Share

Bab 2

"Pak, lepaskan! Kenapa Bapak kurang ajar sekali pada saya? Aarrgghh, lepas!" Mila meronta.

Astaga, apa yang telah kulakukan? Mila, maafkan aku. Aku heran, kenapa aku tak bisa menahan hasratku pada Mila? Kenapa dia begitu menggairahkan hasratku? Batin Rendi.

Rendi segera melepaskan pelukannya pada tubuh Mila. Mila menghindar dari Rendi, karena takut Rendi berbuat macam-macam padanya. Rendi menyesal telah memeluk Mila. Namun, disisi lain Rendi sangat bahagia bisa memeluk tubuh indah itu.

"Mila, maafkan aku. Aku lupa diri. Aku tak bermaksud melecehkan mu, sekali lagi maafkan aku. Kuharap, kamu melupakan apa yang barusan terjadi. Anggap saja hal itu tak pernah terjadi." Rendi berlalu meninggalkan Mila seorang diri.

Mila kaget. Ia tak menyangka, Rendi sang majikan bisa berbuat seperti itu padanya. Mila mencoba melupakan hal yang telah Rendi lakukan padanya. Karena, jika ia berontak dan marah pada Rendi, ia pasti dipecat dari rumah ini. Ia tak ingin hal itu menimpanya.

Pak Rendi, kenapa Bapak malah memelukku? Apa yang terjadi denganmu? Aku takut, tapi ... kenapa pelukannya sangat nyaman sekali? Ya Tuhan, Mila! Sadar Mil, sadar! Dia majikanmu, dia suami dari majikanmu. Jangan sampai merusak rumah tangga orang lain hanya karena hal sepele seperti itu. Batin Mila.

Mila mencoba melupakan kejadian barusan dan ia memutuskan untuk fokus kembali mencuci piring. Ia tetap berpikir positif, mungkin Rendi hanya merindukan istrinya jadi ia melampiaskannya pada Mila, dengan memeluk Mila.

Beberapa jam kemudian, Mila akan menjemput Calief, namun kali ini Rendi tak mengantarkannya, karena Rendi pun akan berangkat ke restoran.

"Mil, saya ke restoran sekarang. Kamu gak apa-apa kan jemput Calief sendiri?" tanya Rendi.

"Gak apa-apa kok, Pak. Saya kan udah biasa jemput Cal sendiri." jawab Mila.

"Ya sudah, aku berangkat ya," Rendi berlalu.

"Ya, Pak. Hati-hati dijalan." ucap Mila sopan.

Mila menatap punggung tegak itu dari belakang. Tubuh Rendi yang gagah dan berotot itu memang membuat siapa saja pasti terpesona padanya. Mila tak munafik, ia mengakui bahwa Rendi memiliki postur tubuh yang keren dan gagah. Rendi terlihat semakin macho, dengan jas dan sepatu pantofel yang menempel di tubuhnya.

Beruntung sekali Bu Firly mendapatkannya. Pak Rendi pun pasti sangat beruntung memiliki Bu Firly. Mereka memang pasangan keluarga idaman. Semoga saja, suatu saat nanti aku juga bisa bahagia seperti mereka. Semoga aku mendapatkan suami yang tampan dan kaya seperti Pak Rendi. Gumam Mila dalam hati, sambil cekikikan.

Mila telah menjemput Calief dari sekolahnya. Seperti biasa, ia mengajak Calief makan siang dan bermain bersama. Kini, waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Mila mengajak Calief untuk tidur siang. Mila menemani Calief hingga akhirnya mereka malah tertidur bersama. Mila ketiduran di ranjang Calief.

Mila tak mendengar bahwa Rendi mengetuk pintu dari luar. Rendi kembali lagi ke rumah karena laporan keuangan yang harusnya ia bawa malah tertinggal. Rendi pun mengambil kunci cadangan didalam tas nya dan segera masuk kedalam rumah.

Ia melihat sekeliling, namun tak ada tanda-tanda Calief sedang bermain ataupun nonton televisi. Rendi melangkahkan kakinya menuju kamar Calief, berharap menemukan sang anak. Ternyata benar saja dugaan Rendi, Calief dan Mila sedang terlelap.

Rendi bukannya fokus pada Calief, namun ia malah memperhatikan tubuh Mila yang terbaring sangat menggoda. Tubuhnya yang padat dan berisi mampu membuat Rendi tertarik, namun Rendi sadar, ia tak berhak mengagumi wanita lain, karena ia sudah memiliki Firly.

Perlahan, Rendi mendekati Mila, kemudian ia duduk di samping ranjang. Ia menatap Mila yang sedang terlelap. Rendi baru menyadari, ternyata Mila memang begitu cantik dan menggoda. Berbeda sekali saat ia baru pertama kali dibawa ke rumah ini oleh Firly. Mungkin, seiring bertambahnya usia, Mila pun berubah.

Mil, kamu cantik, kamu menarik. Kenapa aku merasa hangat sekali dekat denganmu? Kenapa pesona mu mengalahkan pesona istriku, Mil? Batin Rendi.

Tiba-tiba, Mila tersadar, ia merasa ada orang yang mengusap-usap rambutnya. Perlahan, ia pun membuka mata. Betapa kagetnya Mila, ternyata Rendi yang sedang mengelus-elus rambut panjangnya itu. Mila terperanjat, namun ia takut Calief terbangun.

Mata Mila membulat, ia segera bangkit dari tidurnya, "Pak, Bapak ngapain? Kenapa Bapak sudah pulang lagi?"

Rendi menutup mulut Mila dengan ibu jarinya, menandakan agar Mila jangan berisik, takut Calief terbangun. Rendi tersenyum menatap Mila. Kini, ia tak perlu menutupi hasratnya lagi, karena Mila memang membangunkan gairahnya. Rendi terus menatap Mila. Perlahan-lahan, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Mila. Mila kaget bukan main mendapat perlakuan Rendi yang tak biasa ini.

"Pak, Bapak! Sadar, Pak. Bapak mau ngapain!" Mila benar-benar ketakutan.

Rendi mengecup lembut bibir Mila, membuat Mila kaget setengah mati. Rendi memejamkan matanya, dan terus mengecup Mila dengan hangat hingga bibir mereka beradu. Secepat kilat Mila melepaskan ciuman itu. Jantung Mila berdetak kencang tak karuan, ia kaget namun ia merasakan hangat di sekujur tubuhnya.

"Pak, apa maksudmu menciumku! Apa Bapak gak sadar, disini ada Calief!" Mila kesal, namun ia berbicara pelan.

"Kamu membuat aku bergairah, Mila. Jangan salahkan aku. Karena kamu, aku jadi seperti ini." ucap Rendi.

"Bapak sudah gila apa? Ingat, Pak! Bapak sudah mempunyai anak dan istri. Bapak jangan seenaknya pada saya. Jika Pak Rendi seperti ini terus, saya lebih baik berhenti bekerja disini." ujar Mila.

"Jangan, Mila. Aku tak melakukan apapun padamu, aku hanya mengecup bibir manismu. Apa itu salah?" Rendi membela diri.

"Jelas salah, Pak. Bagaimana kalau Bu Firly tahu?" ucap Mila berapi-api.

"Jangan biarkan dia tahu. Dia tak akan tahu, karena dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya." tegas Rendi.

Rendi melakukan serangan lagi. Ia kembali mencium Mila yang sangat tak siap mendengar ucapannya. Mila memukul-mukul Rendi, namun ia tak mau berteriak, karena takut Calief terbangun. Mila merasa dirinya menjadi wanita murahan dihadapan Rendi.

"Mmh, Pak, hentikan!" Mila mencoba melepaskan pagutan Rendi.

"Mila, kamu sangat manis, dan kamu sangat cantik! Maafkan aku yang lancang menciummu, aku tak bisa menahannya, karena jamu terlalu menggairahkan." puji Rendi sambil mengusap rambut panjang Mila yang diikat.

"Pak, hentikan semua ini." Mila menunduk lesu, ia benar-benar takut.

*Bersambung*

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status