Mau merasa malu pun, percuma. Semalam mereka bercinta.Tidak kenal puas, apalagi lelah.Merasakan bahwa kakinya terbelit di antara kaki Jun pagi ini, membuat Shima merinding, ketika dia membuka mata dan melihat dua pasang kaki telanjang berada di luar selimut.Jijik?Bukan.Dia justru ingin melakukannya lagi.Dasar gila!“Morning seks?” bisik Jun, kecupan tidak luput diberikan sekilas di leher Shima. Pria itu terbangun lima detik setelah Shima membuka mata.Malu-malu tapi mau? Itu dia!Jun sadar sebelum Shima memberi isyarat apa pun. Benar memang, Jun selalu tahu apa yang dia inginkan. Harus diakui bahwa itu benar.“Hmm.” Tidak mengangguk, tidak pula menggeleng. Shima selalu bersikap seolah dia enggan memulai, tapi pasti menguasai permainan saat sudah berada ditengah jalan.Jun menarik selimut. Masuk ke dalam sambil menggelitik setiap ketelanjangan Shima. Dia bersembunyi sejenak dibalik sana, sementara Shima menahan debar jantung di luar selimut.Apa yang Jun lakukan di dalam sana? Pr
Mereka pulang. Sikap Shima jauh lebih bersahabat, daripada saat mereka pergi.“Donat kacang.” Jun menyodorkan sekotak kecil donat topping cokelat ke hadapan Shima, ketika mereka tiba di stasiun.“Dari mana kau tahu aku suka donat kacang?” Shima langsung menerima kotaknya, mengambil satu donat kacang berukuran mini, lalu mengunyahnya dengan cepat.“Karena aku suka.” Jun tersenyum. Padahal tidak. Dia tahu kesukaan Shima jelas dari Alaric Domina.Shima tidak memperpanjang hal itu. Menganggap bahwa Jun memiliki kesukaan yang sama dengannya. Donat kacang.Mudah bagi Jun untuk tahu segala hal tentang Shima melalui Alaric, tanpa membuat pria itu curiga sama sekali padanya.“Nah. Bagi dua.” Shima memeriksa bahwa donat mungil mereka bersisa dua. Dibagi sama. Niatnya begitu.Agar terlihat adil dan meyakinkan, Jun mengambil satu. Sekali masuk, seketika lenyap.Shima baru akan bertanya di mana Jun membeli donat kacangnya, ketika ponsel pria itu berdering sekaligus bergetar.Tidak menjauh, tetap b
“Hei, jangan begitu.” Jun menyikut Shima yang beraut datar. Tersenyum sambil menaik-turunkan alisnya. “Cemburu, ya?”“Dalam mimpimu.” Shima menampar punggung Jun dengan telapak tangan kanannya. Cukup keras, hingga pria itu terkejut dan mengaduh.“Demi apa, kekuatanmu saat marah mengerikan!” Pura-pura kesal, Jun mencubit pipi kanan Shima.“Henti—”“Jun Hongli!” Xana Herby muncul, dia terburu-buru menghampiri mereka berdua.Raut wajah Jun berubah seketika. Campur aduk yang menandakan tidak senang, tapi tidak juga benci.“Katanya ibumu menunggu. Ini ibumu?” ejek Xana. Kecemburuan langsung berubah menjadi sindiran. Shima jelas bukan ibunya Jun, dia tahu itu. Cuma provokasi agar mereka saling serang.Shima membuang muka. Tidak sudi melihat ke arah Xana, apalagi Jun.“Ada apa?” Jun tegang. Bukan karena berpikir ada kemungkinan keduanya saling serang, tapi bisa saja dia yang salah memihak.Keduanya bukan sekedar cantik, tapi luar biasa. Pada Shima Naomi, Jun merasakan hasrat tak kenal puas,
Shima berhasil tergoda oleh Jun, ketika akhirnya mereka bercinta di dalam mobil di garasi rumah Kun.Keterlaluan memang. Namun mau bagaimana lagi? Jun dan Shima mengutamakan nafsu. Lagipula, di mana Kun ketika istrinya digoda oleh adik kandungnya sendiri?Pria itu bahkan tidak peduli pada apa pun yang terkait tentang Shima, kecuali untuk pernikahan palsu mereka yang perlu dicemaskan, kalau-kalau ada yang curiga, terutama orang tua dari kedua belah pihak.Sudah tengah malam, ketika dengan napas terengah keduanya mencapai klimaks pertama.“Sudah, Jun.” Shima memegangi lengan Jun yang sama berkeringatnya seperti dia.“Kenapa, hmm? Tidak menyenangkan lagi untukmu?” Jun berusaha berpikir, di mana letak kesalahannya.“Kau ini.” Shima memukul dada Jun. “Ini garasi mobil kakakmu. Kau mau dia masuk dan melihat kita di sini?”“Bagaimana jika kita biarkan saja?”“Kau gila!” Shima memaksa diri bangun dari sulitnya setengah terlipat di jok belakang.“Iya, iya. Maaf.” Menahan Shima dengan rangkulan
“Karena aku ingin mengubah beberapa peraturan yang ada di antara kita. Dan aku berharap kesepakatan bersama seperti sebelumnya.”Tatapan Kun mengunci Shima yang mengerjap-ngerjap bingung, takjub. Padahal, mereka bertekad bersama untuk bertahan selama satu tahun.Hanya satu tahun yang berarti bersisa tujuh bulan lagi.“Ayo, kita bicara.” Tidak mau menunggu lama, Kun menarik tangan Shima dan membawanya ke tepi tempat tidur.Shima menurut. Diam dan duduk. Menunggu dengan debaran yang mengganggu.Berharap sungguh bisa melihat tubuh suaminya lebih sering seperti ini. Tidak munafik, Shima begitu ingin menyentuhnya.Meski Kun dan Jun itu kakak adik, apa yang berbeda dari keduanya? Shima penasaran.Kurang ajar memang.“Ini perlu ditulis. Bahkan harus ada stempel yang membuktikan keabsahannya.” Kun berdiri. Berjalan ke sana kemari mencari semua yang dia dibutuhkan.Yang bisa dilakukan Shima hanya menatap dan memperhatikan apa yang dikerjakan suaminya.“Okay. Ini dia.” Semangat Kun terlihat dar
Menjalankan rutinitas yang biasa dilakukan para suami istri itu, pasti menyenangkan.Awalnya, Shima pikir, mereka akan mandi bersama dengan ketelanjangan penuh dan bercinta dengan perlahan-lahan.Tidak.Apa?Ya, tidak. Tidak ada yang terjadi.Ajakan Kun mandi bersama itu memang bukan cuma gertakan. Bahkan tanpa malu-malu mereka melepas pakaian. Berendam dengan busa yang menutupi ketelanjangan satu sama lain. Mereka di sana selama dua puluh menit. Bahkan sempat terlibat pembicaraan basa-basi.Setiap tanpa sengaja kulit mereka bertemu dan saling tersentuh, mengantarkan sengatan gairah untuk Shima.Rupanya, itu tidak berlaku bagi Kun. Pria itu tidak menunjukkan tanda-tanda kenaikan hasrat yang membakar sedikit demi sedikit, seolah Shima bukan lah lawan jenis yang bisa memuaskan gairah seksualnya.Tidak menyadarinya diawal, Shima merasa tersinggung ketika mereka akhirnya menarik selimut bersamaan dan kembali pada kegiatan utama di malam hari. Tidur.Menjengkelkan seperti apa pun itu, Shima
Shima ragu-ragu. Masih tegak berdiri di depan pintu kamar Jun di lantai dua.Dia menunduk menatap lantai. Memikirkan kemungkinan untuk meletakkan nampan berisi segelas susu panas itu di sana, lalu mengirimi Jun pesan bahwa susunya ada di depan pintu.Selagi berpikir begitu, Shima terkejut dan spontan mundur. Menatap Jun yang baru saja membuka pintu. Bertepatan sekali. Apa itu cuma kebetulan?“Terima kasih.” Mengambil nampan dari tangan Shima, Jun mundur, lalu menutup pintu.Shima masih berdiri tegak di sana dan merasa angin dari gerak pintu yang ditutup Jun, mengenai wajahnya.Sudah? Begitu saja? Beraninya dia bersikap begitu pada kakak iparnya?Entah bagaimana menjelaskannya, Shima kesal. Dia buru-buru turun dan nyaris salah menginjak anak tangga. Berpegangan pada railing dengan erat sambil mengomel.“Dia itu kenapa? Tidak sopan.”Jelas sekali tadi Jun sudah mengucapkan terima kasih padanya. Jadi, apa yang salah?Shima berencana membersihkan meja makan secepatnya, sebelum berangkat k
Tiga puluh menit setelah Karenina pergi, Jun keluar kamar dan turun menuju dapur.Tidak melihat Shima ada di sana, dia sama sekali tidak berniat mencari, apalagi menemui wanita itu.“Sudah lebih baik?”Jun sengaja tidak berbalik, ketika tiba-tiba suara Shima terdengar dari balik punggungnya. Dia tidak segera menjawab. Cuma diam menunggu.“Sepertinya, suaramu juga hilang, ya?” ejek Shima. Sekarang dia tidak peduli jika harus terlihat mengesalkan dengan langsung menempelkan telapak tangannya ke kening Jun.“Ya. Sudah lebih baik.” Daripada menepis tangan Shima, Jun memilih untuk memiringkan kepala. Menghindari tangan Shima yang masih berada di udara.“Makan siang apa yang kau inginkan?” Pura-pura tidak tersinggung atas sikap Jun, Shima berjalan menuju lemari es.“Kau.” Hasrat Jun masih sama, meski dia sedang tidak ingin bersikap lunak pada kakak iparnya.Tangan Shima masih mencengkeram pintu lemari es yang sudah dibuka. Berbalik dengan tatapan penuh selidik. “Bukannya kau sudah mendapatk