Home / Urban / Tergoda Pesona Ibu Mertua / Bab 152. Keegoisan Alicia

Share

Bab 152. Keegoisan Alicia

last update Huling Na-update: 2025-06-07 21:59:58

Saat jam makan siang, Reza mengajakku ke kantin kantor. Seperti biasa, aku membawa bekal dari Mama Siska—nasi goreng dengan ayam goreng dan sambal yang selalu bikin kangen rumah. Kami duduk di sudut kantin, di meja kecil dekat jendela, ditemani suara riuh karyawan lain yang sedang makan dan mengobrol.

“Oh ya, Bro, selama lo gak ada di kantor, suasana di kantor bener-bener tegang,” kata Reza sambil menyendok bakso dari mangkoknya. “Banyak yang kena omel Bu Alicia. Bahkan gua juga kena.”

Aku membuka kotak bekalku, aroma nasi goreng langsung menguar. “Emangnya kalian buat salah apa sampai kena omel?”

“Pekerjaan lo kan yang ngerjain kita-kita—gua, Liana, Sarah. Kita gak terlalu paham desain iklan yang lo buat,” kata Reza, wajahnya cemberut. “Eh, Bu Alicia malah ngomel-ngomel, bilang kita gak becus. Pokoknya, dia ngebanding-bandingin sama lo. Lo kan kesayangan Bu Alicia.”

Aku tertawa kecil, pura-pura santai meski mendengar nama Alicia bikin dadaku sesak. “Bisa aja lo. Oh ya, kok semenjak g
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua   Bab 152. Keegoisan Alicia

    Saat jam makan siang, Reza mengajakku ke kantin kantor. Seperti biasa, aku membawa bekal dari Mama Siska—nasi goreng dengan ayam goreng dan sambal yang selalu bikin kangen rumah. Kami duduk di sudut kantin, di meja kecil dekat jendela, ditemani suara riuh karyawan lain yang sedang makan dan mengobrol.“Oh ya, Bro, selama lo gak ada di kantor, suasana di kantor bener-bener tegang,” kata Reza sambil menyendok bakso dari mangkoknya. “Banyak yang kena omel Bu Alicia. Bahkan gua juga kena.”Aku membuka kotak bekalku, aroma nasi goreng langsung menguar. “Emangnya kalian buat salah apa sampai kena omel?”“Pekerjaan lo kan yang ngerjain kita-kita—gua, Liana, Sarah. Kita gak terlalu paham desain iklan yang lo buat,” kata Reza, wajahnya cemberut. “Eh, Bu Alicia malah ngomel-ngomel, bilang kita gak becus. Pokoknya, dia ngebanding-bandingin sama lo. Lo kan kesayangan Bu Alicia.”Aku tertawa kecil, pura-pura santai meski mendengar nama Alicia bikin dadaku sesak. “Bisa aja lo. Oh ya, kok semenjak g

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua   Bab 151. Kembali ke aktivitas semula

    Pak Budi menjelaskan, “Itu tujuan kami ke sini. Kami menunggu kedatangan Pak Henri, ayahmu, ke Indonesia. Kami akan ceritakan semuanya padanya, karena cuma ayahmu yang bisa menuntaskan ini. Untuk sekarang, kita berhenti sejenak, pura-pura menyerah, biar mereka pikir kita sudah kalah. Kita kalah dulu untuk menang nanti, supaya mereka nggak ganggu kita.”Aku mengerutkan kening. “Dari mana tahu kalau mereka nggak akan ganggu kita? Justru mereka yang terus meneror.”Pak Hendra menjawab, “Jadi gini, Raka. Kita akan buat kesepakatan dengan mereka. Kita nggak akan ganggu mereka, anggap aja semuanya selesai setelah bisnis ilegal mereka ketahuan. Kita harus lebih cerdik. Untuk sekarang, kamu tenang aja, jangan cemas. Beraktivitas seperti biasa, seperti sebelum Alex ketahuan selingkuh dengan Tiara.”“Tapi apa bener aman, Pak? Kalau mereka datang lagi?” tanyaku, masih ragu.“Kamu percayakan pada kami. Mereka cuma sebagian kecil dibandingkan kita,” kata Pak Hendra. “Oh ya, jangan bicarakan ini sa

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua   Bab 150. Tidak masuk akal

    Setelah masakan selesai, aroma sedap dari dapur mengisi rumah. Tak lama, suara mobil Pak Herdi terdengar di depan rumah, diikuti suara cempreng Nayla yang khas.“Aku pulang!” teriaknya sambil masuk, tas ransel masih menempel di punggungnya.Aku menoleh dari sofa. “Pak Herdi mana?”“Udah pergi lagi,” jawab Nayla sambil melepas sepatunya.“Padahal suruh mampir dulu, biar makan siang bareng,” kataku, sedikit menyesal.Mama Siska, yang baru keluar dari dapur, menimpali, “Iya, Nay, kasihan bolak-balik antar-jemput.”Nayla menatapku cemberut, meletakkan tasnya di kursi. “Ihh, kan aku gak tahu. Kalau gitu, telepon aja Pak Herdi, suruh ke sini lagi.”Aku tertawa kecil. “Mana bisa gitu. Yang ada nanti malah nolak.”Mama Siska menggeleng, tapi senyumnya hangat. “Ya sudah, sekarang kamu ganti baju dulu, Nay. Kita makan bareng.”“Ok, Ma,” kata Nayla, lalu bergegas ke kamarnya.Mama Siska menoleh padaku. “Mama mau ngasih makanan dulu buat mereka, ya,” katanya, merujuk pada Mas Bambang, Mas Supri,

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua   Bab 149. Alex cukup kuat

    Aku terbangun, ketika melihat Mama Siska tiba-tiba sudah berada di rumah. Wajahnya tampak lelah, tapi senyumnya masih lembut seperti biasa.“Eh, Ma, sudah pulang? Kapan pulangnya?” tanyaku, duduk tegak sambil mengusap wajah.“Baru saja, Raka,” jawab Mama Siska. “Kenapa kamu tidur di sofa? Sebaiknya tidur di kamar, agar lebih nyaman.”“Tadinya gak niat mau tidur, Ma. Tadi aku ketiduran,” kataku, tersenyum kaku. “Nayla mana?” “Masih di kampus, katanya lagi beresin tugas. Tadi Mama pulang duluan,” jawabnya sambil meletakkan tas di meja.“Tadi Mama diantar Pak Herdi?” tanyaku, ingin memastikan. “Iya, Mama tadi diantar. Nanti Nayla juga akan dijemput, katanya cuma sampai pukul satu siang, katanya,” kata Mama Siska. Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, “Mama jadi gak enak, Raka. Ngerepotin Pak Budi terus, jadinya sampai diantar-jemput begini.”Aku menggeleng cepat. “Gak apa-apa, Ma. Kan demi keselamatan kita. Sampai semuanya aman.”Mama Siska menatapku, matanya penuh pertanyaan yang ti

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua   Bab 148. Penangkapan suruhan Bayu

    Aku tertawa, pura-pura kesal. “Kamu anak TK, jangan rewel, ya. Mentang-mentang diantar mama. Ingat, jangan ngamuk kalau ketemu tukang balon. Cukup beli anginnya saja, jangan macem-macem.”Nayla tergelak, lalu mengejarku sambil mencubit lenganku. “Ihh, Bang Raka nyebelin!”Mama Siska menggeleng, tapi senyumnya lebar. “Kalian ini, kayak anak kecil. Ayo, Nayla, nanti terlambat.”“Iya, Ma. Bang Raka nih nyebelin!” kata Nayla, cemberut tapi matanya penuh tawa.Pak Herdi, yang menyaksikan tingkah kami dari samping mobil, hanya tersenyum. Aku melambai. “Hati-hati, ya!”Mobil mereka melaju pergi, meninggalkan halaman rumah yang kini terasa sepi. Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan jantung yang mulai berdegup kencang. Aku tahu, hari ini bisa jadi berbahaya. Beberapa menit setelah mereka pergi, suara mesin mobil terdengar lagi. Jantungku langsung berlompat. Apa ini orang suruhan Bayu? Aku mengintip dari jendela, dan lega bercampur tegang melihat mobil Pak Budi berhenti di depan r

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua   Bab 147. Keringat malam yang bergairah

    Aku hentakan semakin kencang dan Mama Siska semakin mendesah keras."Sssshhh Raka...."Rasanya berbeda tidak seperti dengan Alicia tadi siang, badanku sudah tidak terasa sakit lagi dan aku benar-benar sudah sembuh.Kemudian aku menarik Mama Siska untuk turun dari ranjang, aku mengajaknya keluar dari kamar karena di dalam kamar sangat gerah.Mama Siska menghentikan langkahnya, "Tapi Raka... nanti takutnya ada yang lihat.""Memangnya siapa yang lihat? Nayla sudah tidur dan mereka sedang berjaga di depan."Aku tetap menariknya, kita berdua sama-sama tidak memakai apapun. Tubuh kami berkilauan keringat, ketika berada di luar rasanya sejuk.Aku mendekap tubuhnya ke dinding, aku memegang kedua tangannya lalu kembali mencium bibirnya. Benda pusakaku bergesekan dengan perutnya, tetap keras tegak berdiri. Lalu aku membungkuk dan menikmati buah dadanya, rasanya bercampur ada rasa asinnya.Aku angkat satu kakinya, aku dorong benda pusakaku untuk menembus bagian intinya.Ahhhh sssshhh...," Mama S

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status