dia menoleh ke arah Inara yang sedang diam duduk dengan tatapan kosong."Ya Alloh ampuni kesalahanku sebagai orang tua dan anakku Rio yang telah berbuat dzolim kepada gadis sebaik dan secantik Inara."Ayah Rio duduk disebelah Inara berusaha seperti mama Rio yang mengajak bicara Inara."Assallamualaikum Nak."Inara menoleh sedikit, dan dengan singkat menjawab salam ayah Rio."Waalaikumsalam."Ayah Rio yang masih canggung memilih untuk meninggalkan Inara dan menghampiri istrinya."Hati Ayah rasanya sakit melihat Inara, kita tertawa diatas penderitaanya Ma.""Aku juga begitu aku merasa bersalah secara tidak sengaja telah memaksanya untuk membebaskan Rio, apa mungki Inara mau menerima pertanggung jawaban Rio?"Suasana berubah hening mereka berdua menatap wajah Inara yang pasif tanpa senyum dan sangat muram."Nara, ayo kita pulang nak, sudah selesai semua, kamu pasti capek kan butuh istirahat, atau kamu mau jalan jalan dulu mungkin?""Sudah selesai semua ma? syukurlah kita pulang saja Nara mau istirahat saja, Nara tidak mau kemana mana.""Baiklah kita pulang ya, tunggu papa sebentar papa masih ngobrol sama petugas."Disaat mereka menunggu, terlihat petugas yang sedang menemani Rio keluar dari sel. Rio yang semula memakai baju tahanan itu kini telah bebas dan berganti baju. Rio segera menghampiri mama dan ayahnya."Mama Ayah, terima kasih kalian sudah menjemput dan menunggu Rio disini."Mama Rio yang tidak membalas sapaan putranya iti mencoba memberi kode kepada Rio dengan melirikkan matanya ke arah Inara. Rio sangat terkejut melibat Inara ternyata juga ada disitu."Ya Alloh ada Inara, aku mau kesana menyapanya dan berterima kasih kepadanya." Mama Rio langsung menarik dan mencegah Rio untuk menghampiri Inara yang sedang duduk ditemani ibunya."Sebaiknya jangan dulu, mama takut Inara masih trauma apalagi melihat kamu dihadapannya, dari tadi mama dan ayahmu mencoba menyapa dan mengajaknya bicara tapi jangankan menjawab melihat mama dan ayah saja tidak.""Kenapa dengan Inara ma?"Rio langsung menatap Inara dari kejauhan. Inara yang dulu terlihat ceria namun sekarang raut wajahnya berbeda, seperti ada yang kosong di tatapannya. Meskipun begitu kecantikannya tetap bersinar diwajahnya yang suram."Ya Alloh Inara, ini semua karena aku kamu bisa sampai seperti itu, aku berjanji aku akan menebus kesalahanku kepadamu, jika perlu nyawakupun akan aku berikan untukmu."Rio menghampiri ayanhya saat melihat ayahnya yang sedang berbicara dengan petugas dan papa Inara. Dia menciu. tangan ayahnya dan memelukny, setelah itu dia juga bersalaman dengan papa Inara dengan wajah tertunduk dia berusaha memberanikan dirinya untuk mengucapkan sepatah kata terima kasih karena telah membebaskan dirinya."Saya mohon maaf sekali lagi atas perbuatan saya kepada Inara pak, dan saya juga sangat berterima kasih kepada bapak dan keluarga karena telah membebaskan saya.""Sudahlah tidak perlu berterima kasih, saya hanya meminta kamu memenuhi janjimu yang akan bertannggung jawab atas perbuatanmu.""Pasti itu pak saya akan menepatinya.""Coba kamu lihat Inara sekarang, apa seperti itu Inara yang kamu kenal dulu, bahkan saya sekarang pangling dengan raut wajah anak saya yang berubah, dia seperti bukan Inara." Tanpa disadari air mata seorang walikota itu menetes dipipinya, air mata seorang ayah yang sedang kehilangan kebahagiaan putrinya. Dengan menahan tangisnya dan berusaha menguatkan suaranya papa Inara mencoba melanjutkan kata katanya."Bahkan saya pesimis niat baik mu bertanggung jawab menikahi Inara bukanlah sebuah solusi, namun malah membuatklnya semakin terpuruk."Seketika suasana menjadi hening dengan secara bersama tatapan mata mereka bersama menatap Inara dan mencoba mencari solusi yang terbaik untuk mengembalikan kesehatan mental Inara yang telah terluka sangat parah."Saya punya kenalan seorang psikiater, apa bapak setuju jika besok saya minta psikiater itu datang kerumah bapak?" Rio mencoba memberanikan diri menawarkan membawa psikiater untuk menngobati luka hati Inara."Ya pak sebaiknya kita fokus dulu dengan keadaan phsycologis Inara agar dia bisa kembali seperti semula dan juga menghilangkan traumanya." Ayah Rio meberi tanggapan mencoba meyakinkan papa Inara agar mau menerima tawaran Rio.Papa Inara hanya diam tidak menjawabnya dengan terus memandang putrinya."Saya bicarakan dengan istri saya, nanti saya hubungi bapak kalau memang mama Inara setuju, sebaiknya kita pulang sekarang karena saya takut suasana disini membuat Inara tidak nyaman dan membuatnya tertekan."Setelah obrolan panjang itu mereka memutuskan untuk pulang. Rio tak melepaskan tatapannya kepada Nara, ingin rasanya dia ada disamping Nara, namun itu masih tidak mungkin terjadi. Jangankan menemani, mungkin sekarang mendengar nama Rio saja Inara sudah tidak sudi lagi. Rio terus menatap Inara yang berjalan bersama papa dan mamanya memasuki mobil dan hingga mobil itu pergi semakin menjauh."Yuk pulang, biar ayah yang membawa mobil, kamu kelihatan masih capek." Rio dan orang tuanya pun memasuki mobil dan pergi meninggalkan tempat dimana dia menghabiskan waktu dua malam dibalik jeruji besi."Ayah masih kepikiran Inara, semoga dia tidak apa apa, kamu harus melakukan sesuatu Rio, ayah juga nanti akan meminta beberapa psikiater.""Iya yah, aku juga nanti akan mencari info dan meminta tolong psikiater yang aku kenal, kira kira Inara apa akan menerimaku nanti ya?"Tak terasa perjalanan mereka telah sampai dirumah. Rio seakan akan sangat merindukan rumahnya yang telah dua hari dia tinggalkan."Rio mandi dulu ya." Setelah berpamitan kepada ayah dan ibunya Rio segera menuju kamarnya. Dua hari tersiksa tidur tanpa alas membuat Rio langsung merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Dia memejamkan matanya, namun bayangan Inara muncul."Inara, aku berjanji akan selalu ada untukmu, aku janji akan kukembalikan kebahagiaan yang telah aku ambil darimu."Dibalik bayangan tentang Inara dia teringat kalau sudah beberapa hari meninggalkan kewajiban dan pekerjaannya. Dia mengambil handphone yang baru dikembalikan tadi setelah dia dibebaskan. Terlihat banyak sekali pesan dan panggilan yang terjawab disana. Rio mencoba membuka satu satu pesan, namun rupanya ada beberapa pesan singkat dari rumah sakit tempatnya bekerja yang memintanya menghadap ke atasannya."Semoga aku tidak dipecat dan diblokir ijin praktekku menjadi dokter."Namun selain pesan dari rumah sakit ada puluhan pesan dari Hesti yang belum tahu tentang kasusnya kepada Inara. Rio membuka satu persatu pesan dari Hesti yang nampam sangat memikirkan Rio. Rio yang merasa aneh dengan sikap Hesti yang tampak berlebihan rupanya telah merasakan jika Hesti memiliki perasaan yang berbeda kepadanya bukan hanya sebagai seorang namun ingin lebih dari itu. Namun sayang hati Rio kini hanya untuk Inara dan telah tertutup untuk siapapun.Satu persatu pesan singkat telah dibuka dan juga dibalaskan, kecuali pesan dari Hesti. Dia tidak mau memberikan harapan palsu kepada Hesti, karena sekarang dia hanya ingin fokus kepada Inara. Rio mencoba menutup kembali matanya untuk beristirahat."Aku benci kamu Inara, aku benci kamu." Dalam perjalanan Rio terus meracau, dia tidak hentinya mengungkapkan kekecewaannya kepada Inara. Hesti memanfaatkan keadaan ini dengan baik, dia tak ingin menyia nyiakannya. Mobilnya terus melaju menuju sebuah tempat penginapan. Dia ingin memanfaatkan keadaan Rio yang sedang tidak sadar ini dengan sebaik mungkin. Sesampainya di sebuah hotel, Hesti segera membawa Rio masuk kedalam kamar yang telah dipesannya. Hesti merebahakan tubuh Rio yang sedang tidak sadar diatas ranjang. Dia melepas seluruh baju pengantin yang masih menempel pada tubuh Rio. Disaat itulah Hesti mulai bertindak nekat, dia meraba seluruh badan Rio. "Sayang, lampiaskan seluruh luka hatimu kepadaku. Aku akan mengobatimu dan mulai saat ini aku akan mendapatkanmu seutuhnya."Hesti dengan agresif menyerang tubuh Rio yang masih dalam pengaruh alkohol. Dia mencium seluruh tubuh Rio, melumat habis bibirnya dan tak melewatkan satuapun bagian tubuh Rio. Hesti melepas seluruh bajunya hi
Penghulu dan juga papa Inara segera bersiap untuk melanjutkan akad nikah itu. Dari kejauhan nampak Hesti dan Arga yang tersenyum sengit dan bertatapan seakan tidak sabar menunggu sebuah pertunjukkan drama yang akan segera dimulai. Sementara Rio sudah duduk dihadapan papa Inara yang akan menjadi wali nikah untuk putrinya, Rio tertunduk tak menatap papa Inara yang ada dihadapannya. "Nak Rio bisa kita mulai kan?" Rio memgangkat kepalanya yang tertunduk, dia menoleh kearah Inara dan Rio hanya mengengguk kecil me jawab pertanyaan penghulu yang akan membimbing acara akad nikah itu. Penghulu pun memulai acara akad nikah antara Rio dan Inara, dua membaca sebuah doa sebelum ijab qabul itu diucapkan. Setelah itu penghulupun mempersilahkan papa Inara untuk melantunkan ijab qabul itu. "Saudara Rio, saya nikahkan dan kawinkan kau dengan putri saya Inara Darmawan binti Darmawan dengan mas kawin uang sebesar tiga juta tujuh ratus lima puluh ribu dan seperangkat alat sholat dibayar tunai." Suara l
"Batal? apa yang batal maksudnya ma?" Celetuk Ayah Rio yang baru saja mendengar percakapan terakhir antara Rio dan mamanya. "Rio ingin membatalkan pernikahannya dengan Inara." "Apa apaan kamu Rio, kamu ini kenapa semalam kamu sudah menghilang tiba tiba dari acara malam midodaren sekarang kamu mau mebatalkan pernikahanmu dengan Inara, kamu ini kenapa Rio? sekarang juga kamu siap siap dan kita pergi kerumah Inara!" "Gak yah aku gak akan melanjutkan pernikahan ini sampai Inara memberikan bukti bahwa anak yang ada dalam kandungannya benar benar anak Rio." Pernyataan Rio membuat ayahnya semakin marah. Ayah Rio tak menerima alasan apapun yang disampaikan oleh putranya, dia tetap memaksa Rio untuk bersiap melanjutkan acara pernikahannya di pagi ini. "Kamu tau Rio sebagai lelaki yang bertanggung jawab apapun itu kami harus tetap melanjutkan pernikahanmu, tepati janjimu kepada Inara. Bagaimanapun kamu yang telah menodainya dan sekarang kamu malah berkelit mencari alasan untuk membatalkan
"Arga..bisa bisanya kamu menjatuhkan tuduhan seperti itu sama aku tega sekali Arga kamu setelah sekian tahun aku menjaga kesetiaanku hanya buat kamu, aku hamil bukan karena selingkuh tapi karena pelecehan yang dilakukan Rio asal kamu tahu itu. Papa percaya aku pa semua yang dikatakan Arga iti tidak benar dan fitnah." "Tapi kamu menikmatinya kan Inara sampai sampai kamu hamil, halah mengaku saja kamu Inara, aku sudah lama tau kelakuanmu yang gampang sekali terjerat rayuan laki laki, sudahlah mungkin karena Rio tahu tingkah aslimu makanya dia ragu kan karena bukan hanya dia yang menanamlan bibitnya dirahimu." Hujatan dan hinaan Arga tak kunjung henti hentinya, hingga amarah dan emosi Inara terpancing, dan,,Plaaaaaak!! "Tutup mulutmu, aku tidak mengira laki laki yang aku kenal selama ini bermulut busuk sepertimu Arga." Inara meluapkan amarahnya yang sudah tidak bisa dia tahan karena mendengar kata kata Arga yang semakin menjadi jadi. Bukannya berhenti namun Arga semakin semangat mengu
Dia terus mengulang ulang rekaman itu. Disaat dia memutar rekaman itu papa Inara yang mendengar keributan dari kamar putrinya dan segera.menuju kamar Inara. "Ada apa ini?" Tanya papa Inara dengan nada tinggi. "Kebetulan sekali papamu juga ada disini, aku akan putar sekali lagi perlngakuan dosamu ini." Rio segera.mengulang kembali memutar rekaman itu dengan wajah yang memerah karena terbakar api amarah. "Hentikan Rio cukup Rio, semua yang kamu dengar itu tidak benar Rio. Aku bersumpah ini anakmu Rio, hentikan Rio. Fitnah Rio itu semua fitnah aku tidak pernah berbicara seperti itu Rio." Tangisan Inara pecah memenuhi ruang kamarnya. Mama dan papa Inara hanya terdiam setelah mendengar rekaman yang diputar oleh Rio. Mereka tak tau lagi apa yang harua mereka katakan. "Saya memutuskan untuk membatalkan pernikahan ini. Kamu minta Arga menikahimu Inara, seperti yang kamu katakan Arga adalah ayah dari anakmu, aku sudah memintamu jujur tapi kamu, kamu malah marah dan masih berkelit. Bapak ib
Melihat Inara yang sudah mulai menunjukkan bahwa dirinya telah menerima Rio dan juga kehamilannya membuat kemarahan Hesti semakin memuncak. Hesti dengan licik merekam semua cerita Inara, dia mebawa rekaman itu kepada seorang teman. Meminta temannya untuk mengedit rekaman itu dan menjadikan sebuah cerita baru yang akan siap menghancurkan pernikahan Inara dan juga Rio. Rekaman baru telah Hesti dapatkan, dia menghubungi Arga dan menceritakan semua rencananya yang telah dia siapkan dengan rapi. Keesokan harinya tepat dua hari sebelum pernikahan Rio berlangsung, Hesti menelpon Rio dengan berpura pura mengucapkan selamat kepadanya dan mengatakan ingin menemuinnya. "Halo Rio, selamat ya akhirnya temenku yang satu ini menemukan pelabuhan hatinya. Oh iya bisa gak kita ketemh sebentar aja, aku pengen ngobrol bentar." "Ok Hes, kebetulan aku juga lagi diluar, kita ketemu dicafe biasanya ya." "Ok Rio sampai ketemu nanti, hati hati ya calon pengantin." Hesti sudah tidak sabar ingin menunjukka