Share

Bab 3

Malam ini, keluarga Rendi makan malam bersama. Firly terlihat sangat lelah sekali, karena seharian ini butiknya benar-benar ramai pengunjung, belum lagi banyak orang yang ingin menggunakan jasa wedding organizer di butiknya Firly.

"Sayang, padahal kalau kamu banyak kerjaan, lebih baik kamu gak usah ikut camping. Masa banyak kerjaan malah camping sih," protes Rendi.

"Camping itu kan bagian dari workshop juga. Ibarat kita melepas penat, sayang. Gak apa-apa kok, aku enjoy menjalaninya, Mas." ucap Firly.

"Kamu selalu aja bantah suami. Aku gak ngerti, kapan kamu mau nurut sama apa yang aku ucapkan." timpal Rendi.

"Loh, Mas kok jadi pemarah gitu sih?" Firly cemberut.

Rendi menghela nafas, "Maaf sayang. Enggak kok, aku cuma khawatir aja sama kesehatan kamu. Kalau kamu sakit, Mas yang sedih Fir." Rendi mengusap rambut Firly.

Selesai makan malam, Firly dan Calief menonton televisi bersama. Rendi terlihat sibuk dengan handphonenya, ia sedang menanyakan kabar restoran pada managernya. Seperti biasa, Mila membersihkan sisa-sisa makanan keluarga Rendi. Aktifitas di rumah itu terpantau aman, hingga tak lama Firly memanggil Rendi.

"Mas," seru Firly.

"Apa sayang?"

"Kayaknya aku butuh supir deh, aku pengen ada yang anterin aku, Mas. Aku masih trauma untuk mengendarai mobilku sendiri. Apa Mas bisa carikan aku supir?" tanya Firly.

"Supir? Mm, siapa ya? Memang kamu sangat membutuhkan supir, sayang?" tanya Rendi.

"Iya, Mas. Sekarang WO aku lagi booming, banyak sekali yang ingin memakai jasa WO dan gaun dari aku. Jadi, aku harus cek lapangan, survei lokasi dan aku juga terkadang harus ke pabrik garmen untuk mengecek stok bahan." ucap Firly.

"Kamu gak cape, sayang? Bukannya kamu punya banyak karyawan ya? Kenapa harus kamu yang cape-cape ke sana kemari sih?" Rendi keberatan.

"Mereka suka melakukan kesalahan. Makanya untuk hal penting, aku yang harus pergi. Please, give me a driver, baby?" rayu Firly.

"Baiklah, besok aku akan mencarikan supir untukmu." ucap Rendi seraya tersenyum.

"Benarkah? Makasih Mas-ku, kamu memang suami yang paling baik." ucap Firly.

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Calief telah tertidur di kamarnya, Firly dan Rendi pun segera masuk ke dalam kamar mereka. Firly terlihat santai dan membuka ponselnya untuk mengecek pekerjaan kawan-kawannya. Rendi terlihat tak suka, jika Firly selalu sibuk dan tak pernah memperhatikan dirinya.

"Sayang," ucap Rendi.

"Iya, Mas?" jawab Firly.

"Aku kangen," Rendi mengusap rambut Firly.

"Kangen apa?"

"Kangen itu, sayang. Aku ingin bertemu milikmu!" ujar Rendi.

Firly menatap Rendi, "Mas, Mas tahukan kalau aku seharian ini tuh capek kerja? Aku juga sibuk, ke sana kemari tapi aku gak punya sopir pribadi. Kesel, capek bercampur menjadi satu. Aku lelah sekarang, aku mau istirahat. Aku harap, Mas juga ngerti dan jangan maksa aku untuk berhubungan. Aku bukannya gak mau, cuma aku terlalu lelah malam ini. Maafkan aku mengecewakanmu, Mas." Firly mematikan ponselnya, dan menyimpannya di meja. Ia segera mengambil selimut, dan mencoba untuk terlelap.

"Baiklah, Fir. Maafkan aku," Rendi terlihat kecewa.

Rendi pun turut berbaring di samping Firly, sang istri. Ia kesal, ia kecewa karena Firly menolaknya. Padahal, malam ini Rendi ingin sekali bercinta dengan sang istri, namun sayangnya, Firly menolaknya mentah-mentah.

Waktu menunjukkan pukul dua belas malam, dan Rendi tak bisa memejamkan matanya. Ia gelisah, dan ia kesal. Rendi beranjak dari tidurnya, dan segera menuju lemari pribadi miliknya. Ia mengambil sebotol wine dari lemarinya. Lalu, ia segera keluar menuju ruang tamu.

Rendi kesal, ia marah pada Firly, namun ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia membuka wine tersebut, lalu meneguknya tanpa gelas. Ia marah, ia emosi, ingin rasanya marah pada Firly karena sudah menolaknya, tapi Rendi sadar, hal itu tak akan membuat Firly tunduk padanya.

Satu botol wine di teguk sampai hampir habis oleh Rendi. Kesadarannya menurun, ia mulai dikuasai oleh alkohol. Kepalanya berat, ia benar-benar pusing dan kliyengan. Hingga matanya teler, ia merem melek tanpa sasar bahwa dirinya telah mabuk berat.

Rendi bangkit dari tidurnya, ia berjalan sempoyongan. Matanya sudah terlihat remang-remang, ia tak jelas melihat sekitar rumahnya. Ia berjalan menuju ruang meja makan dan dapur. Ia bukan masuk ke kamarnya, ia malah terus berjalan menuju kamar Mila, sang pembantu.

Rendi membuka pintu kamar Mila, namun pintunya terkunci. Rendi masih berjalan sempoyongan, ia terus mengetuk-ngetuk pintu kamar Mila. Namun, Mila tak juga membuka pintunya. Rendi terus mengetuk lagi dan lagi, hingga beberapa saat kemudian pintu terbuka. Mila terlihat muka bantal, mungkin Mila telah tidur.

Rendi menyeringai ketika melihat Mila membukakan pintunya, dengan cepat Rendi pun segera masuk ke kamar Mila, dan mengunci kamar sang pembantunya. Mila kaget, ia benar-benar ketakutan, apalagi melihat Rendi yang mabuk berat. Rendi memegang Mila, Rendi memaksa memeluk Mila, dan Mila berteriak meronta-ronta, dengan sigap Rendi mengambil kain didekat meja Mila, dan Mila dibekap agar tak banyak berbicara lagi.

Rendi memaksa Mila untuk berbaring di ranjang. Mila hanya bisa menangis dan meronta-ronta. Namun Rendi tak mengindahkannya. Ia segera mendekati Mila, dan memegangi tubuh Mila dengan kuat.

"Firly, Firly ... Kamu istriku, kenapa kamu tak mau bercinta denganku, ha? Apa kamu ingin aku paksa seperti ini? Baiklah, akan ku lakukan memaksamu malam ini. Hahahahaha." Rendi tertawa puas.

"Aaaarrrgghhhhhh, MMMHHHH," Mila ingin berbicara, namun mulutnya dibekap oleh Rendi.

"Sayang, akan kupastikan kau basah malam ini. Aku sudah tak sabar, ingin memasukkan seluruh milikku pada milikmu." Rendi terus meracau, ia tak bisa berpikir jernih.

Mila meronta-ronta, namun tangan Rendi terlalu kuat memegangnya. Pertahannya bobol ketika Rendi membuka paksa kancing bajunya. Rendi memaksa, hingga akhirnya gunung kenyal milik Mila terlihat. Buah dada yang menyembul segar, membuat Rendi tak sabar ingin segera melahap dan menciuminya.

"Buah dadamu indah sekali, sayang ..."

"Pak Rendi, cukup Pak, aarrghhh, mmmhhh, hentikan semua ini," Mila menangis menjerit-jerit.

"Kenapa wajahmu mirip dengan Mila? Kenapa kau tak seperti Firly? Ah, aku tak peduli. Yangbjelas, buah dadamu benar-benar indah dan membuatku sangat bergairah malam ini. mmhhhh," Rendi mulai membuka bungkusan bra di payudara Mila.

Mila menutup buah dadanya dengan kedua tangannya. Tapi, lagi-lagi Rendi memaksa tangan Mila untuk lepas dari buah dadanya, hingga Mila lemas, karena Rendi terus memaksa. Ia menuruti Rendu, tangannya mulai dilepaskan dari payudaranya.

"Indah sekali, sayang ... Mmmmpphhhh,"

Rendi mencium dan menjilati buah dada milik Mila. Mila mendesah dan melenguh hebat. Baru pertama kali Rendi melihat buah dada sekencang ini, dan tentu saja hal ini membuatnya bersemangat. Mila merasakan dirinya sudah mulai terangsang, miliknya sudah mulai basah karena permainan Rendi pada payudaranya.

"Pak Rendi, aahhhh aahhhh, hentikan! Cukup, Pak. Mila gak tahan lagi," Mila meringis menahan semuanya.

"Aku tak akan berhenti sampai menyodok milikmu, sayang. Ini sangat lezat, dan aku benar-benar menyukai tubuh ini ..."

Mila hanya bisa pasrah, ketika Rendi terus memainkan tubuhnya. Payudara Mila terus dicium dan dijilat oleh Rendi, hingga satu tangannya mulai nakal memasuki milik Mila yang mulai basah.

"Pak Rendi, aahhhh ...."

*Bersambung*

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status