Narumi memegang tangan suaminya erat, meski tubuhnya mulai gemetar.
“Kalau begitu kita harus berhenti bertahan. Kita harus menyerang balik.”Aruna mulai mengigau dalam tidurnya, menyebut nama yang membuat darah Narumi dan Kaisar membeku.“Kirana... Kirana... Jangan ambil Ayah...”“Mata merah... hantu putih... ayah jangan pergi...”Padahal nama itu—Kirana, musuh lama mereka—sudah hilang sejak video palsunya terbongkar. Tapi kini ada desas-desus Kirana bersekutu dengan kelompok gelap Umbra, memberikan mereka sumber daya untuk melakukan teror psikologis pada keluarga Kaisar.Dan makin hari, gangguan itu tak lagi terbatas pada psikologis.Pagi itu, Senja berteriak dari dapur. Ada kucing peliharaan rumah, mati tergeletak dengan simbol Umbra tergurat di perutnya.Pihak keamanan yang datang mengidentifikasi bahwa tidak ada rekaman CCTV yang rusak—tapi tidak satu pun merekam pelaku.“Seolah… dia tahu jalur buta kamera,”Narumi terbangun di tengah malam, keringat membanjiri punggungnya. Matanya membelalak, tangannya meraba sekeliling hingga menyentuh dada Kaisar yang masih tertidur pulas. Mimpi itu… terasa nyata. Ia berada dalam lorong gelap, dinding-dinding lembap beraroma karbol dan debu terbakar. Suara-suara tangis anak kecil bergema samar. Di ujung lorong, ada sebuah ruangan—terkunci. Tapi dia tahu… sesuatu penting ada di sana. “Narumi…” Suara wanita tua terdengar dari balik pintu. “Kau masih hidup karena pengorbanan yang tak pernah kau tahu…” Narumi menggigil. Tangannya bergetar. “Siapa… aku… sebenarnya?” Bu Prasasti, ibu kandung Narumi, selama ini hanya menceritakan bahwa Narumi diculik dan dibuang di depan rumah Pak Nusantara setelah panti asuhan tempat ia dibawa terbakar. Tapi tidak pernah ada penjelasan rinci soal apa yang terjadi di dalam panti itu. Sa
Lokasi yang dikirim lewat sinyal drone Dewa mengarah ke reruntuhan pabrik tua di pinggiran kota, bekas tempat latihan ritual Umbra. Kaisar tiba seorang diri. Tak ada suara. Tapi ia bisa merasakan puluhan mata mengawasinya. Saat pintu pabrik terbuka, bayinya tergantung di dalam kandang besi kecil, di atas altar berapi. “Letakkan senjatamu, Kaisar Gumilar…” suara seorang wanita menggema—dan Kaisar langsung mengenali: Kirana. Tapi Kaisar tak menuruti. Sebaliknya, ia melempar granat asap dan menyerbu. Dalam waktu 7 menit, Kaisar menumbangkan 6 penjaga. Peluru melesat. Bau darah dan mesiu menguap di udara. Kirana tertangkap basah hampir menusuk anak Kaisar untuk "ritual pemutusan garis keturunan." “KAU MENYENTUH ANAKKU SEKALI LAGI, DAN KAU AKAN MELIHAT DUNIA TANPA KEPALA, KIRANA!” Kaisar mengangkat pistolnya tepat ke pelipis Kirana. Namun, sebelum m
Narumi memegang tangan suaminya erat, meski tubuhnya mulai gemetar.“Kalau begitu kita harus berhenti bertahan. Kita harus menyerang balik.”Aruna mulai mengigau dalam tidurnya, menyebut nama yang membuat darah Narumi dan Kaisar membeku.“Kirana... Kirana... Jangan ambil Ayah...”“Mata merah... hantu putih... ayah jangan pergi...”Padahal nama itu—Kirana, musuh lama mereka—sudah hilang sejak video palsunya terbongkar. Tapi kini ada desas-desus Kirana bersekutu dengan kelompok gelap Umbra, memberikan mereka sumber daya untuk melakukan teror psikologis pada keluarga Kaisar.Dan makin hari, gangguan itu tak lagi terbatas pada psikologis.Pagi itu, Senja berteriak dari dapur. Ada kucing peliharaan rumah, mati tergeletak dengan simbol Umbra tergurat di perutnya.Pihak keamanan yang datang mengidentifikasi bahwa tidak ada rekaman CCTV yang rusak—tapi tidak satu pun merekam pelaku.“Seolah… dia tahu jalur buta kamera,”
Angin malam terasa lebih tajam dari biasanya, menusuk tulang meski selimut telah disematkan hingga leher. Narumi terbangun di tengah malam. Ia bukan dibangunkan oleh tangisan Aruna… tapi oleh suara pintu lemari yang terbuka sendiri. Perlahan. Menyeret bunyi gesekan logam seolah ada kuku panjang yang menggores gagang pintu. Ia bangkit, menyalakan lampu tidur. Tak ada apa-apa. Tapi saat menoleh ke arah jendela… sebuah simbol tergurat di kaca dari luar. Bentuknya seperti mata menangis darah, dan di bawahnya tertulis dengan tinta merah: “Cahaya yang terlalu terang harus padam agar malam dapat bersinar.” Narumi menjerit. Kaisar langsung menerobos masuk. Begitu juga Dewa yang memang tinggal sementara di rumah itu. Dan malam itu resmi menjadi malam tak tidur untuk semua penghuni rumah. Hari berikutnya lebih buruk. CCTV rumah diretas dan semua rekaman 24 jam terakhir dihapus. Drone tak dikenal terlihat meng
Setelah kelahiran anak kedua mereka, seorang bayi perempuan yang diberi nama Aruna Kirana Gumilar, suasana rumah Kaisar dan Narumi seolah dipenuhi dengan berkah baru. Kaisar yang semakin protektif, Narumi yang kini lebih tenang dan dewasa dalam menyikapi peran ibu, serta sang kakak pertama Aditya yang baru berusia 3 tahun, mulai mengenal dunia sebagai sang kakak sulung.Namun, di balik kelucuan bayi, pelukan hangat di ruang tengah, dan aroma susu di dapur yang tidak pernah absen, sebuah bayangan diam-diam tumbuh di luar jangkauan. Diam. Tapi menunggu. Mengintai dengan sabar.Semuanya dimulai dari email anonim.Narumi awalnya mengira itu spam. Namun isi pesannya langsung menggigilkan kulit belakang lehernya:“Selamat atas kelahiran putri kecil kalian. Aku tidak pernah lupa wajah bahagia itu. Tapi aku juga tidak lupa darah yang menetes karena pengkhianatan kalian. Aku akan datang — untuk mengembalikan keseimbangan. Kali ini, bayi kalian ya
Narumi duduk sendirian di tepi ranjang, memandangi langit sore yang mulai dilukis semburat jingga dari balik jendela kaca kamar mereka. Di belakangnya, deru napas Kaisar masih terdengar pelan namun berat, teratur namun tetap dihiasi gurat kesakitan. Kaisar sedang tidur, tubuhnya melemah setelah seminggu dirawat karena komplikasi pencernaan parah yang sempat membuat seluruh keluarga terpukul. Tapi Narumi, Narumi lebih dari sekadar terpukul. Dia... hancur.Seumur hidupnya, belum pernah ia merasa selemah dan seketakutan itu.Hari-hari itu masih melekat begitu nyata di memorinya. Malam ketika Kaisar, yang biasanya penuh tenaga dan selalu melindunginya, tiba-tiba jatuh lemas di depan kamar mandi. Tubuhnya dingin, wajahnya pucat, namun tangannya... tangannya tetap menggenggam erat tangan Narumi, seolah masih berusaha menenangkan."Jangan panik... aku cuma... agak pusing," gumamnya waktu itu, sebelum matanya tertutup sepenuhnya.Narumi berteriak. Dunia r