Share

7. Elia Eve

Eve menunggu sambil memeriksa ponselnya. Menanti dengan tidak tenang karena yang ditunggu belum kunjung tiba.

[Kau sungguh tidak akan datang?]

Berselang dua puluh menit, ketika Eve bahkan sudah lelah menanti, yang ditunggu sejak tadi akhirnya muncul juga.

“Maaf. Sudah lama?”

“Nyaris saja aku pergi.” Berwajah sedih, Eve menatap Kun dengan sepasang matanya yang berkaca-kaca.

“Maafkan aku.”

Eve menghela napas. “Jangan terus meminta maaf, Kun.”

Kun bermaksud meraih tangan Eve untuk dia genggam seperti biasanya, tapi tiba-tiba hatinya menolak. Menolak agar jangan melakukan lagi hal seperti itu.

Bukan karena kini Kun yang sudah menikah dengan wanita lain, tapi sungguh dia tidak ingin membuat Eve dalam keadaan yang sulit.

Sulit dalam artian, jika sampai hal ini terendus oleh Mun Kamli—ayah Kun dan Jun—maka tamat lah riwayat mereka. Kun tidak ingin menyeret Eve ke dalam masalah yang lebih besar, apalagi jika itu melibatkan ayahnya.

Mun Kamli adalah seorang kepala divisi di sebuah perusahaan ternama—Jet Corporation—di kota Denrod. Pria berwibawa yang sangat menjunjung tinggi kesetiaan dan nama baik keluarga.

Mun Kamli meletakkan setengah harga diri keluarganya pada putra sulungnya, Kun Yongli. Pandangannya berbeda untuk Kun. Tapi bukan berarti memanjakan atau mengabaikan Jun Hongli. Sama saja, hanya berbeda di tanggung jawab.

Kun sebagai putra sulung, diminta untuk lebih menjaga martabat keluarga dengan tidak mempermainkan pernikahan.

Karena saat itu, dia lah yang sudah memiliki pasangan untuk diajak berhubungan serius menuju jenjang pernikahan.

Selain itu, Mun Kamli juga meminta Kun untuk bersikap layaknya seorang kakak yang patut memberi contoh yang baik bagi Jun. Bahkan menjadi pengganti dirinya sebagai kepala keluarga, jika suatu saat nanti sesuatu terjadi padanya.

“Bagaimana bisa dia tidak dapat dihubungi?” Kun mengalihkan dirinya dari perasaan yang bercampur aduk dalam hatinya. Sebentar lagi, pagi datang tanpa bisa diundur. Dia khawatir ayah dan ibunya datang berkunjung, meski dia sudah beralasan bahwa Shima sedang pulang ke rumah ayah mertuanya, Alaric Domina.

Eve merasa malu untuk mengangkat kepala dihadapan mantan kekasih yang sudah dikhianati dan dicampakkannya beberapa waktu lalu itu.

Andai semua bisa diputar kembali, dia tidak ingin semua ini terjadi. Harusnya, dia meminta Kun menyentuhnya, bukan menahan diri dalam diam. Semestinya, dia bisa membicarakan hal ini dengan Kun, bukannya menerima sentuhan pria lain yang lebih sering menggodanya di kantor.

Pria yang mendadak berhenti bekerja, melarikan diri dari tanggung jawab, bahkan menghilangkan jejak.

Eve tidak punya tempat untuk mengadu. Jika dia berani melakukannya, maka semua hubungan yang sudah susah payah dibangunnya selama ini dengan orang-orang, akan runtuh dalam sekejap mata. Semua orang, tidak peduli siapa pun itu, pasti akan menyalahkannya. Dan ya, dia memang sepenuhnya bersalah dalam hal ini. Dia terlalu takut untuk mengakuinya.

“Aku tidak tahu.” Gelengan kepala Eve terasa serapuh hatinya. Dido Joil memang sudah pergi, setelah menebar benih beberapa kali dengan janji manis akan sebuah pertanggungjawaban.

“Bagaimana dengan orang-orang terdekat? Rumah orang tuanya?” Kun menjadi tidak sabar. Bagaimana bisa ini terjadi dibelakangnya? Apa yang kurang dari pemberian seluruh jiwa raganya untuk Eve selama dua tahun terakhir? Cuma agar wanita yang teramat dicintainya itu berakhir di ranjang pria lain? Sial sekali hidupnya selama ini.

“Semua teman terdekat bungkam. Beberapa teman terjauhnya tidak lagi bisa dihubungi. Dan ...” Eve menatap makna iba dari tatapan Kun padanya, “dia putra yang dibuang oleh keluarganya sejak remaja. Tidak ada yang tahu siapa keluarganya.”

Itu gila!

“Seharusnya, kau berhubungan dengan pria yang berasal usul jelas, agar nanti bayimu juga berstatus jelas.” Itu ucapan Kun dalam hati. Hampir saja diucapkannya, tapi dia diam pada akhirnya.

“Bagaimana menurutmu?” Eve menatap dengan pendar kesedihan mendalam di sepasang mata sendunya. “Haruskah kuenyahkan saja bayi ini?”

Kun membelalakkan matanya. “Kau gila? Dia sama sekali tidak berdosa. Apa kau tega?”

“Hidupku sudah tidak beruntung sejak awal. Pernikahanku batal karena kesalahan yang kubuat. Pria yang menghamiliku menghilang tanpa jejak. Jika aku melahirkan bayi ini, dia hanya akan lebih menderita dibandingkan diriku.” Eve sudah menangis, bukan meratapi, namun teramat menyesali yang sudah terjadi.

Memangnya itu berguna sekarang?

Kun ingin menyerang dengan balasan kalimat pedas yang bertubi, tapi rasanya itu basi.

Eve sudah tidur dengan pria bernama Dido Joil itu. Beberapa kali malah. Jika tanpa sengaja, mereka pasti akan berhenti setelah satu kali melakukannya. Setidaknya, bagi Eve yang sudah memiliki seorang kekasih. Seharusnya, Elia Eve tahu batasan, jika memang punya nurani.

Keadaan tidak akan kembali, seburuk apa pun sumpah serapah yang keluar dari mulutnya nanti. Itu sebabnya, Kun diam. Menatap Eve sedalam-dalamnya agar wanita itu malu tidak terhingga di depannya.

“Bantu aku untuk menggugurkannya. Kau mungkin tahu atau mengenal seorang dokter yang bersedia melakukannya untukku.”

Kun memiliki banyak sifat yang diwariskan oleh ibunya yang berhati lembut, penuh perhatian dan teramat penyayang. Dia jelas menolak tegas permintaan Eve padanya.

“Aku tidak mau. Meski pun aku bisa menolongmu, sampai kapan pun, aku tidak mau melakukannya.” Gelengan tegas Kun memang sudah mantap. Kali ini, dia merendahkan suaranya. “Bertanggung jawab lah atas apa yang sudah kalian lakukan. Jika dia lari, maka kau yang harus bertahan.”

Eve menekan kuku-kuku jarinya di balik kepalan. Menyiksa telapak tangannya yang nyaris berdarah. Dia begitu malu dan putus asa. Apa sebaiknya mati saja?

“Elia Eve.” Kun memanggil dengan lebih lembut, halus. “Sebanyak apa pun kau membutuhkan bantuan dan dukungan, aku akan memberikannya tanpa pikir panjang, namun tidak untuk yang satu ini.”

Eve mengangguk mengerti. Sebenarnya, Kun masih perhatian dan sudi melihat wajahnya saja, sudah lebih dari cukup. Bahkan ketika seharusnya, Kun menikmati malam pertama dengan wanita pengganti itu, dia tidak semestinya menghubungi sang pengantin pria. Tapi kenyataan bahwa dia teramat merindukan Kun, menggelapkan nuraninya.

“Terima kasih, Kun.” Hanya itu. Untuk saat ini. Sebanyak apa pun dukungan dan pengharapan yang bisa diberikan Kun, sebanyak itu lah keraguannya. Dia tidak akan mampu membesarkan bayi di dalam perutnya ini tanpa rasa benci.

“Ingat lah untuk tidak melakukan hal-hal buruk, seterpuruk apa pun dirimu, Eve.”

Eve berusaha tidak tersinggung. Walau peringatan Kun terasa seperti sindiran yang ingin membuatnya berteriak marah karena tidak lahir dari keluarga sehangat keluarga pria itu. Dia iri.

“Aku kuingat hal itu dengan baik, Kun.”

Ponsel Kun berdering. Ayahnya, Mun Kamli. Spontan raut wajahnya menjadi kaku. Dia tidak sempat beranjak dari sana dan membiarkan Eve mendengar ucapan yang keluar dari mulutnya, saat dia menjawab panggilan ayahnya.

“Halo, Ayah.”

“Kau di mana pagi-pagi buta begini?”

“Ada urusan pekerjaan, Ayah.” Kun memutar otak, jika nanti ayahnya mungkin memerlukan bukti.

“Sepagi ini?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status