Share

7. Elia Eve

Author: Velmoria
last update Last Updated: 2022-09-11 19:55:00

Eve menunggu sambil memeriksa ponselnya. Menanti dengan tidak tenang karena yang ditunggu belum kunjung tiba.

[Kau sungguh tidak akan datang?]

Berselang dua puluh menit, ketika Eve bahkan sudah lelah menanti, yang ditunggu sejak tadi akhirnya muncul juga.

“Maaf. Sudah lama?”

“Nyaris saja aku pergi.” Berwajah sedih, Eve menatap Kun dengan sepasang matanya yang berkaca-kaca.

“Maafkan aku.”

Eve menghela napas. “Jangan terus meminta maaf, Kun.”

Kun bermaksud meraih tangan Eve untuk dia genggam seperti biasanya, tapi tiba-tiba hatinya menolak. Menolak agar jangan melakukan lagi hal seperti itu.

Bukan karena kini Kun yang sudah menikah dengan wanita lain, tapi sungguh dia tidak ingin membuat Eve dalam keadaan yang sulit.

Sulit dalam artian, jika sampai hal ini terendus oleh Mun Kamli—ayah Kun dan Jun—maka tamat lah riwayat mereka. Kun tidak ingin menyeret Eve ke dalam masalah yang lebih besar, apalagi jika itu melibatkan ayahnya.

Mun Kamli adalah seorang kepala divisi di sebuah perusahaan ternama—Jet Corporation—di kota Denrod. Pria berwibawa yang sangat menjunjung tinggi kesetiaan dan nama baik keluarga.

Mun Kamli meletakkan setengah harga diri keluarganya pada putra sulungnya, Kun Yongli. Pandangannya berbeda untuk Kun. Tapi bukan berarti memanjakan atau mengabaikan Jun Hongli. Sama saja, hanya berbeda di tanggung jawab.

Kun sebagai putra sulung, diminta untuk lebih menjaga martabat keluarga dengan tidak mempermainkan pernikahan.

Karena saat itu, dia lah yang sudah memiliki pasangan untuk diajak berhubungan serius menuju jenjang pernikahan.

Selain itu, Mun Kamli juga meminta Kun untuk bersikap layaknya seorang kakak yang patut memberi contoh yang baik bagi Jun. Bahkan menjadi pengganti dirinya sebagai kepala keluarga, jika suatu saat nanti sesuatu terjadi padanya.

“Bagaimana bisa dia tidak dapat dihubungi?” Kun mengalihkan dirinya dari perasaan yang bercampur aduk dalam hatinya. Sebentar lagi, pagi datang tanpa bisa diundur. Dia khawatir ayah dan ibunya datang berkunjung, meski dia sudah beralasan bahwa Shima sedang pulang ke rumah ayah mertuanya, Alaric Domina.

Eve merasa malu untuk mengangkat kepala dihadapan mantan kekasih yang sudah dikhianati dan dicampakkannya beberapa waktu lalu itu.

Andai semua bisa diputar kembali, dia tidak ingin semua ini terjadi. Harusnya, dia meminta Kun menyentuhnya, bukan menahan diri dalam diam. Semestinya, dia bisa membicarakan hal ini dengan Kun, bukannya menerima sentuhan pria lain yang lebih sering menggodanya di kantor.

Pria yang mendadak berhenti bekerja, melarikan diri dari tanggung jawab, bahkan menghilangkan jejak.

Eve tidak punya tempat untuk mengadu. Jika dia berani melakukannya, maka semua hubungan yang sudah susah payah dibangunnya selama ini dengan orang-orang, akan runtuh dalam sekejap mata. Semua orang, tidak peduli siapa pun itu, pasti akan menyalahkannya. Dan ya, dia memang sepenuhnya bersalah dalam hal ini. Dia terlalu takut untuk mengakuinya.

“Aku tidak tahu.” Gelengan kepala Eve terasa serapuh hatinya. Dido Joil memang sudah pergi, setelah menebar benih beberapa kali dengan janji manis akan sebuah pertanggungjawaban.

“Bagaimana dengan orang-orang terdekat? Rumah orang tuanya?” Kun menjadi tidak sabar. Bagaimana bisa ini terjadi dibelakangnya? Apa yang kurang dari pemberian seluruh jiwa raganya untuk Eve selama dua tahun terakhir? Cuma agar wanita yang teramat dicintainya itu berakhir di ranjang pria lain? Sial sekali hidupnya selama ini.

“Semua teman terdekat bungkam. Beberapa teman terjauhnya tidak lagi bisa dihubungi. Dan ...” Eve menatap makna iba dari tatapan Kun padanya, “dia putra yang dibuang oleh keluarganya sejak remaja. Tidak ada yang tahu siapa keluarganya.”

Itu gila!

“Seharusnya, kau berhubungan dengan pria yang berasal usul jelas, agar nanti bayimu juga berstatus jelas.” Itu ucapan Kun dalam hati. Hampir saja diucapkannya, tapi dia diam pada akhirnya.

“Bagaimana menurutmu?” Eve menatap dengan pendar kesedihan mendalam di sepasang mata sendunya. “Haruskah kuenyahkan saja bayi ini?”

Kun membelalakkan matanya. “Kau gila? Dia sama sekali tidak berdosa. Apa kau tega?”

“Hidupku sudah tidak beruntung sejak awal. Pernikahanku batal karena kesalahan yang kubuat. Pria yang menghamiliku menghilang tanpa jejak. Jika aku melahirkan bayi ini, dia hanya akan lebih menderita dibandingkan diriku.” Eve sudah menangis, bukan meratapi, namun teramat menyesali yang sudah terjadi.

Memangnya itu berguna sekarang?

Kun ingin menyerang dengan balasan kalimat pedas yang bertubi, tapi rasanya itu basi.

Eve sudah tidur dengan pria bernama Dido Joil itu. Beberapa kali malah. Jika tanpa sengaja, mereka pasti akan berhenti setelah satu kali melakukannya. Setidaknya, bagi Eve yang sudah memiliki seorang kekasih. Seharusnya, Elia Eve tahu batasan, jika memang punya nurani.

Keadaan tidak akan kembali, seburuk apa pun sumpah serapah yang keluar dari mulutnya nanti. Itu sebabnya, Kun diam. Menatap Eve sedalam-dalamnya agar wanita itu malu tidak terhingga di depannya.

“Bantu aku untuk menggugurkannya. Kau mungkin tahu atau mengenal seorang dokter yang bersedia melakukannya untukku.”

Kun memiliki banyak sifat yang diwariskan oleh ibunya yang berhati lembut, penuh perhatian dan teramat penyayang. Dia jelas menolak tegas permintaan Eve padanya.

“Aku tidak mau. Meski pun aku bisa menolongmu, sampai kapan pun, aku tidak mau melakukannya.” Gelengan tegas Kun memang sudah mantap. Kali ini, dia merendahkan suaranya. “Bertanggung jawab lah atas apa yang sudah kalian lakukan. Jika dia lari, maka kau yang harus bertahan.”

Eve menekan kuku-kuku jarinya di balik kepalan. Menyiksa telapak tangannya yang nyaris berdarah. Dia begitu malu dan putus asa. Apa sebaiknya mati saja?

“Elia Eve.” Kun memanggil dengan lebih lembut, halus. “Sebanyak apa pun kau membutuhkan bantuan dan dukungan, aku akan memberikannya tanpa pikir panjang, namun tidak untuk yang satu ini.”

Eve mengangguk mengerti. Sebenarnya, Kun masih perhatian dan sudi melihat wajahnya saja, sudah lebih dari cukup. Bahkan ketika seharusnya, Kun menikmati malam pertama dengan wanita pengganti itu, dia tidak semestinya menghubungi sang pengantin pria. Tapi kenyataan bahwa dia teramat merindukan Kun, menggelapkan nuraninya.

“Terima kasih, Kun.” Hanya itu. Untuk saat ini. Sebanyak apa pun dukungan dan pengharapan yang bisa diberikan Kun, sebanyak itu lah keraguannya. Dia tidak akan mampu membesarkan bayi di dalam perutnya ini tanpa rasa benci.

“Ingat lah untuk tidak melakukan hal-hal buruk, seterpuruk apa pun dirimu, Eve.”

Eve berusaha tidak tersinggung. Walau peringatan Kun terasa seperti sindiran yang ingin membuatnya berteriak marah karena tidak lahir dari keluarga sehangat keluarga pria itu. Dia iri.

“Aku kuingat hal itu dengan baik, Kun.”

Ponsel Kun berdering. Ayahnya, Mun Kamli. Spontan raut wajahnya menjadi kaku. Dia tidak sempat beranjak dari sana dan membiarkan Eve mendengar ucapan yang keluar dari mulutnya, saat dia menjawab panggilan ayahnya.

“Halo, Ayah.”

“Kau di mana pagi-pagi buta begini?”

“Ada urusan pekerjaan, Ayah.” Kun memutar otak, jika nanti ayahnya mungkin memerlukan bukti.

“Sepagi ini?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tergoda Adik Ipar   119. Aman Terkendali

    “Apa kau tidak lelah denganku, Jun?”Bukan lelah, malah Jun merasa tidak boleh mengenal apa itu lelah saat bersama Cosi. Hal itu justru menjadikannya seperti sekarang ini. Bahkan tanggungjawabnya terasa makin ringan dijalankan.“Jika aku lelah, aku yang memulai pasti akan mengakhiri. Tidak perlu alasan lain selain aku ingin menyerah. Namun tidak kulakukan. Itu artinya kau bisa menyimpulkan sendiri apa aku lelah denganmu atau tidak.” Jun berkata sambil menarik selimut untuk menutupi mereka bersama, tapi Cosi menahan tangannya.“Kau rindu padanya?”Jun terdiam sejenak, sampai akhirnya balik bertanya. “Sebelum kujawab. Aku ingin tahu, dari mana kau tahu bahwa aku sudah mengetahui tentang kunjunganmu ke rumah Sid?”Cosi menggenggam erat tangan Jun tanpa berani menatap mata pria itu, sebab dia takut jika nanti sampai melihat ekspresi Jun yang sedang membicarakan Sid. Raut wajah penuh kerinduan, tersiksa karena tidak bisa berjumpa.“Karena kau terlihat semakin kosong, Jun.”“Kau menebak?”Co

  • Tergoda Adik Ipar   118. Serakah

    Cosi berhasil mengguncang Sid, sampai ke tulang-tulangnya. Wanita muda itu jatuh sakit keesokan harinya. Dalam keadaan hamil muda yang diketahui Matrix, dia dirawat di rumah sakit terdekat nyaris sepekan.Selama itu Sid terus mempertimbangkan banyak hal, segalanya. Meski Cosi datang dengan kabar yang sangat mengejutkan dirinya, apa dia berhak untuk merusak kebahagiaan pria yang dicintainya? Apa ini salah Jun? Tidak. Bahkan Jun tidak tahu menahu tentang benih di pertemuan terakhir yang ditanamkan telah menjadi calon bayi.Lalu, bagaimana dengan Cosi? Wanita itu menjadi tidak tenang setiap malam menjelang Jun masuk ke kamarnya. Dia cemas andai suami keduanya itu tahu tentang semua perbuatannya pada Sid.Namun dibalik rasa takutnya itu Cosi yakin, bahwa Sid tidak memiliki keberanian apa pun. Dia sudah mengancam akan mengupayakan segala cara jika Sid sampai berani bertindak untuk semua hal. Apa saja. Apa pun yang menyangkut tentang Jun adalah urusannya. Dia tidak ragu-ragu saat bertindak.

  • Tergoda Adik Ipar   117. Peringatan!

    Sid suka berkebun di belakang rumah, setelah Matrix setiap pagi pergi berolahraga lari keluar masuk hutan.Dia sedang mual dan muntah saat Cosi muncul dengan raut wajah murung. Melihat Sid benar seperti foto yang dilihatnya dari Fla.Sid merasa tidak asing dengan wajah wanita dihadapannya. Namun tidak ingat pernah melihat, apalagi berinteraksi di mana dan kapan.Cepat-cepat membersihkan mulut dan mencuci wajahnya dari air yang mengalir di keran, Sid segera menegakkan tubuhnya untuk menghampiri Cosi dan menyapa dengan ramah.“Halo, Anda mencari—”Satu tamparan untuk Sid. Mendarat cepat dan kuat, hingga membuat wajah wanita itu sepenuhnya terlempar ke sisi arah samping.Telinga Sid yang berdenging seketika mengingatkannya pada siapa wanita yang rasanya tidak asing itu. Istrinya Kun Yongli. Kakak ipar dari pria yang dicintainya dan dicintainya.Tapi, kenapa?“Ternyata tidak rugi jauh-jauh aku datang ke sini.” Cosi mengepalkan tangan kanan yang tadi digunakan untuk menampar Sid. Meski gem

  • Tergoda Adik Ipar   116. Membohongi Semua Orang

    Sejak kapan ponsel Jun ada pada Cosi? Dan sejak kapan juga mereka boleh ikut campur sejauh itu antara satu sama lain?Sampai pada titik ini, sekalipun Jun belum pernah melanggar. Justru dia berusaha untuk menjauhi hal-hal yang bisa membuat kesepakatan jadi tidak bermakna lagi, jika salah satu dari mereka ada yang curang.Cosi menjadi satu-satunya pihak yang bermain curang, tidak aman.Jun membaca pesan balasan dari Sid. Sekilas, dari notifikasi.Sid: Hari-hariku tidak menyenangkan tanpa Anda, Pak Jun. Sejauh ini Ayah masih baik-baik saja. Aku rindu padamu.Menyimpan ponsel di sisi kanan yang bukan berarti aman, tapi tidak akan dijangkau Cosi lagi, Jun sekarang menghela napas nyaris teramat pelan.“Saatnya tidur, Cosi.”Ajaib. Cosi menurut. Namun tetap dalam posisi memunggungi Jun. Wanita hamil itu merajuk. Tentu saja.Kehilangan minat untuk membalas pesan dari Cosi, Jun memilih memejamkan mata. Ada alasan kenapa belakangan ini dia mulai memburu semua pekerjaan, bahkan siap menyelesaik

  • Tergoda Adik Ipar   115. Dia Membalas Pesanmu

    Dan setelah sekian lama rasanya, walau mungkin tidak selama dugaan mereka, Jun dan Kun berpelukan. Tidak berkata-kata. Hanya berpelukan dengan bergantian menepuk-nepuk punggung sebagai ciri khas para pria saat saling ingin memberikan dukungan satu sama lain.***Sid menangis keras dalam pelukan Jun. Harus berpisah. Dia dan ayahnya akan berangkat ke ujung dunia, besok. Negara yang jauh, desa terpencil.Dan rupanya Matrix tidak cuma sekedar memenuhi janjinya pada Kun, tapi memberitahu rahasia besar pada putrinya, pagi ini sebelum Sid pergi menemui Jun.“Karena aku adalah seorang peneliti, bukan hal yang mengejutkan bahwa aku tanpa sengaja terminum racun.Dan racun itu memicu kanker yang selama ini cukup pasif di dalam tubuhku, karena sebelumnya, aku bisa menanggulanginya berkat ilmu yang kupunya.Namun yang kali ini terlambat kusadari. Kankernya sudah menyebar ke seluruh tubuhku. Sulit kujelaskan padamu, sebab kau tidak turun ke duniaku. Yang ingin kuberitahukan adalah tentang hidupku y

  • Tergoda Adik Ipar   114. Ayah dan Paman

    Tidak ada kata menolak bagi Jun. Juga tidak perlu berpikir. Ini seperti sebuah keharusan. Tanggungjawab.Namun penting baginya untuk tidak melukai perasaan Kun.Lakukan cepat. Sebelum kakaknya kembali.Bibir dan pelukan mereka baru terlepas, ketika Kun masuk dengan terburu-buru. Terkesan menyimpan emosi.“Apa-apaan ini?” Kun meletakkan lembaran hasil tes ke pangkuan Cosi. “Bisa kalian jelaskan padaku?”Jun coba meraih kertas itu lebih dulu, tapi Cosi lebih cepat.“Ini salahku.”Kun dan Jun bersamaan menatap Cosi. Di benak mereka yang berbeda, pemikiran tertuju pada hal yang sama. Cosi melanggar kesepakatan.“Aku melarang Jun menggunakan pengaman. Biasanya, aku selalu minum pil pencegah kehamilan setelah melakukan hubungan. Namun beberapa waktu lalu, aku melupakannya.”Bukan lupa, tapi sengaja. Jun yakin itu. Namun dia akan diam saja sampai Kun mengambil keputusan. Kehamilan Cosi baru berusia satu minggu. Berarti artinya tidak lama setelah wanita itu mengungkapkan keinginan untuk memil

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status