Share

3. Perubahan Jun

Jun sedang mengingat momen pagi tadi ketika Shima berhasil menipunya dengan cuma mencium pipinya sekilas, bukan bibirnya.

Tertawa geli, Jun tidak menyangka ada wanita yang tidak menginginkan bibirnya.

Tawanya terhenti, ketika tiba-tiba saja Nasco muncul ke ruangannya dan berbisik.

“Kau gila, ya? Targetmu selanjutnya itu, kakak iparmu?”

“Mm-hm,” angguk Jun. “Gila apanya?” Sekarang dia tertawa lagi. Mengingat wajah Shima yang memerah malu sebelum membanting pintu mobilnya.

“Tentu saja gila. Jika dia berhasil termakan bujuk rayumu, kau siap bertanggung jawab?” Nasco mengerutkan kening. Dia cuma tahu bahwa Jun tertarik pada kakak iparnya. Tidak diberitahu jika pernikahan Kun dan Shima itu palsu.

Tentang kebenaran akan hal itu, Jun cuma ingin menyimpannya seorang diri.

“Bahkan jika dia hamil, aku siap menikahinya.”

“Apa? Kau gila, hah? Sejak kapan kau membiarkan ada wanita yang mengandung benih darimu?”

Jun tertawa lagi. “Sejak mengenal Shima Naomi.” Dia mendekatkan bibirnya ke telinga Nasco. “Sejak aku bercinta dengannya, aku merasakan kehidupanku jadi lebih menyenangkan.”

“Auh!” Nasco memegang tengkuknya. “Kepalaku Ya, Tuhan. Aku bisa gila memiliki sahabat pecinta selangkangan wanita sepertimu.”

Jun mengabaikan Nasco dengan pergi ke pantri. Menemukan Namari Karenina di sana. Mantan rekan di atas ranjang. Wanita yang pernah merangkak tiga kali di atas ranjangnya, tapi hanya mampu memuaskannya satu kali.

Dengan Shima? Wah, Shima tidak ada apa-apanya. Wanita itu amatir, tapi setiap apa pun yang dimiliki tubuhnya itu sangat menantang.

Kelaki-lakian Jun tertantang untuk menghamili kakak iparnya. Setidaknya, menghancurkan rumah tangga Kun yang memang tidak memiliki harapan apa pun sejak awal.

“Kau menyungging senyum saat melihatku. Ada apa? Ingin mengajakku naik ke atas ranjangmu?” Karenina sudah berdiri disamping Jun, bertanya lirih meski hanya ada mereka berdua di sini. Percakapan keduanya memang harus sepelan mungkin. Hubungan lebih dari rekan kerja pun tetap wajib dirahasiakan.

Jun menggeleng mantap. “Kau? Tidak. Aku sudah berhenti.”

Karenina keheranan. Seketika dia meraba kening Jun. “Kau sehat? Sedang dirasuki iblis mana?”

Jun terkekeh sambil menepis tangan Karenina dari keningnya. “Jangan sentuh-sentuh. Sudah kukatakan, aku berhenti.”

Karenina terdiam seketika. Meski sedang tertawa, dia tahu bahwa Jun serius. Ekspresi pria itu seolah tidak nyaman dan tidak terima disentuh seenaknya.

“Apa kau ketahuan?”

Sebelah alis Jun terangkat. “Ketahuan? Oleh siapa?”

“Orang tua dan kakakmu, mungkin.” Karena yang Karenina tahu, Jun sangat menjaga nama baiknya di depan ketiga anggota keluarganya. Mungkin saja Jun cemas karena kelakuan nakalnya mulai terendus keluarganya.

“Biarkan saja mereka tahu.”

Itu pertanda buruk.

“Kau sedang menggali lubang untuk kuburanmu sendiri?”

Jun berhenti di depan mesin pembuat kopi. “Tidak peduli apa pun itu, aku hanya akan berhenti. Itu saja. Sekarang, diriku cuma miliknya seorang.”

Miliknya seorang. Itu kata-kata yang sulit dipahami oleh Karenina. Karena selama ini, Jun bukan lah pria yang menghamba pada seorang wanita. Selalu senang tidur dengan wanita cantik berkelas yang tidak sembarangan bisa menyentuhnya di atas ranjang. 

“Aku perlu memastikan siapa wanita yang berhasil membuatnya jadi gila seperti itu.” Tekad Karenina dalam hati.

*****

Diminta oleh ketua timnya untuk menemui seorang klien di hotel Aretina, tidak sengaja, Shima melihat Kun dan seorang wanita sedang berjalan melintasi lobi. Keduanya pergi menuju keluar hotel.

Bersembunyi, Shima berada di salah satu pilar dan memperhatikan gerakan keduanya.

Berwajah pucat, berjalan sambil menyandarkan kepalanya ke dalam pelukan Kun, wanita itu terlihat menahan kesakitan.

Bahkan Kun tampak sangat cemas lewat raut wajahnya.

“Diakah wanita yang bernama Elia Eve itu?” Shima bergumam seorang diri. Hanya dia yang bisa mendengar suaranya sendiri.

Terus mengamati sampai Kun dan wanita itu menghilang di pintu masuk.

Jantung Shima berdetak lebih cepat. Sebenarnya, setelah pulang dari bertemu salah satu kliennya yang menginap di hotel ini, dia berniat pulang ke rumah ayahnya. Mengingat dirinya tidak bisa berduaan saja di rumah bersama Jun.

Tapi suara hatinya berkata lain. Dia bergerak cepat, nyaris berlari keluar hotel. Menyusul Kun dan wanitanya.

Setelah tahu mobil Kun bergerak cepat ke selatan, Shima menduga itu arah ke rumah sakit terbesar di kota ini. Menyusul dengan taksi, dia meminta si sopir untuk mempercepat laju kendaraannya.

Tiba di rumah sakit, Shima tidak berani melangkah lebih jauh. Hanya berdiri di luar dengan perasaan gelisah.

“Aku ini sedang apa? Kenapa ikut campur?” Shima kesal pada dirinya sendiri.

Dia memutuskan pulang ke rumah ayahnya, tapi malah melihat Jun ada di ruang tengah bersama sang ayah.

Mereka sedang membicarakan pertandingan sepak bola dengan kegembiraan yang meluap. Begitu akrab.

“Kenapa kau datang sendirian? Di mana suamimu?” tanya Alaric Domina keheranan. Dia melihat Shima yang tengah menatap Jun seperti sedang melihat hantu. “Hei, kau ini kenapa? Apa kau tidak mengenali adik iparmu sendiri?”

Lebih dari sekedar kenal! Mereka berdua malah saling serang di atas ranjang berulang kali di malam pertama Shima.

Mulut Shima hanya tidak mengeluarkan kalimat apa pun selain, “Ayah, boleh aku masuk ke kamarku sekarang?”

“Aku tanya, di mana suamimu? Kenapa malah adiknya yang datang ke sini untuk menemaniku?”

Shima melirik kesal pada Jun yang terlihat sangat akrab dan berhasil membuat ayahnya luluh hanya dalam hitungan jam. Dia yakin bahwa ayahnya itu tipikal keras kepala dan keras hati.

Sulit membuatnya bersedia bertukar cerita dengan orang lain. Seperti yang baru saja dilihatnya tadi.

Alaric benar-benar akrab dan senang karena keberadaan Jun didekatnya.

“Apa dia penjilat? Apa-apaan dengan kedatangannya ke sini? Aku berusaha menghindarinya, dia malah ikut menyusulku ke sini.” Shima terus menggerutu di dalam hati.

“Kak, maaf aku lancang datang ke sini. Aku datang karena hanya ingin menyapa Ayah sebagai gantinya kak Kun yang selalu sibuk.” Seolah sadar Shima kesal akan kehadirannya, Jun menghiasi raut wajahnya tanpa dosa. Mencoba menarik simpati Alaric Domina.

Shima baru akan menjawab, tapi ayahnya seketika menyela.

“Kau sama sekali tidak lancang, Nak. Justru aku sangat senang kau datang dan membuatku gembira walau hanya sekedar bertukar cerita seperti ini.”

Benar, ‘kan? Ayahnya seketika berubah menjadi sosok ramah tamah yang menghargai obrolan dengan seorang pria muda.

Shima sempat gugup andai Jun mengingkari janjinya dengan membongkar tentang pernikahan palsunya bersama Kun.

“Aku tidak berniat apa pun. Tenang lah.” Jun tahu Shima terus cemas sejak kedatangannya.

Mereka berdua sedang berada di dapur. Shima mengambil air untuk minum dan Jun sengaja datang menyusulnya dengan alasan yang sama.

“Dari mana kau tahu alamat rumahku?”

“Itu tidak penting, Shima. Yang terpenting, ayahmu senang karena kehadiranku.”

Karena hal itu benar, Shima hanya diam di tempat. Saat Jun melangkah ke arahnya, dia mundur beberapa langkah.

“Hei, mau apa kau?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status