Share

BAB 7: SIAPA DIA?

Pria gemuk berkacamata beberapa kali melihat sekitar, lalu memandang arlojinya. Duduk di sebuah coffe shop, di deratan kursi yang disediakan di luar ruangan. Pakaiannya rapi, berkemeja corak hitam putih bergaris, bercelana bahan, dan mengenakan sepatu pantofel. Di hadapannya ada sebuah map, belum dibuka sejak tadi, mungkin sampai orang yang ditunggu datang.

Jemarinya mengusap layar smartphone ke atas, membaca-baca berita online. Bosan dengan hal itu, ia membuka aplikasi media sosial. Di situ terlihat pesan yang terakhir kali ia terima, pas tiga puluh menit yang lalu. Kata-kata terakhir yang ditulis adalah: [Aku masih di jalan, sabar, ya.]

“Sudah lama menunggu di sini?” ucap seseorang yang sudah tiba di hadapannya. Ia mengenakan kaus berwarna putih dan celana jin.

“Ini mah pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban,” jawab pria gemuk itu, dengan mulut yang sedikit manyun. “Coba lihat chat kita, kayaknya di sana ada keterangan waktunya.”

Lelaki berkaus putih itu tertawa mendengar sindiran temannya. Tangannya langsung menarik sebuah kursi yang ada di hadapan temannya agar lebih mundur, sebelum akhirnya duduk kursi itu.

“Ridho, Ridho. Untungnya aku sudah terlalu kenal siapa kamu. Jadi ya sudah terlalu terbiasa mengalami kejadian seperti ini.”

Masih dalam tawanya, Ridho memberikan tepukan bersahabat beberapa kali pada sosok lelaki berkacamata di hadapannya. Erlangga nama temannya ini, namun Ridho biasa menyingkat dengan memanggilnya “Angga” saja, atau “Ngga”.

Sorry Ngga. Habisnya Tiara susah banget ditinggal, mesti kerja sama dengan uminya dulu, baru bisa ditinggal,” ucap Ridho. Kemudian ia memanggil pelayan coffee shop agar mempersiapkan minuman dan beberapa cemilan untuk menemani diskusi mereka petang ini. Ia melanjutkan kata-katanya, “By the way, data-data yang kita bicarakan sudah kamu kumpulkan, kan?”

Erlangga lantas membuka map yang telah dipersiapkan, mengeluarkan seberkas kertas. Sebagian kertas itu adalah hasil print yang didapat dari laman-laman website, sebagian yang lain diambil dari koran atau majalah terkini dan jumlahnya tidak terlalu banyak. Ada juga copy-an yang diambil dari koran-koran kuno yang tidak mungkin dibawa serta, mungkin akan semakin rusa jika dipaksakan dibawa.

“Bukan katanya kamu kenal seseorang yang paling tahu tentang hal ini? Kenapa pula masih memerlukan sumber-sumber di sini?” ucap Erlangga, sambil memerhatkan temannya yang begitu fokus membaca tulisan-tulisan di kertas yang ia pegang.

“Iya kamu benar, tapi walau bagaimana pun juga, kita memerlukan rujukan yang bisa jadi penguat.”

Okey. By the way, setelah aku teliti lebih jauh tentang orang ini, ternyata berita-berita seputarannya memang menarik. Sayang sekali kalau selama ini, media-media besar tidak memperdalam kasusnya. Atau memang ada unsur kesengajaan, seperti ancaman berangus misalnya?” tutur Erlangga, dua tangannya menangkup di atas meja, ekspresi wajahnya menunjukkan kalau ia mulai masuk ke mode serius.

“Aku jadi penarasan, siapa sih orang yang kamu maksud itu? Yang kamu sebut sebagai orang paling tahu tentang Jonathan, bahkan lebih tahu daripada para ahli sejarah sekalipun.”

Ridho sama sekali tidak merespons ucapan Erlangga. Sepertinya pendengarannya menurun lantaran konsentrasi yang terpusat pada bacaan yang ia pegang. Hal ini biasa terjadi pada umumnya laki-laki ketika benar-benar fokus. Lihat saja Ridho sekarang, bagaimana tatapan matanya seakan menyapu bersih tiap-tiap huruf yang ditemukan.

Erlangga yang cukup mengenal Ridho—dan mengenal keluarganya yang lain—bisa memahami kondisi ini. Mungkin nanti, jika Ridho sudah selesai mengamati bahan-bahan yang akan dituliskan, ia akan bertanya ulang.

Seorang pelayan akhirnya datang membawakan minuman dan kudapan yang telah dipesan. Menatanya satu persatu di meja yang mengantarai Ridho dan Erlangga. Hingga tersisa dua gelas minuman, si pelayan memastikan pada kedua pelanggannya.

“Maaf, kapucino untuk siapa, ya?”

“Oh, taruh sini, Mas,” ucap Ridho, setelah mengalihkan pandangannya ke pelayan coffee shop. Ia letakkan lembaran-lembaran kertas yang sekilas sudah dibaca dan diperoleh gambaran umumnya. Selepas pelayan itu pergi, tangannya menjangkau sebatang kentang goreng dan mengoleskannya ke saus dan mayones yang dihampar di sebuah wadah kecil.

“Ini enak, Bro. Kalau kamu tidak coba, habis sama aku sendiri nanti.”

“Itu mah tidak usah dikasih tahu. Aku tahu ‘penyakit’ kalau sudah berurusan makan bareng kamu.”

“Ah, sial!” balas Ridho.

Erlangga menunggu beberapa saat lagi untuk menanyakan ulang pertanyaannya tadi. Terkait siapa sosok yang dimaksud Ridho, yang disebut paling tahu tentang kasus Jonathan. Jawaban itu belum ia terima via telepon, sebab Ridho berjanji hanya akan memberitahukannya setelah mereka bertemu di tempat ini.

By the way, aku masih sangat penasaran, siapa sih orang yang kamu maksud itu? Orang yang kamu bilang sangat tahu tentang Jonathan dan kebetulan sangat dekat dengan kamu.”

Sambil bertanya-tanya, Erlangga menyisihkan dua opsi dalam benaknya. Yaitu tidak mungkin orang yang dimaksud adalah uminya Ridho. Ia cukup kenal siapa Umi, pastilah beliau tidak mau dipusingkan dengan permasalahan-permasalahan demikian. Terlebih Izul, kakaknya Ridho, lebih tidak mungkin lagi. Ia mengenal Izul sebagai sosok yang terlalu realistis dan hanya mau mengerjakan hal-hal yang jelas saja. Mana mungkin Izul mau menghabiskan waktu untuk mengurusi hal seperti itu, apa lagi hingga mempelajarinya lebih dalam.

Sayagnya, lagi-lagi fokus Ridho sudah tidak berada di tempatnya. Matanya menyoroti sesuatu di hadapannya dengan sangat serius. Bahkan tingkat fokusnya kali ini, kelihatan lebih tinggi dari sebelumnya. Hingga Erlangga yang mendapati kondisi temannya itu, ikut mengalihkan pandangan ke belakang, menatap panorama yang disaksikan Ridho.

Ia tidak menemukan ada sesuatu yang aneh. Anak ini kenapa lagi?

“Sorry Ngga, aku tinggal sebentar, ya!”

Seorang wanita yang berdiri bersama anak kecil dalam gendongannya, itu yang mengalihkan fokus Ridho hingga sebegini rupa. Wanita itu kelihatan menunggu seseorang, dan Ridho bisa mengira siapa sosok yang ia tunggu. Ia tidak mungkin salah, penampilan wanita itu, bahkan hingga penampilan anaknya, sama persis dengan sosok yang pernah ia temukan di bandara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status