Lalu Tom kembali mencium bibirnya, Tangan Tom membuka celana Nayla sampai terlepas. Keduanya sama-sama sudah sangat bernafsu, sampai tidak memperdulikan sekitar. Mereka tidak peduli jika ada orang yang melihat, yang penting hasrat mereka terlampiaskan.Kini keduanya sudah tidak memakai apapun, angin yang terus berhembus dari pantai sudah tidak di perdulikan. Padahal saat itu menjelang malam, udara malam mulai berhembus tapi hasrat mereka tidak terkalahkan. Ketika Tom akan mengarahkan benda pusakanya pada bagian inti Nayla, Nayla langsung bangkit karena takut sakit lagi."Tunggu, Tom. Aku takut, pasti sakit lagi." Nayla menatap benda pusaka Tom yang sudah sangat keras dan besar.Tom menenangkan, memegang tangan Nayla lembut, "Kalau sudah pernah di coba, yang kedua kalinya gak akan sakit lagi, sayang. Percaya padaku kali ini pasti enak, bukankah kata kamu rasanya enak.""Iya, tapi..." Nayla masih merasa ragu.Tom mendekati Nayla, tangannya membelai wajahnya dan mencium tengkuknya yang m
Setelah sarapan, mereka melanjutkan petualangan. Pertama, mereka mengunjungi Broken Beach, sebuah teluk kecil dengan lengkungan batu alami yang membingkai laut biru. Ombak menghantam dinding karst, menciptakan suara gemuruh yang dramatis. Ethan merekam panorama itu, sementara Nayla dan Tom berpose di tepi tebing, tangan mereka bertaut. Jack dan Liam mewawancarai seorang pria Bali setempat, I Made, yang bekerja sebagai pemandu wisata.“Halo, Bli, boleh kami wawancara sebentar?” tanya Liam, memegang mikrofon kecil.Made tersenyum ramah. “Boleh, apa yang mau ditanya?”“Ceritain dong tentang Broken Beach ini. Apa yang bikin tempat ini spesial?” tanya Jack.Made menjelaskan, “Broken Beach ini unik karena lengkungan batunya terbentuk alami oleh erosi laut selama ratusan tahun. Airnya jernih, tapi tidak bisa untuk berenang karena arusnya kuat. Banyak wisatawan datang buat foto, apalagi pas sunset.”Nayla menimpali, “Pasti keren banget ya, Bli, sunset di sini?”“Iya, pemandangannya bagus. Kal
Pagi itu, pukul lima pagi, udara terasa dingin mereka masih tidur berdua saling berpelukan dan sama-sama tidak berpakaian. Tom terbangun dengan hati-hati, berusaha tidak mengganggu Nayla yang masih terlelap dalam pelukannya.Ia melirik jam di ponselnya dan berbisik, “Sayang, aku harus balik ke kamar. Takutnya temen-temen udah bangun dan curiga.”Tapi ternyata Nayla terbangun, karena Tom melepaskan pelukannya. Nayla mengangguk mengantuk, matanya setengah terbuka. “Iya, sebaiknya kamu cepet kembali. Takutnya nanti mereka ngadu ke Mama sama Bang Raka,” katanya, tersenyum kecil.Tom mencium kening Nayla lembut. “Ya sudah, sampai nanti ya, sayang. Kamu tidur lagi aja.”“Iya, kamu juga. Aku nggak sabar pengen jalan-jalan lagi,” balas Nayla, suaranya penuh antusiasme meski masih ngantuk.Tom tersenyum, “Seharian ini kita eksplor semua tempat. Aku pergi ya.” Ia bangkit pelan, mengambil laptopnya, dan kembali ke kamar sebelah dengan langkah hati-hati.Nayla memeluk bantal, hatinya berbunga-bun
Tubuh Nayla terus bergetar, kedua kakinya di pegang erat oleh Tom. Lidahnya semakin menembus belahan bagian inti Nayla, sampai cairannya kembali keluar. Tom melihat Nayla yang terlihat lemas tapi puas, Tom mencium bibirnya dan Tom merasa ini sudah cukup."Kamu siap, sayang?" tanya Tom dengan nada lembut.Nayla mengangguk, "Pelan-pelan ya!" kembali Nayla memperingatkan Tom, dia merasa ragu tapi pemasaran karena kini Nayla sudah sangat bergairah.Tom tersenyum puas, mulai melakukan ancang-ancang. "Tenang sayang,"Tom mulai mengarahkan benda pusakanya yang sebesar botol marjan itu, pada bagian inti Nayla. Warnanya lebih gelap, dari warna kulit Tom yang putih. Tom menggenggam benda pusakanya, dia gesek-gesekkan pada bagian luar inti Nayla. Bagian inti Nayla sudah becek karena sudah keluar dua kali. Agar Nayla tidak kaget, Tom memasukkan jari telunjuknya."Rapet banget sayang, baru masuk satu jari aja sudah sempit." Tom merasa senang, dia mendapatkan harta karun yang besar.Nayla kembali k
Tengah malam, Nayla terbangun karena haus. Setelah minum, ia melangkah kembali ke kamarnya dan melihat Tom dari depan jendela sedang duduk di depan, sibuk mengedit video di laptopnya. Cahaya bulan menerangi wajahnya, membuatnya tampak semakin tampan.“Tom, kamu belum tidur?” tanya Nayla, mendekat.Tom menoleh, tersenyum. “Eh, Nay. Iya, nih, nanggung. Kamu sendiri kenapa belum tidur?”“Aku sudah tidur, tapi kebangun karena haus. Kenapa nongkrong di luar? Jack, Liam, sama Ethan mana?” tanya Nayla, duduk di sampingnya.“Mereka di dalam, lagi ngedit foto. Aku di luar karena gerah. Kamu sebaiknya tidur lagi, besok kita eksplor pantai kelingking ini. Atau… mau aku temenin?” tanya Tom, matanya berbinar.Nayla tersenyum. “Boleh, deh. Tapi kamu juga harus tidur.”“Ini udah hampir beres, kok. Eh, aku boleh numpang ke kamar mandi nggak?” tanya Tom.“Boleh dong, ayo masuk,” jawab Nayla.Mereka masuk ke kamar Nayla, Tom membawa laptopnya. Nayla duduk di kasur, melihat hasil rekaman video di laptop
Sementara itu di Nusa Penida, tepatnya di Kelingking Beach, Nayla, Tom, Jack, Liam, dan Ethan tengah menikmati keindahan alam yang memukau. Pantai Kelingking terkenal dengan tebing karstnya yang menjulang dramatis, membentuk siluet menyerupai tulang punggung dinosaurus yang menjorok ke laut. Pasir putihnya lembut bagaikan tepung, kontras dengan air laut biru toska yang berkilau di bawah sinar matahari. Ombak kecil menyapu pantai, menciptakan suara ritmis yang menenangkan, sementara angin sepoi-sepoi membawa aroma garam laut. Tebing hijau yang ditumbuhi vegetasi tropis menambah pesona, membuat tempat ini seperti lukisan alam yang hidup. Bule-bule dari berbagai negara berbaur dengan wisatawan lokal, beberapa berfoto di puncak tebing, sementara yang lain menikmati snorkeling atau sekadar berjemur.Nayla, yang semakin mahir sebagai konten kreator, sibuk merekam keindahan pantai bersama Tom, Jack, Liam, dan Ethan. Mereka menjelajahi setiap sudut, dari tangga curam menuju pantai hingga spot