แชร์

TKDCP 4

ผู้เขียน: Melyana_Arum
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-01-16 18:10:19

“Sederhana saja, menikah dengan saya. Dan menjalani pernikahan kontrak bersama saya. Bagaimana?” ucap Kaisar menjelaskan kembali syaratnya.

“Tapi Uangnya bisa cair sekarang kan?” kata Narumi yang hanya ingin uang untuk pengobatan orang tuanya.

Tentang hatinya Narumi tak peduli, dia tak suka dengan pria di depannya. Dia hanya fokus pada upah yang diberikan Kaisar saat dia setuju untuk menjadi istri kontraknya.

“Bisa kalau kita menikah sekarang,” saut Kaisar dengan mudahnya. Tanpa tahu kondisi yang dialami Narumi sekarang.

“Bisa saja kita menikah sekarang. Tapi apa tidak butuh wali?” kata Narumi masih belum bisa berterus-terang.

“Nah, ngomong-ngomong wali. Bagaimana pagi ini kita menemui Wali kamu. Supaya kita cepat menikah,” tantang Kaisar.

“Tapi ayah dan ibu saya sedang dirumah sakit,” jelas Narumi. Kaisar yang mendengar kalimat itu langsung menatap Narumi dengan penuh selidik.

“Rumah Sakit? Rumah Sakit mana?” tanya Kaisar yang ikut cemas juga.

“Rumah sakit WG. Tuan bagaimana? Bisakan pinjamkan uang Anda dulu?” tanya Narumi dengan penuh harap. Menunggu jawaban dari Kaisar. Tetapi ponselnya berdering, nomor dari pihak rumah sakit yang menghubungi.

Narumi menjauh sedikit dan mencoba menjawab dengan perasaan tak menentu. Yang jelas Narumi diminta segera kesana untuk menandatangani surat keputusan operasi atau tidak.

“Masih diam mematung atau mau menyelamatkan orang tua kamu?” tanya Kaisar, tanpa Narumi ketahui dia sudah menghubungi pihak rumah sakit untuk segera memproses.

“Ah, iya. Tuan kita harus ke Rumah Sakit, Jangan lupa Tuan siapkan uangnya ya,” ucap Narumi yang tersadar oleh pertanyaan Kaisar tadi.

“Aman asal kamu tidak berubah pikiran saja,” sindir Kaisar yang melihat raut wajah Narumi yang masih ragu.

“Ih, banyak bicara. Ayolah Tuan, kita sudah tidak punya banyak waktu,” ajak Narumi saat melihat ponselnya berdering lagi dengan nomor Rumah Sakit yang terlihat di layar ponsel itu.

“By the way, mau naik apa ke sana?” pertanyaan dari Kaisar membuat Narumi berpikir apa yang dipertanyakan oleh Kaisar.

“Naik taksi online lah,” ucap Narumi santai. Tapi dia mendapatkan ejekan dari Kaisar.

“Coba pesan, ada gak?” tantang Kaisar, dia juga sibuk dengan ponselnya untuk menghubungi seseorang melalui pesan singkat.

Narumi, pun mengunakan ponselnya untuk memesan taksi online. Sayangnya beberapa kali mencoba semua driver yang telah didapatkan tiba-tiba membatalkan pesanannya.

“Gimana? Dapat?” tanya Kaisar dengan dasar ejekan.

Tak lama seseorang datang mengantarkan sebuah motor sport untuk Kaisar. Dengan dua helm yang juga disediakan atas motor. Kaisar mendekati motor tersebut, tak lupa mengucapkan terimakasih pada orang yang dia suruh tadi.

Kaisar duduk diatas motor, dia tersenyum melihat Narumi yang sebal karena berulang kali di tolak driver.

“Hei! Dapat tidak?” tanya Kaisar sekali yang membuat Narumi sebal. Dia ingin mengumpat tapi sayang suara motor yang nyaring. Membuat Narumi terdiam terpaku.

“Sejak kapan ada motor disini?” tanya Narumi, yang berjalan menuju Kaisar. Tapi sama sekali tak menjawab pertanyaan Kaisar tadi.

Semakin dekat dengan motor itu, Kaisar langsung memakaikan helm di kepala Narumi.

“Sejak kamu sibuk memesan taksi online. Mau naik atau tinggal?” pertanyaan itu langsung mendapatkan jawaban. Narumi langsung duduk dibelakang jok motor tersebut.

Narumi yang tak berpegangan pun tersentak saat Kaisar mulai melajukan motor itu. Sehingga Narumi reflek memeluk Kaisar dan itu mendapatkan senyuman tipis dibalik helm yang Kaisar gunakan.

Narumi diam bukan karena nyaman. Tapi dia kembali mengingat momen dia dan Tryan saat berboncengan sama seperti ini. Tetesan airmata pun meluncur lagi. Tapi dengan cepat juga Narumi menghapus sisa.

Tak lama akhirnya mereka sampai juga di Rumah Sakit. Narumi turun dan menarik Kaisar yang menggunakan maskernya juga topi tak lupa dengan kacamata putih.

Narumi menuju ke bagian pendaftaran, tentu dengan menarik lengan Kaisar agar cepat sampai. Sesampainya disana Narumi diberikan kejutan. Biaya kedua orang tuanya sudah dibayar semua. Lalu operasi sudah dilakukan 1 jam lalu.

“Tuan yang sudah membayar semuanya kan?” tanya Narumi, dia mendudukkan dirinya disamping Kaisar yang sibuk dengan ponselnya.

“Hmm,” hanya gumam itu yang keluar dari mulut Kaisar. Narumi pun sekarang bisa bernapas lega, tapi baru saja duduk dengan tenang. Petugas yang menangani ke-dua orang tuanya keluar dari ruangan operasi.

Terjadi pendarahan saat tindakan operasi, mereka butuh banyak kantong darah. Narumi mengusulkan dirinya untuk menjadi pendonor. Tapi sayangnya golongan dara yang dimiliki Narumi berbeda dengan kedua orang tuanya.

Narumi pun menemui petugas pengambilan darah itu. Untuk bertanya tentang golongan darah yang diturunkan oleh kedua orang tua kepada anak.

“Apa ners bisa membantu saya?” ucap Narumi meminta bantuan pada petugas medis.

“Apa yang bisa saya bantu?” tanya petugas itu.

“Dengan sampel dari darah ini, kita bisa melakukan test DNA?” tanya Narumi pada petugas itu.

“Tentu saja bisa dan itu sangat aurat tentunya,” jelas Petugas itu.

“Kalau begitu, bantu saya melakukan test DNA dengan sampel darah dari saya. Test dengan kedua orang tua saya. Bisa kan?” tanya Narumi dengan hati-hati.

“Bisa sangat bisa,” jawab petugas itu dengan yakin.

“Berapa lama?” tanya Narumi.

“Paling cepat 5 hari kerja, asalkan sudah ada sampel dari dua belah pihak tentunya,” jelas si petugas.

“Kalau begitu, saya minta tolong untuk ambil sampel darah kedua orang tua saya yang dalam penanganan bisa?” permintaan Narumi pun di iyakan oleh sang petugas. Setelah itu Narumi keluar dari ruangan tersebut. Mencoba menghubungi kedua kakaknya. Berharap mereka datang dan ikut mendonorkan darah mereka kepada kedua orang tuanya.

Tapi baru beberapa langkah meninggalkan ruangan pengambilan darah. Ternyata beberapa petugas juga sedang membawa dari yang dibutuhkan oleh kedua orang tuanya masuk ke ruang operasi.

Tepat Sore harinya,

“Ayah, sudah sadar?” Narumi yang mengetahui pergerakan kecil dari Ayahnya.

“Sini nak, kakak kamu mana? Mereka pasti sibuk bekerja ya?” tanya Ayahnya, karena tak melihat anaknya yang lain. Hanya ada Narumi dan seseorang yang tak asing di penglihatannya.

“Kakak pada sibuk yah,” bohong Narumi.

“Lalu itu kamu sama siapa?” tanya Pak Nusantara pada Narumi saat melihat Kaisar membelakangi mereka.

“Dia itu,” ucap Narumi terpotong karena dokter jaga dan perawat datang untuk memeriksa kondisi Ayah Nusantara. Karena dipanggil Narumi sesaat setelah Ayahnya terbangun. Dia menekan tombol memanggil petugas, akhirnya mereka datang juga.

Kaisar yang berdiri membelakangi Ayah Nusantara, karena sibuk menghubungi beberapa orang yang akan datang untuk menikahkannya.

Beberapa saat setelah dokter dan perawat keluar. Narumi diberikan selembar resep untuk Ayahnya. Dan harus diambil di bagian farmasi.

“Tuan, boleh saya titip ayah saya? Saya mau menebus obat dan vitamin untuk Ayah,” ucap Narumi dengan penuh permohonan.

“Tenang saja akan aku jaga. Saya juga ada yang ingin dibicarakan dengan Ayah kamu,” kata Kaisar yang membiarkan Narumi pergi.

Kaisar berbalik dan menatap lekat wajah Ayah Narumi. Dia melihat nama yang tertera di sana, matanya tak berkedip saat melihat wajah yang pernah dia kenalin sekarang tidak dapat dikenali.

“Selamat sore, Om,” sapa Kaisar dengan ramah kepada Ayah Nusantara.

“Kau siapa? Apa tujuanmu mendekati anak saya?” tanya dengan penuh kecemasan, bahkan Ayah Nusantara tak menjawab sapaan dari Kaisar. Karena melihat sesuatu yang mencurigakan dari kehadiran seorang pria dideket anaknya.

“Saya, Kaisar Gumilar. Tujuan saya mendekati anak Anda bernama Narumi, saya berniat menikahinya,” ucap Kaisar dengan percaya diri dan sangat tegas.

“Menikah?”

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   106

    Setelah perjalanan emosional dari Napoli, Nadiya menerima pesan terenkripsi dalam bentuk lukisan digital—sebuah gambar siluet gadis berdiri di bawah pohon maple yang tampak seperti dirinya sendiri, tapi dengan goresan tinta bertanda D.A.Di bawahnya hanya ada satu baris pesan:"Kita sama, tapi jalur kita berbeda. Temui aku di tempat di mana bayangan tak bisa bersembunyi."— DKoordinatnya menunjuk ke Roma, di taman yang menghadap museum seni. Villa Borghese, tempat penuh ketenangan yang ironis bagi dua jiwa penuh luka.Nadiya datang lebih awal, mengenakan mantel krem dan syal biru laut yang diberikan Kenzo sebelum berpisah di stasiun Termini.Dara muncul tanpa suara. Rambutnya kini lebih pendek, wajahnya lebih tenang, tapi sorot matanya masih seperti badai yang belum selesai.Tak ada pelukan. Tak ada salam.Hanya... tatapan dua orang yang tahu bahwa satu kalimat bisa menyelamatkan atau menghancurkan."Kamu makin

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   105

    Langit Genoa berwarna kelabu keperakan saat kereta Frecciarossa melaju cepat dari Florence. Dari balik jendela, Nadiya memandangi siluet pelabuhan tua yang mulai terlihat di kejauhan — tempat kisah ini akan melompat ke babak yang lebih kelam, dan mungkin... lebih jujur.Di sampingnya, Kenzo memegang sebuah map lusuh berisi arsip tua dengan inisial “L.M.” — konon, pelukis misterius yang pernah menjadi ikon avant-garde Italia, sebelum menghilang tanpa jejak. Tapi menurut informasi rahasia dari arsip galeri gelap di Tokyo, L.M. adalah mantan agen seni dari jaringan rahasia Umbra yang kabur setelah melihat hal yang tak seharusnya.Mereka tiba di penginapan kecil dekat Vicolo delle Grazie, jalan sempit berundak dengan bangunan batu tua.“Pasti di sinilah tempat terakhirnya,” bisik Nadiya sambil menatap pintu studio tertutup di ujung gang.Kenzo mengangguk. “Arsip menunjukkan, dia biasa dipanggil Maestro Ombra. Tapi sekarang orang-orang memanggilnya—pel

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   104

    Florence tak hanya menyambut Nadiya dengan kemegahan arsitektur Renaisans dan aroma kopi yang kuat. Kota ini juga mempertemukannya dengan bayang-bayang yang tidak ia undang. Hari pertama program artist-in-residence, Nadiya mengenakan apron putih dan menggenggam kuas dengan tangan sedikit bergetar. Di ruang studio kaca besar, bersama seniman-seniman muda dari seluruh dunia, ia merasa kecil… tapi kuat. Lalu masuklah Agnese Bellotti, seniman senior dengan reputasi tinggi dalam komunitas seni Eropa. Berambut perak seperti kabut pagi dan bibir tajam seperti pisau palet, wanita itu mendekati kanvas Nadiya dan berkata dalam bahasa Inggris yang tajam: “Your strokes… they’re emotional. But messy. Like someone who still hasn’t resolved their past.” Nadiya hanya menatapnya, menahan reaksi. Tapi matanya menyala. Ia tahu ini bukan hanya kritik teknik. Ini penghakiman diam-diam terhadap siapa dirinya. Tak b

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   103

    “Aku udah maafin semua, Kenzo. Tapi ternyata... masa laluku belum selesai maafin aku.”– NadiyaHanya seminggu setelah malam mereka saling menyelipkan surat—saling menjawab dalam sunyi yang penuh makna—cinta Kenzo dan Nadiya tampak seperti sedang tumbuh dalam damai. Namun, kedamaian itu ternyata adalah mata air yang mengalir di atas batu tajam yang selama ini tersembunyi.Malam itu, Kenzo mengantar Nadiya pulang seusai kelas tambahan fotografi. Mereka tertawa, membicarakan hal sepele, hingga Nadiya tampak melirik jam dengan gelisah.“Kenapa?” tanya Kenzo.“Jam segini... dia biasanya muncul.”“Dia?”Sebelum sempat menjawab, motor tua dengan knalpot bising berhenti mendadak di ujung jalan kecil. Dari balik helm gelapnya, seorang pria bertubuh kurus menatap tajam ke arah Nadiya. Wajah Kenzo mengeras.“Jangan bilang itu...”“Rafi,” gumam Nadiya, suaranya nyaris tak terdengar.Rafi bukan sekada

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   102

    Aku sering merasa rusak. Bukan karena luka fisik, tapi karena bagian dalamku seperti pecahan kaca tajam, dingin, dan pantulan masa lalu itu… menyakitkan.Kenzo gak pernah pakai kata-kata besar. Dia gak maksa aku ngomong, gak minta aku jelaskan kenapa aku tiba-tiba diam tiga hari, atau kenapa aku nangis di kamar mandi hanya karena dengar lagu lama.Tapi entah bagaimana, dia selalu ada.Duduk. Diam. Bernapas bersamaku.Dan aku mulai menyadari…Dia mendengarkan bahkan saat aku tak berkata apa pun.Suatu sore, aku pulang lebih dulu dari terapi. Aku tahu dia pasti di taman belakang, tempat favoritnya baca komik lama.Aku buat teh lemon panas. Dia benci lemon. Tapi aku tambahkan madu karena dia selalu bilang, "yang pahit tetap bisa jadi manis kalau kita tahu caranya."Saat dia masuk ke ruang belakang, aku geser gelas itu ke arahnya tanpa berkata apa-apa.Dia hanya tersenyum kecil… lalu menatapku.“Lemon ya?”“A

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   101

    Sejak kecil, Nadiya selalu merasa aneh dengan mimpi-mimpinya.Ia sering bermimpi berada di ruang putih tanpa pintu, ada suara-suara yang tidak punya wajah, menyebut angka:“Subjek Tujuh. Stabilitas emosional belum sempurna.”“Coba lagi siklus R-02. Jangan bangunkan dia terlalu cepat.”Kini, mimpi itu bukan sekadar mimpi.Itu memori. Memori masa bayi. Di bawah pengawasan Umbra.Hari-hari berikutnya, Nadiya mulai mengalami dissociative flashbacks.Wajahnya sendiri di cermin seperti asing. Bahkan saat bersentuhan dengan Dara atau Kenzo, ia merasa bukan sebagai ‘Nadiya’, tapi seolah ia hanya mengamati dari luar tubuh.“Apakah aku hanya hasil rekayasa genetik yang ditanam dengan emosi palsu?”“Apakah kasih sayang Dara dan Kenzo… hanya reaksi terhadap cerita, bukan aku sebagai individu?”Dara diam-diam mengambil sampel rambut Nadiya dan mengirimnya ke tim ICE-Net.Hasilnya tak terbantahkan:Genom Nadiya dim

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status