Share

TKDCP 3

Author: Melyana_Arum
last update Last Updated: 2025-01-16 18:06:53

Bab 3

Di depan Kaisar, Narumi dengan tegas dan tanpa takut menyobek surat perjanjian itu. Merobek-robek sampai kecil lalu melemparkan sobeknya di depan muka Kaisar.

“Anda pikir saya wanita macam apa? Menjual hidup demi uang ratusan juta. Hanya hidup penuh perintah Anda. Jangan harap!” jelas Narumi menolak. Ada beberapa poin yang tak Narumi sukai dan tentu di luar nalar.

Yah walaupun, kesepakatan itu bisa dibicarakan. Tapi karena Narumi tak suka banyak hal tentang semua point didalamnya. Sehingga Narumi memilih untuk menolak.

Narumi berjalan menuju pintu yang terkunci itu. Tangan Narumi sudah mencoba membuka pintu itu tapi tak terbuka.

Brak!

Brak!

“Buka pintu ini, Tuan!” seru Narumi, tangannya memukul-mukul pintu yang terkunci.

Narumi berbalik badan lalu berjalan ke arah Kaisar. Tentu saja dengan sorotan mata yang tajam. Narumi yang ingin segera keluar dari kamar ini. Narumi berjalan lebih dekat lagi dengan Kaisar. Tangan Narumi menarik kerah kemeja yang digunakan Kaisar. Dengan mudah Narumi melakukan itu pada Kaisar yang masih duduk di tepi ranjang. Kalau berdiri mungkin Narumi tak sampai.

“Buka pintunya Tuan! Saya mau pulang! Saya tidak mau menerima perjanjian apa pun dengan Anda!” sarkas Narumi pada Kaisar.

Tapi sayang sekali, hal itu membuat Kaisar menarik tubuh Narumi dalam pangkuannya.

“Ahh.. lepaskan Tuan!” seru Narumi, memberontak sekaligus terkejut. Tangan Narumi yang tadi mencengkram dan menarik kemeja Kaisar, beralih memukul-mukul dada bidang Kaisar.

Pukulan itu cukup terasa tapi Kaisar bertahan. Kaisar melihat wajah Narumi yang penuh emosi secara lebih dekat. Saat Kaisar bergerak akan mencium kembali bibir Narumi yang sudah menjadi candu untuk Kaisar.

Namun, Narumi bergerak bertolak belakang dengan pergerakan Kaisar yang akan mencium dirinya. Kaisar tersenyum kecil tanpa disadari oleh Narumi.

Salah satu tangan Kaisar beralih memegang tengkuk Narumi untuk menahan kepala Narumi agar tidak bergerak. Dan ciuman itu kembali terjadi, tanpa disadari Narumi. Dalam ciuman itu Kaisar juga memberikan sesuatu pada Narumi.

Dengan tekanan tangan Kaisar di tengkuk Narumi. Membuat Kaisar semakin dalam dan mudah memasukkan sesuatu didalam mulut Narumi.

“Auh, apa ini?” Narumi bertanya-tanya dalam paksaan ciuman itu. Narumi merasakan sebuah permen yang dipermainkan Kaisar di rongga mulutnya.

“Sesuatu yang sudah aku tandai tak akan aku lepaskan!” bisik Kaisar, setelah mereka berhenti untuk menghirup napas sejenak. Sebelum mereka melanjutkan lagi ciuman itu. Narumi yang awalnya penuh pemberontakan, akhirnya pasrah akan tindakan yang dilakukan oleh Kaisar. Ditambah permen yang mengandung bermacam rasaqq, membuat Narumi berubah menjadi lebih agresif.

Tapi, beberapa saat kemudian. Tindakan Narumi membuat Kaisar terkejut bahkan menjerit kesakitan.

“Arghh, apa kamu gila,hah! ” seru Kaisar saat merasakan lidahnya berdarah disaat berciuman dengan Narumi.

“Buka pintunya! Atau mau lidah yang banyak kebohongan itu saya patahkan, ehm?” Narumi yang sudah lepas dari pangkuan Kaisar. Dia berdiri berlari mencari di jarak aman.

Cuih!

Kaisar meludah di tangannya, dia memastikan berdarah atau tidak. Dan ternyata berdarah, buru-buru Kaisar seka dengan tisu yang ada. Sakit, itu yang Kaisar rasakan.

“Woi! Tuan buka pintu ini. Atau ku pukul sesuatu dibawah sana!” ancam Narumi yang mengambil botol kaca minuman yang dipajang di dalam kamar itu. Kaisar pun melihat arah tatapan Narumi. Membuat Kaisar bergidik dan bergumam.

“Baru saja bangun, dia mau dibuat ini tidur lagi. Oh tidak bisa!” tangan Kaisar langsung menutup barang yang akan menjadi titik pukulan Narumi.

Padahal ya Narumi memusatkan ke lutut milik Kaisar. Bukan sesuatu yang ditutupi tangan Kaisar.

“Oke akan aku buka pintu itu. Dan ini kartu namaku. Siapa tahu kamu berubah pikiran,” ucap Kaisar berhati-hati. Kaisar pun mengulurkan kartu namanya tapi ditepis oleh Narumi.

“Saya gak butuh!” seru Narumi sebelum benar-benar pergi dari tempat itu.

Klik!

"Sejauh apa pun kamu pergi aku kan bisa mendapatkanmu!” tapi Kaisar berhasil menyelipkan kartu nama itu tas Narumi.

Narumi buru-buru berjalan keluar dari kamar itu. Walaupun bodyguard yang berjaga didepan akan mengejarnya. Dengan langkah tergesa-gesa Narumi berhasil keluar dari tempat tersebut.

Di kost,

Baru saja berhasil menghidupkan ponselnya, Narumi harus pergi lagi. Karena mendapatkan kabar dari rumah sakit. Sampai di rumah sakit Narumi langsung menemui Dokter yang menangani kedua orang tuanya.

“Biaya 500 juta per pasien dok? Apa saya tidak bisa mendapatkan keringanan?” tanya Narumi pada Dokter tersebut. Sayangnya Dokter hanya menggelengkan kepala tanda tidak bisa memberi keringanan pembayarannya. Hanya saja Dokter itu memberikan waktu yang lebih lama sedikit dibandingkan waktu pembayaran yang diminta pihak Rumah Sakit.

Karena waktu terus bergulir, sedangkan batas waktu yang diberikan oleh pihak rumah sakit hanya sampai jam 7 pagi nanti.

Narumi mencoba minta bantuan pinjaman ke beberapa orang yang Narumi kenal. Sayangnya, mereka semua tak dapat memberikan pinjaman uang pada dirinya.

Narumi juga menghubungi ke-dua kakaknya tapi tidak ada satu pun yang dapat di hubungi. Hingga saat Narumi merogoh salah satu tasnya. Dia menemukan kartu nama milik Kaisar.

Dengan kebimbangan dan pertimbangan waktu, Narumi menekan deretan angka yang tertera di kartu nama tersebut. Narumi masih memandangi nomor yang sudah tertera di layar ponsel itu. Narumi masih berfikir saat melihat nomor itu.

“Apa ini benar-benar jalan keluar?” batin Narumi. Tanpa sengaja dia menekan tombol pemanggil di ponsel itu. Dia panik tapi kepanikan itu dapat di redanya.

Sayangnya panggilan keluar itu tidak mendapat respon. Narumi terus menerus mencoba menghubungi Kaiser. Tapi sama saja tidak membuahkan hasil. Hal itu membuat Narumi tak patah semangat.

Tidak ingin membuang waktu, Narumi mencari tahu rumah atau posisi Kaisar. Narumi mendatangi alamat yang tertera di kartu tersebut. Butuh effort yang cukup untuk dapat masuk di rumah yang Narumi tak menyangka cukup sangat besar.

Narumi mencari pos satpam di rumah besar itu. Hingga Narumi mengetuk kaca pos satpam. Dan saat itulah satpam atas nama bejo yang tersemat di pakaian yang satpam itu gunakan.

“Cari siapa? Tengah malam pula?” tanya Bejo dengan penuh selidik. Narumi masih terbengong tapi Bejo kembali menyadarkan lamunan itu.

“Eh maaf Pak ini benar rumah Emm Kaisar Gumilar?” tanya Narumi hati-hati.

“Ada perlu apa malam seperti ini menayankan Tuan kami?” Satpam itu sudah mulai membaca kecurangan pada Narumi.

“Saya tadi pergi sama Kaisar tapi ada beberapa barang saya yang tertinggal pada Kaisar dan itu penting sekali Pak.” jawab Narumi penuh dengan strategis.

“Coba dihubungi saja,” ucap Bejo.

“Sudah Pak. Tapi tidak ada jawaban. Tapi Kaisar ada didalam kan?” Narumi terlihat rasah.

“Oh Tuan sepertinya tak pulang. Mobilnya saja tadi dibawa pulang bodyguardnya saja.”

“Aduh berarti Kaisar gak ada dirumah ya?” tanya Narumi yang mulai patah harapan.

“Ya gak ada lah, lagian tengah malam cari Tuan. Ada-ada aja sih?” Bejo heran.

“Ya kalau enggak penting gak bakalan saya kesini tengah malam gini, Pak. Mending tidur dikamar Pak. Bapak gak tahu dimana Kaisar kalau gak pulang seperti ini? ucap Narumi untuk mencari titik pengharapan keberadaan Kaisar.

“ Kalau enggak menginap di Apartemen berarti masih banyak kerjaan di kantor.” jawab Bejo. Yang membuat Narumi berucap terimakasih. Dan meminta Alamat apartemen.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   153

    Suasana sekolah kembali normal, tetapi bisik-bisik dan tatapan penuh rasa ingin tahu mulai menyelimuti koridor. Gosip kecil yang dulu hampir memecah Aruna dan Ezra kini kembali terdengar tetapi ada perbedaan penting: kali ini, Aruna dan Ezra lebih solid secara emosional. Di lorong utama, sekelompok siswa berbisik pelan saat Aruna lewat, menatapnya dari ujung mata. Beberapa ponsel tampak siap merekam, namun Aruna melangkah dengan kepala tegak, tatapan mantap, dan bahu tegap. Ezra menyusul di belakangnya, lengannya sengaja tidak menyentuh Aruna, namun selalu cukup dekat untuk memberikan rasa aman. Aruna berkata dalam hati, “Biarkan mereka berbicara… aku tahu kebenaran. Aku tahu Ezra ada di sisiku.” Mereka tiba di kelas, duduk di bangku yang sama seperti biasa, dan meski bisik-bisik masih terdengar, keduanya saling bertukar pandang dengan senyum tipis kode diam bahwa mereka tak terganggu oleh gosip yang mencoba mengintimidasi.

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   152

    Ezra dengan suara rendah dan getir, “Aruna… kau tahu aku cuma untukmu, kan? Raska… dia hanya teman. Tapi… jujur, aku merasa cemburu. Aku merasa takut… takut kalau aku tidak cukup untukmu.”Aruna menatapnya, matanya basah tapi ada keberanian baru di sana. “Ezra… aku nggak ingin menyakiti perasaanmu. Aku… aku cuma manusia biasa. Aku punya rasa takut, punya keraguan… dan kadang aku nggak bisa mengendalikan rasa cemburu ini. Tapi aku… aku ingin kau tahu… aku masih memilihmu. Selalu.”Ezra menunduk, merasakan dada bergetar. Dia merasakan kelegaan, tapi juga rasa bersalah karena cemburunya hampir membuatnya menuduh Aruna tanpa dasar.Ezra menarik napas panjang, lalu bersuara lembut, “Aruna… aku janji. Aku akan melindungimu, walaupun dunia menentang. Tapi aku juga… akan belajar mempercayaimu, karena aku tak ingin ketakutanku merusak kita.”Aruna sedikit tersenyum, menumpahkan air mata yang tertahan, dan perlahan meraih tangan Ezra. Tangan merek

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   151

    Kembang api latihan terakhir malam itu meledak di langit merah, emas, biru. Wajah Aruna sedikit terangkat, refleks menatap indahnya. Raska menoleh ke arahnya, dan sesaat waktu seperti berhenti: Aruna dengan mata basah, langit menyala di belakangnya.Raska menerka-nerka dalam hati, Dia nggak seharusnya sendirian melawan ini semua…Aruna masih duduk di samping Raska, memeluk lututnya. Hening di atap begitu hangat, hanya sesekali suara angin dan letupan kembang api latihan. Raska menyodorkan cokelat itu, senyum samar masih menghiasi wajahnya, seolah ia bisa membaca kegelisahan Aruna tanpa kata-kata.Tiba-tiba, dari tangga besi yang menurun ke atap, terdengar suara langkah tegas: “Aruna!”Aruna menoleh cepat, detak jantungnya langsung melonjak. Di ujung tangga berdiri Ezra, matanya menyala antara marah dan cemas. Ia melihat Aruna duduk dekat Raska, tangan mereka hampir bersentuhan—momen rahasia yang tak sempat ditutup oleh keduanya.

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   150

    Aruna menghantam meja dengan tinjunya. Semua siswa langsung terdiam. Matanya merah, wajahnya pucat, tapi nadanya dingin. “Kalau kalian mau percaya kebohongan murahan, silakan. Tapi jangan sekali-sekali datang padaku seakan kalian lebih tahu hidupku.” Setelah itu, ia berbalik cepat, meninggalkan kelas. Di atap sekolah, ia berjongkok sendirian. Brosur itu sudah diremas hancur di tangannya. Angin sore berhembus, membawa serpihan kertas yang ia buang. Air mata akhirnya jatuh bukan karena lemah, tapi karena lelah. Aruna berujar pelan, hampir berbisik, “Aku sudah berusaha… sudah mencoba jadi lebih baik. Tapi… apa gunanya kalau semua orang tetap lihat aku seperti sampah?” Dia menutup wajah dengan kedua tangan, bahunya bergetar. Untuk pertama kali sejak lama, Aruna benar-benar merasa ingin menyerah. Langit sore menjelma keungu-unguan, bayangan bangunan panjang membelah cahaya matahari terakhir. Di sudut atap sekolah, Aruna duduk memeluk lutut. Sepatu ketsnya kotor karena debu,

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   149

    Sekolah penuh warna: lampion, stan makanan, panggung musik.Café kelas Aruna laris karena pesona Aruna sebagai pelayan cosplay banyak murid cowok rela antre hanya untuk dilayani olehnya. Ezra muram sepanjang hari.Nadira sibuk di pusat informasi, dengan headset dan walkie-talkie seperti komandan perang.Raska memamerkan karya seni lukisnya, dan dengan lembut menarik Aruna untuk melihat. Ezra langsung menegangkan rahang.Seseorang menyebar foto yang tampak seperti Aruna sedang bersama “orang asing” di malam hari (hasil editan).Gosip itu menyebar cepat, menodai reputasi Aruna.Nadira yang tahu cara kerja gosip sekolah langsung bergerak mencari siapa dalangnya.Ezra menghadapi siswa yang mulai berbisik-bisik, melindungi Aruna dengan tatapan membunuh.Api unggun dinyalakan di lapangan sekolah. Semua murid berkerumun, tertawa, beberapa saling bergandeng tangan. Musik akustik mengalun pelan.Aruna duduk agak jauh, menatap nyala api yang bergoyang. Dari belakang, Ezra mendekat, menyampirkan

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   148

    Ia akhirnya membuka semua isi hatinya.Nadira dengan nafas tersengal,“Sejak kecil aku dibentuk Umbra. Aku tidak tahu apa artinya memilih. Aku cuma tahu bagaimana cara taat. Dan tadi… aku sadar, untuk pertama kalinya aku ingin salah. Aku ingin salah demi kalian, bukan demi Umbra.”Suasana sunyi. Ezra menutup matanya, Aruna menggenggam tangan Nadira erat.Nadira akhirnya terisak di bahu Aruna. “Kalau kalian masih mau… izinkan aku belajar jadi manusia. Bukan pion.”Aruna mengangguk dengan lembut. Ezra tidak menjawab, tapi untuk pertama kalinya, ia tidak menolak.Gudang yang jadi tempat persembunyian berubah jadi semacam “rumah sementara.”Aruna bangun lebih dulu, memasak sarapan seadanya telur orak-arik gosong setengah matang.Ezra menatap dengan alis terangkat.Ezra suara datarnya khas, “Kau yakin itu makanan? Atau bagian latihan survival?”Aruna menggertakkan gigi, “Diam dan makan. Kau masih hidup k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status