Tergoda Gadis Muda
Bab 8
Wanita bin*lHari minggu adalah hari libur. Biasanya pagi-pagi kami akan joging bersama. Rasa mager melanda. Aku tak masak atau beberes rumah. Kuserahkan kepada suami dan wanita itu, biarlah, tak ingin melihat wajah mereka. Suara ketukan membuyarkan lamunan. Kubuka pintu kamar dengan langkah yang malas."Mba, ada yang nyariin tuh?" ucap istri muda kang Udin."Siapa?" Mata malas menatapnya."Enggak tahu lihat saja sendiri." Ucapannya ketus seakan-akan dirinya nyonya rumah ini.Aku mengikuti langkah adik maduku. Rambutnya selalu basah dan melangkah dengan bangga. Seperti itulah dia. Pamer kemesraan di hadapanku.Melihat seorang wanita berdaster bunga-bunga dengan perut yang mengunung. Tangan kanannya menenteng kantung plastik hitam besar dengan jumlah tiga kantung."Susi, kamu kenapa enggak telepon aku dulu." Melirik ke arah Rini dan kang Udin. Bagaimanapun aku merasa malu melihat mereka yang cuek dan tak peduli dengan tanggapan orang lain."Surprise ..., aku kangen sama kamu Eni," rayu gombalnya mencubit pipi mulusku. Sahabat yang selalu ada."Jangan lebay, deh!" geramku melihat tingkah manjanya. Umur dia lebih muda dariku. Aku sudah menganggapnya sebagai adik dan sahabat."Ajarin masak dong!" bujuknya memeluk tubuhku yang ramping. Mencolek-colek dagu. "Ogah, ah." Menggelengkan kepala. Berpura-pura menolak agar dia merajuk. Lucu sekali wajahnya seperti anak kecil."Tega banget sama bumil kamu, En." Menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya berpura-pura menangis."Malas banget! Mendingan molor." "Liburan molor terus. Cari sesuatu yang bermanfaat. Ilmu yang dibagi-bagi akan membawakan pahala. Mau, ya. Please!" Menangkupkan kedua tangan di dada. "Cup ... cup, jangan nangis bumil! Tenang aja aku ajarin kok, mau masak apa temanku cantik?" godaku mengelus perut buncitnya."Masak ayam bakar bumbu rujak, aku bawa ayam tiga ekor, dan sayur asam spesial resep Bu Eni. Jangan lupa sambal terasi." Memperlihatkan belanjaannya yang ia bawa. Tiga kantong kresek besar."Ayo, kita ke dapur!" "Siap cikgu!" Meletakkan tangan di kening. Kami memulai menyiapkan bahan makanan yang mau diolah. Susi sedang hamil empat bulan, ini kehamilan ia yang ke empat. Kehidupan rumah tangganya bahagia. Suaminya perhatian dan sayang kepadanya. Terkadang aku iri melihat mereka. "Gadis itu siapa sih En, dari tadi di samping kang Udin terus?" Melirik matanya ke ruang keluarga. Suamiku dan Rini menonton tv tangannya berada di pundak maduku.Aku terdiam dari kegiatan memotong sayuranku. Ada rasa sesak di dada ini. Ingin rasanya mencurahkan segala isi hati namun aku ragu."Sebenarnya gadis itu maduku,"lirihku. Menarik napas mengurangi rasa sakit di hati."Apa!" pekiknya."Jangan berteriak, Sus!" Aku membekap mulutnya dengan tanganku. "Sorry aku kaget, nanti kamu ceritain sama aku dengan detail. Aku harus tahu semuanya. Kamu gak boleh main kucing-kucingan lagi,"omelnya kepadaku. Tatapan iba terlihat jelas di wajah sahabatku."Kamu yang sabar, En. Aku selalu ada untukmu." Susi mengelus punggungku. "Insya Allah," ucapku. Setetes embun meluncur begitu saja di pipi tanpa meminta izin dari pemiliknya.Susi tak banyak bertanya lagi. Sepertinya, ia paham dengan penderitaanku sebagai istri di madu.Arom ayam ungkep yang kubuat tercium mengoda." Belum dibakar saja udah wangi banget. Aku gak sabaran mau icip.""Sabar, kita tiriskan ayamnya lalu dinginkan. Buat sambal terasinya aja dulu.""Siap cikgu!" Makanan telah siap sayur asam, ayam bakar bumbu rujak, sambal terasi, dan tempe goreng tersaji di meja. Aku bergegas mengambil tupperware untuk dibawa pulang Susi. Rini mendekati kami sambil mengelus perutnya. "Wangi banget, ada sayur asamnya juga. Seger ya Mba kelihatannya," pujinya yang hendak duduk di kursi meja makan. Ia mengambil paha ayam tanpa meminta izin terlebih dahulu. Maduku bangkit dari duduknya menuju dapur. Aku lekas memasukkan ayam ke tupperware dan sayur asam ke plastik. Tak lupa kusisakan semangkuk sayur asam dan ayam untuk Lala. "Loh, itu mau dibawa ke mana?"tanyanya polos. Susi terlihat geram dan kesal, raut mukanya memerah. Aku menarik lengannya tanpa mempedulikan ocehan pelakor itu. "Mba, aku mau!" pintanya. Aku mengantar Susi keluar rumah yang hendak pulang. Suaminya sudah menunggu di gerbang. "Hati-hati ya, Sus!" "Kamu punya hutang penjelasan sama aku, aku tunggu!" ancamnya menunjukkan telunjuknya ke arahku. "Iya, nanti aku hubungi kamu." "Oke, terima kasih untuk masakannya. Minggu depan ajarin aku bikin rendang dan sayur nangka," kekehnya. "Oke, atur saja waktunya. Selama aku libur kamu boleh datang ke sini. Jangan lupa tips transfer aja," ledekku. "Aih, perhitungan sekali." "Ha ... ha ... Lihatlah bibirmu jelek banget. Amit-amit jabang bayi." "Astaghfirullahaladzim ... aku lupa kalau lagi hamil." Mengelus perutnya dan meminta maaf pada janin di dalamnya. "Aku pulang! Da ... da ...." Mobil Susi menghilang di depan rumahku. Segera bergegas masuk ke dalam rumah.Aku lihat Rini dan kang Udin duduk di meja makan sambil menyantap makanannya. Tapi, bukan masakan milik Susi. Sepertinya, kang Udin mengoreng ayam dalam lemari pendingin."De, ayo makan!" ajak suamiku.Kulangkahkan kaki ini masuk ke kamar. Kang Udin mengikuti langkahku. "De, ayo makan!" bujuknya di depan pintu."Malas," jawabku singkat tak mau banyak bicara. Kang Udin keluar kamar tak berapa lama lagi ia masuk ke kamarku membawa piring berisi nasi dan lauknya. "Akang suapin, ya?" rayunya dengan suara yang lembut dan mengoda. Situasi ini yang kurindukan tapi itu dulu. Rini sudah berada di depan pintu kamarku. Aku pun memulai aksi pembalasanku. Kang Udin menyuapiku dengan mesra. Pasti raut muka Rini terlihat merah padam membayangkan saja membuatku puas. Suara benda terjatuh terdengar di luar kamar.Kang Udin terperanjat, ia berlari keluar kamar mendengar istri kesayangannya menjerit kesakitan. "Kamu kenapa Rin," tanyanya penuh kekhawatiran. "Aku tersandung kursi, Kang," bohongnya. Aku sudah menduga kelicikannya.Rini membuat kang Udin berpaling dariku. Ia cemburu dengan kemesraanku. Aku bangkit dan segera menutup pintu. Brak!~~~Malam ini kang Udin akan tidur denganku. Tapi rasanya tak ingin satu ranjang dengannya. Ia memeluk tubuh ramping ini dari belakang. Merayu meminta haknya, tetapi aku merasa tak berhasrat, apalagi melihat adegan mereka yang menjijikan di sofa. Aku tahu mereka halal dalam agama. Rasa sakit itu masih ada.Dini hari aku bangkit dari tidurku. Melakukan sholat malam yang biasa dilakukan. Aku masih mengunakan mukena menuju dapur mengambil minum. Kulirik kamar Rini yang masih terbuka setengah. Ia masih asik dengan gawai di tangannya. Suara cekikikannya terdengar seperti kuntilanak yang sedang mencari anaknya. Dengan siapa ia berkirim pesan? Akang sudahtidur sejak tadi. Tidak mungkin bermain ponsel.~~~Kabar dari adik iparku Dina hari ini ia akan bermalam di rumah kami. Sejak Dina SMP, adik iparku tinggal bersama kami. Hubunganku dengannya sangat akrab dan kompak, seperti adik kandung sendiri. Dina dan keluarga kecilnya datang dengan menggunakan mobil Toyota berwarna hitam. Menyambut mereka dengan ramah dan senyum kebahagian dari bibirku. Rasa rindu dengan adik ipar yang kusayangi terobati."Teteh ...," teriaknya memelukku. Aku memeluk tubuhnya dan mencium anaknya. Tubuh Dina terlihat lebih kurus. Tatapan matanya lemah. Apa ia sakit. Makan malam telah siap. Kami makan dengan Dina yang dominan dalam bercerita. Kami tertawa mendengar ocehannya. Tapi, wajah maduku terlihat masam. Tak suka dengan kehadiran mereka di rumah.~~~Seperti biasa, tengah malam aku bangun dari tidur untuk melakukan Salat malam. Menuju kamar mandi dekat dapur. Terlihat dua bayang-bayang di teras rumah. Rasa penasaranku melangkahkan kakiku pelan kearah jendela. Aku mengintip dari balik hordeng. Dadaku terasa sesak melihat dua manusia yang berbuat mesum di terasku. Mereka tak perpikir yang mereka lakukan salah besar. Tak memikirkan perasaan orang lain. Mereka masuk ke dalam rumah, masih menyatukan bibir mereka. Aku bergegas mencari tempat persembunyian. Rini menarik lengan lelaki itu masuk ke gudang yang sekarang disulap menjadi kamar. Aku gak habis pikir. Mudah sekali ia menjajahkan tubuhnya. Aku geram sekali. Bereng**k apa yang mereka lakukan di rumahku. Ingin melabrak namun, aku takut.Tergoda Gadis MudaBab 9AffairKejadian semalam membuatku semakin membenci Rini. Gadis muda yang manis dan imut tak menjaga mahkotanya. Sebagai seorang istri wajib menjaga kehormatannya demi suaminya.Aku memasak sarapan untuk mereka yang masih setia dengan mimpinya. Nasi goreng ayam dengan telur dadar selesai juga.Sepasang tangan melingkar di perutku. Tak ada rasa nyaman atau bahagia ketika berdekatan. Tak kuhentikan kegiatan memasak, menegur saja enggan."Masak apa sih istri Akang yang tambah cantik ini?" Membalikkan tubuhku ke hadapannya. Wajah menoleh, tak mau menatapnya. Perasaan yang dulu memujanya, kini hilang entah kemana?Tak ada cinta di hati ini. Semuanya telah musnah."Kamu kenapa sih, De?" Suara khas bangun tidur terdengar serak. Tubuhnya yang hanya dibalut kaos dalam berwarna putih masih menempel. Raut wajah yang merah padam terlihat jelas.Menjawab pertanyaannya dengan men
Bab 10Eni murkaDina berbaring dengan kondisi yang lemah. Kejadian apa yang dialaminya? penyakit jantungnya mendadak kumat. Dari keci Dina mengalami penyakit jantung sejak lahir.Tubuhnya tak sanggup menahan beban. Aku menyayanginya, seperti adik kandung sendiri. Adikku tak pernah memberi kabar, entah dimana ia berada. Sejak ibu meninggal dan ayah pergi. Bima adik kandungku menghilang bagai ditelan bumi.Melangkahkan kaki keluar kamar dan mengambil Uki dari tangan Rini."Kalian berdua akan tahu akibatnya kalau sampai terjadi sesuatu dengan Dina!" Tunjuk jariku ke arah wajah sepasang pezina. Aku geram melihatnya. Ingin rasanya mengarak mereka keliling kampung atas perbuatan mereka."Maksud Mba apa? kami tidak berbuat apa-apa?" bela Rini. Wajahnya polosnya terlihat santai."Cih, jangan kira aku bodoh. Aku tahu kalian penyebab kejadian ini," umpat aku."Please Mba, jangan fitnah!" t
Tergoda Gadis MudaBab 11"Dia berbohong, ibuku tak berzina. Pak Amiradalah guruku. Ibuku wanita baik-baik tak pernah menghianati Bapak," ungkap Lala.Semua warga memanggutkan kepala dan saling tatap. Beberapa warga keluar dari rumah kami. Tinggallah pak RT dan pak Usman beliau adalah tokoh ulama di Rt ini."Istigfar Pak Udin, jangan termakan cemburu, menimbulkan fitnah dan dosa besar," nasehat pak Usman kepada kang Udin."Astaghfirullahaladzim," lirihnya."Maaf Pak, saya khilaf," sesalnya."Jangan meminta maaf kepada saya, tetapi kepada mereka. Pak Udin, saya mengenal bapak sebagai figur suami dan bapak yang baik. Permasalahan apapun diselesaikan tanpa emosi," anjur pak Usman."Kami permisi dulu, assalamualaikum," pamit mereka."Lala, kamu baik-baik saja?""Lala enggak apa-apa Bu,"jawabnya lemah."Lala, Bapak
Bab 12Seminggu setelah kepergian Dina, Umi tak mau makan dan minum. Ia hanya melamun di dalam kamar. Rohim tak pernah datang menjenguk Uki. Kang Udin setiap hari datang ke rumah.Maduku tinggal di kontrakan kecil tak jauh dari rumah. Perkerjaan saja suamiku tak punya. Setiap hari makan di rumah. Akupun tak mau tahu keadaannya. Umi akan tinggal di rumahku sampai 40 hari kepergian Dina. Uki akan kurawat seperti anak sendiri. Lala begitu menyayanginya.
Tergoda Gadis MudaBab 13Mata suamiku terlihat merah, emosi sedang menerpanya. Rasa cinta di hatiku sudah kubuang ke laut. Tak akan tumbuhkan lagi perasaan itu. Telah layu hingga tak bisa tumbuh subur lagi. Walaupun disiram air dan pupuk tetap akan mati.Kang Udin menarik tanganku kasar aku memukul-mukul tangannya. Tubuhku diseret kedalam kamar kami.Aku memaki dan berteriak. Tak pernah suamiku bersikap kasar. Tubuhku dihempaskan ke tempat tidur. Suara tubuh terjatuh terdengar kencang, aku meringis menahan rasa sakit.Sebuah tangan melayang di udara suaranya mengema dalam ruangan. Mata yang penuh amarah dan kecewa. Bentakan kasar terucap dari bibirnya."Jangan ...," teriakku. Menyentuh pipi yang terasa panas."Sampai mati pun aku tak akan menceraikanmu. Kamu adalah ibu dari Lala. Tak ada lelaki lain yang bisa memilikimu selain aku!""Jangan egois, Kang! Aku tak mau di madu. Aku tak ikhlas!"&nb
Tergoda Gadis MudaBab 14Suara bel berbunyi, kami sedang sarapan pagi. Segera melangkah ke pintu. Siapa pagi-pagi datang bertamu."Mba, ada Kang Udin?" tanyanya tanpa mengucap salam."Kamu bisa gak bertamu ke rumah orang ucapkan salam dulu.""Ck, ini rumah kang Udin juga udah pasti punyaku. Mba lupa ya! Aku ini istrinya juga, loh!""Iya, bukan berarti rumah ini rumah kamu juga. Kang Udin gak ada. Ganggu orang lagi makan, aja!" sungutku kesal."Wah,lagi makan. Aku belum makan. Aku juga mau." Ucapannya membuatku ingin tertawa. Seperti tak punya beban. Menelusuri penampilannya dari atas hingga bawah.Baju tidur tanpa lengan dan celana panjang dengan motif keroppi. Sandal jepit merek burung terbang menghiasi kakinya."Kenapa gak sekalian aja mandi di sini?" ledekku padanya."Ide bagus. Aku pinjam baju, Mba?" Ia memperlihatkan deretan gigi putihnya.Mungkin
Tergoda Gadis MudaBab 15Sore pun telah tiba. Tubuhku terasa lelah setelah menyelesaikan laporan akhir bulan yang harus aku serahkan."Sus, aku pulang duluan," pamitku padanya."Wajahmu kenapa, pucat sekali?""Entahlah, badanku terasa sakit semua.""Apa suamimu memukulimu?""Kamu ini nanyanya aneh banget!""Kali aja, sikapnya berubah 180 derajat. Namanya lelaki kalau sudah dapat daun muda lupa sama yang lain.""Insya Allah, aku bisa jaga diri.""Hati-hati, kalau ada apa-apa hubungi aku.""Iya, Bos. Aku duluan. Dada debay. Jangan rewel, ya!" Mengelus perut Susi yang semakin membesar."Gak rewel cuma pengen meong." Kami terkekeh."Meong mulu. Kuda-kudaan dong!""Kuda pasti. Biar lancar jalannya." Susi tertawa terbahak-bahak begitu juga aku.Melambaikan tangan ke teman-teman karena mereka akan
Tergoda Gadis MudaBab 16"Eni, mukamu pucat sekali. Lebih baik istirahat di rumah." Umi menatapku di meja makan ketika kami sarapan bersama."Aku gak apa. Hanya pusing biasa. Nanti, juga sembuh. Umi, aku masak sayur lodeh campur tahu goreng." Menyendokkan sayur ke dalam mangkok bergambar ayam. Mertuaku suka dengan sayur lodeh buatanku."Biar Umi ambil sendiri." Menolak untuk melayani keperluannya."Gak papa. Umi, ibu aku juga," ungkapku dengan wajah tersenyum manis."Ah, Umi malu kalau ingat Udin. Kecewa dan sedih." Raut wajahnya berubah sedih."Sudahlah Umi. Jangan dibahas. Kita makan dulu."Entah mengapa hari ini kepalaku terasa sakit dan nyeri. Tubuhku pegal dan berat.Menunggu ojek online datang di teras rumah. Tak berapa lama lagi, datang pengendara motor dengan jaket hijau menyapaku dengan ramah.Sampai juga aku di restoran. Suasana masih sepi karena mereka datang jam sembilan sedangkan aku