Share

TKDCP 7

Author: Melyana_Arum
last update Last Updated: 2025-04-29 09:23:49

Narumi menahan tangisannya, karena mungkin suaranya akan terdengar dari luar. Bola mata Narumi bergerak saat membaca hasil tes DNA ke-dua orang tuanya yang menyatakan ke-tidak cocok pada DNA kedua orang tuanya.

"Lalu aku ini anak siapa? Kenapa kedua orang tuaku tidak cocok padaku?" Narumi pun menghabiskan tangisannya selama tiga puluh menit.Sampai dimana kakaknya Wala mengetuk pintu toilet tersebut.

Narumi pura-pura menyiram closet, lalu Narumi berdiri di depan cerimin lalu merapikan penampilan.

Apalagi matanya yang sembab harus dibersihkan. Belum sempat keluar dari toilet ponselnya berdering, nomor asing mengirimkan pesan pada Narumi.

( Aku sudah menolongmu! Sekarang! Datang ke Menara Gumilar Group)

Narumi memastikan lagi mukanya lalu membuka pintu yang ternyata disambut oleh Wala didepan toilet itu. "Sabar ngapa! was minggir!" kesal Narumi. setelah keluar dari toilet, Narumi mengambil tasnya lalu bersalaman dengan kedua orang tuanya untuk pamit.

"Mau kemana kok bawa tas gitu?" tanya Bu Naomi.

"Ada kerjaan, Bu. Jadi Narumi pamit dulu ya. Toh masih ada dua bujang lapuk ibu," ucap Narumi seenaknya sendiri.

"heh, jangan itu mulut untuk tidak berbicara sembarangan," sarkas Wala yang tidak menerima ejekan itu.

"Mau kemana sih?Aku antar ya dek?" tanya Buana penasaran.

"ah, gak usah Rumi bisa sendiri. Kalau begitu Narumi pergi duluan ya."

Belum melangkah jauh, Wala pun memaksa mengantarkan Narumi. Tapi sayang sekali Narumi tak ingin ada yang tahu dimana dan dengan siapa dirinya bertemu.

"Aku antar aja kalau gak mau diantar Buana," tawar Wala pada Narumi saat di depan pintu kamar itu.

"Tidak terimakasih!" seru Narumi langsung langkah dengan cepat menghindari Wala.

Pintu kamar pun ditutup Narumi, Narumi melangkah cepat keluar dari lingkungan Rumah Sakit. Menunggu taksi untuk membawa dirinya pergi ke Menara Gumilar group.

Sedangkan di dalam ruangan rawat inap itu, Bu Naomi baru saja diberi tahu Pak Nusa tentang lamaran seorang pemuda pada Narumi. Dan dengan lantangnya Wala pun ikut menggenggam tangan Bu Naomi untuk meminta restu untuk melamar Narumi.

"Bu, Beberapa hari yang lalu ada pemuda yang melamar Narumi," ungkapan Pak Nusa.

" Siapa?" tanya Bu Naomi.

"Aku salah satunya, Bu," Wala mencium punggung tangan Bu Naomi.

Wala yang melakukan Pengakuan itu membuat Bu Naomi sedikit terkejut. Hanya sebentar saja tapi tak lama senyum simpul pun tersirat di wajahnya.

"Tapi bukan hanya saja dia, ada pria yang juga melamar Narumi bukan sekedar melamar tapi ingin segera menikahi Narumi. Sedangkan Narumi bukan anak kandungku jika aku pun menikahkan mereka maka tidak akan sah. Jadi?" ucapan Pak Nusa menggantung dan dilanjutkan oleh Wala yang masih menggenggam tangan Bu Naomi.

"Jadi aku harus berkompetisi dengan pria itu yang harus menemukan orang tua kandung Narumi. Bu, Wala mohon Ibu memeberikan restu pada Wala supaya dengan cepat mendapatkan titik terang siapa orang tuanya Narumi. Wala ingin menjadi Narumi anggota keluarga ini yang sesungguhnya. Ibu bersediakan merestui setiap langkahku untuk menemukan orang tuanya Narumi," dengan lembut Wala pun meminta restu Bu Naomi. Dengan senyum yang tulus tangan Bu Naomi pun mengusap lembut kepala Wala. Simbol memberikan restunya untuk Wala yang ikut serta mencari kedua orang tuanya Narumi.

"Ibu, akan selalu mendoakan semua yang sedang kamu usaha untuk Narumi. Tapi jika pun kamu sudah menemukan kedua orang tuanya Narumi. Biarkan Narumi yang menjawab dia bersedia tidak untuk menjadi pendampingmu. Jika pun Narumi tidak. bersedia kamu harus lapang dada. Walapun kamu yang menemukan pertama kali orang tuanya Narumi. Janji jangan sakit hati, Nak?" Bu Naomi hanya mengeluarkan feelingnya untuk solusi yang ada.

"Wala usahakan ya Bu. Ibu do'akan saja mudahkan urusan Wala untuk memiliki Narumi," Wala pun menciumi punggung tangan ibunya setelah mengucapkan kalimat tersebut.

Di tempat lain,

Narumi baru saja sampai di lobby Menara Gumilar group. Narumi kurang memperhatikan penampilannya. Hingga setiap langkahnya menjadi pusat perhatian semua orang.

"Mau apa disini?" seorang satpam yang melihat penampilan Narumi pun mendekati Narumi. Mengira Narumi Spg Rokok yang mencari konsumen.

"Saya cuma disuruh datang ke sini Pak," jawab Narumi atas pertanyaan satpam itu.

"Sama siapa?"

Narumi memperlihatkan chatnya itu, tapi satpam itu pun tertawa. "Itu orang iseng ya? Gak ada namanya, gak jelas, keluar dari sini menggangu pemandangan saja," usir Satpam itu dengan sedikit keras.

"Pak, Tidak bisa seperti itu dong. Saya hubungi orangnya dulu Pak. Supaya kita tahu siapa yang meminta datang ke sini," Narumi masih menahan diri untuk tidak diseret keluar. Tapi sayangnya saat mencoba beberapa kali nomor yang dihubungi tak terjawab. Sehingga Satpam itu pun menarik kasar tubuh Narumi.

bruk!

"Aduh!"

Satpam itu menyeret-nyeret Narumi dan mendorong tubuh Narumi dengan keras.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   278

    Aruna mulai sarapan bubur yang disiapkan Nadia dan Aurea.Tawa kecil terdengar di antara mereka, ringan tapi tulus.Namun di sela tawa itu, Aruna beberapa kali diam — matanya menerawang ke luar jendela.Bayangan Julia muncul di benaknya, dengan senyum ramah yang kini terasa menakutkan.Aruna dengan suara pelan, pada Ezra, “Ezra… aku merasa Julia belum selesai.”Ezra menatapnya serius lalu berkata, “Aku tahu. Dan aku juga nggak akan diam.”Ezra meraih tangan Aruna, menatapnya dalam-dalam.Tatapan itu bukan sekadar janji, tapi juga tekad, tekad untuk melindungi perempuan yang pernah, dan masih, menjadi rumah bagi jiwanya.Ruang rapat fakultas sore itu penuh ketegangan yang nyaris kasat mata.Di meja panjang berwarna kayu tua, duduk beberapa dosen senior, dua staf akademik, dan di ujung meja — Julia, dengan postur tegak dan senyum sopan yang nyaris sempurna.Di seberang sana, Ezra duduk dengan wajah tegang, rahangnya mengeras, kedua tangannya mengepal di bawah meja.Kertas laporan terbuk

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   277

    Malam turun perlahan.Keluarga Aruna bergantian istirahat di ruang tunggu.Ezra tetap di dalam, duduk di kursi di samping ranjang Aruna, menatap wajah yang masih terpejam tapi tampak lebih tenang.Ia mengusap rambut gadis itu lembut, napasnya berat tapi penuh tekad.Ezra berbisik,“Aku nggak akan biarkan siapa pun menyakitimu lagi. Termasuk dia.”Lampu di ruangan redup, suara hujan mulai turun di luar jendela.Dan di antara ketenangan semu itu, tangan Aruna bergerak sedikit seolah merespons suara yang begitu dikenalnya.Sinar matahari pagi menembus tirai tipis kamar rawat.Udara terasa bersih, tapi masih mengandung aroma antiseptik yang menusuk lembut.Burung-burung di luar mulai bernyanyi, kontras dengan sunyi yang masih menyelimuti ruang tempat Aruna terbaring.Untuk pertama kalinya sejak kecelakaan itu, matanya terbuka penuh jernih, sadar, dan tenang.Ia menatap langit-langit putih itu beberapa detik sebelum menoleh ke samping.Ezra ada di sana, tertidur di kursi dengan posisi memb

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   276

    Air matanya jatuh seketika.Namun sebelum ia bisa membalas, kesadaran Aruna perlahan menghilang lagi diiringi suara sirine ambulans yang mendekat cepat.Suara sirene ambulans sudah berhenti, tapi gaungnya masih terasa di dada Ezra.Ia berdiri kaku di depan ruang Gawat Darurat, bajunya masih ternoda darah tipis dari pelipis Aruna saat tadi ia memeluknya di jalan.Lorong rumah sakit berbau antiseptik dan kecemasan.Lampu-lampu putih di atas kepala terasa menyilaukan, membuat waktu seolah berhenti di antara denyut langkah yang tak pernah tenang.Ezra menatap pintu ruang operasi yang tertutup rapat, tangan kirinya mengepal di dada.Setiap detik terasa seperti ujian yang memaksa napasnya tertahan.Ezra berkata dengan lirih, “Kamu baru saja mulai tersenyum lagi, Run… kenapa harus begini?”Langkah cepat terdengar di ujung koridor.Narumi, Kaisar, Kenzo, dan Aurea tiba dengan wajah panik.Raska dan Nadia men

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   275

    Langit tampak cerah, tapi udara pagi terasa berat seolah menyimpan sesuatu yang akan pecah kapan saja. Lorong kampus ramai, penuh suara langkah dan bisik-bisik yang tak lagi tersembunyi. “Itu Aruna, kan?” “Iya, katanya gara-gara dia Kak Ezra dipanggil ke fakultas…” “Serius? Wah, kalau bener gitu, bisa gawat.” Bisikan-bisikan itu mengikuti Aruna ke mana pun ia melangkah. Setiap tatapan seolah menembus kulitnya. Bahkan beberapa teman kelompok yang dulu menyapanya kini berpura-pura sibuk, menunduk, atau menghindar. Aruna menelan ludah. Langkahnya gemetar tapi ia berusaha tegak. Suara di sekelilingnya makin lama makin jauh bukan karena reda, tapi karena pikirannya mulai kabur. Ezra duduk di depan meja Dekan Muda, rahangnya menegang. Di atas meja, ada beberapa berkas laporan “kedekatan tidak profesional” antara dirinya dan Aruna. Di sudut halaman, ada catatan kecil dari salah satu panitia… dengan nama Julia tertera sebagai pelapor tambahan. “Ezra, kamu tahu aku m

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   274

    Lampu kamar redup.Hanya layar laptop yang menerangi wajah Julia, menyorot mata tajam yang penuh rencana.Di layar, terbuka beberapa jendela chat grup panitia dan dokumen laporan kegiatan.Di sudut layar, ada foto candid dari taman kampus sore tadi: Aruna berdiri bersama Ezra, tampak seperti sedang berbagi momen tenang.Julia menatap foto itu lama sekali. Bibirnya bergerak sedikit, seolah menahan sesuatu di dada yang tak bisa dijelaskan campuran iri, amarah, dan obsesi.Julia mendesis pelan,“Selalu dia…”“Selalu Aruna yang menarik perhatianmu, Ezra.”Tangannya meremas mouse dengan kuat, hingga bunyi klik keras terdengar beberapa kali.Tapi setelah itu, wajahnya kembali tenang — bahkan terlalu tenang.Ia mengatur napas, menarik senyum kecil yang penuh perhitungan.Julia dengan lirih, sambil menatap layar,“Baiklah… kalau simpati orang-orang mulai condong padamu, Aruna…”“Aku akan ubah simpati itu jadi kecurigaan.”Ia mulai mengetik cepat di layar laptop.Kalimat demi kalimat muncul di

  • Terikat Kontrak Pernikahan CEO Posesif   931

    Ezra menatap layar laptopnya, memperhatikan data manipulasi Julia dari hari sebelumnya.Raska mengetik cepat, sementara Nadia memeriksa beberapa nama panitia baru yang baru saja bergabung. “Ez, kamu sadar gak? Julia mulai dekatin panitia baru dan dosen pembimbing.”Ezra menatap tajam layar, “Ya. Dia mulai main di jalur akademik.” “Kalau gitu, kita juga harus main di jalur yang sama.”“Iya. Tapi bukan buat menyerang… buat mengungkapkan kebenaran dengan cara yang gak bisa dia bantah.”Tatapan Ezra tajam.Suara di ruangan itu pelan tapi tegas.Dan di luar sana, Julia sudah memulai perang halus yang jauh lebih berbahaya dari sekadar gosip.*Suasana kampus tampak seperti biasa: ramai oleh mahasiswa yang lalu lalang, suara tawa, percakapan ringan, dan derap langkah yang beradu di antara lorong-lorong panjang. Namun bagi Aruna, hari itu terasa berbeda.Entah kenapa, setiap tatapan yang diarahkan padanya terasa berat… dingin… dan penuh tanda tanya.Ia berjalan sambil memeluk buku di dada,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status