Share

Kedatangan Tamu Spesial

Author: Nay Dinanti
last update Last Updated: 2024-02-29 16:33:18

"Cuma apa, hah?!"

"Bian nggak gandeng siapa-siapa. Namanya juga gosip, Ma. Orang media apa saja bisa jadi berita, biar viral. Trus dapat duit," ucap Bian membela diri.

"Gosip itu timbul karena ada sebabnya, Bian. Mungkin karena kamu keseringan deket sama perempuan itu."

"Bian cuma berteman, Ma. Itu pun tidak akrab karena baru kenal. Dia dokter, klien Bian yang ngenalin karena dikiranya Bian belum menikah."

"Tuh, kan. Makanya Mama pingin supaya Masayu itu dikenalin ke publik. Jangan terus-terusan disembunyiin biar semua orang tau kalau kamu itu udah menikah. Apa kamu ada niat buat kawin lagi, Bian?" tuduh mamanya, membuat Bian akhirnya mendengkus kesal.

"Ya, sudah, terserah Mama. Mau besok atau sekarang acaranya Bian ngikut aja," sahut Bian pasrah yang kemudian disambut senyum kepuasan di wajah Herlina.

Sementara Masayu sejak tadi hanya diam sembari menonton perdebatan seru antara ibu dan putranya. Dari situ dia mengetahui bahwa dari dulu Bian memang tidak pernah menginginkan pernikahan ini, anniversari, terlebih dirinya.

Karena sudah hampir larut malam, Masayu yang sudah mengantuk bermaksud ingin pindah ke kamarnya. Namun, sebelum dia meminta izin pada Herlina, salah satu asisten di rumah ini yang usianya masih belia tiba-tiba mengabarkan bahwa ada tamu spesial yang datang berkunjung.

"Siapa?" Bian dan Masayu memasang wajah penuh tanda tanya.

Sementara Herlina tampak senyum-senyum seolah sudah mengetahui siapa tamu agung yang kini berkunjung.

Ketiganya lantas berjalan menuju ruang tamu.

"Taraaa!!!"

Herlina amat gembira menyambut kedatangan kedua anak, menantu, beserta cucu-cucu yang selama ini bermukim di Amerika.

Masayu juga mengenalnya. Mereka adalah Rico dan Helen, anak pertama dan kedua Herlina. Sementara Bian merupakan anak bungsu.

Keluarga kaya nan bahagia itu saling cipika-cipiki sebab sudah lama tidak bertemu.

"Hai, kamu Masayu, kan? Masih ingat saya?" Helen menyapa hangat.

Masayu mengangguk dan tersenyum ramah. "Tentu saja ingat, Kak. Kakak apa kabar?"

Tak butuh waktu lama, keduanya lantas terlibat percakapan ringan. Meskipun awalnya Masayu agak kikuk lantaran merasa minder. Namun, ternyata sikap Helen tidak berubah dan tetap ramah seperti dulu.

Semasa ibunya masih hidup dan bekerja di sini dulu, Masayu sering diberi barang lungsuran dari Helen. Entah itu pakaian, buku tulis, komik, dan juga majalah. Meski bekas, tapi kualitasnya masih cukup bagus. Itulah momen di mana Masayu yang hidupnya miskin tetapi bisa mencicipi barang kepunyaan orang kaya.

"Kamu tau, nggak? Dulu Bang Rico, aku, dan Bian suka sekali dengan masakan ibumu. Apalagi Bian, dia sampai tidak mau makan kalau bukan ibumu yang masak." Helen tertawa mengenang masa lalu.

Masayu lantas tersenyum simpul.

"Sekarang gimana? Dia pasti ketagihan sama masakan kamu, kan? Pasti tidak mau makan kalau bukan Masayu yang masak. Betul?"

"Ah, nggak juga, Kak," sahut Masayu merendah. Kenyataannya, dia belum pernah sama sekali memasak untuk Bian.

Herlina datang menghampiri keduanya.

"Masayu, Mama sengaja mengundang kakak-kakak iparmu datang ke mari untuk meramaikan acara anniversary kalian. Waktu kalian menikah, mereka kan nggak sempat pulang ke Indonesia, jadi sekarang lah gantinya."

"Iya, Ma," sahut Masayu mengangguk. Meski dia sendiri pun sebenarnya sudah paham akan maksud kepulangan saudara iparnya itu.

"Sekaligus sebentar lagi kami juga akan mengadakan peringatan kematian almarhum Papa." Helen menambahkan.

Masayu manggut-manggut karena sebelumnya Bian sudah menyinggung perihal itu.

Malam kian larut dan Masayu sudah berkali-kali menguap. Namun, di rumah besar ini seolah-olah sedang mengadakan pesta hari raya. Alih-alih melepas lelah, kakak iparnya yang baru tiba dari perjalanan jauh malah mengajak barbeque-an di rooftop.

"Masayu bisa memasak, kan? Aku rindu sekali dengan ayam bakar madu buatan ibumu? Kamu tidak keberatan, kan?" Tiba-tiba Helen mengutarakan keinginannya, dengan wajah penuh harap tentunya.

Bian yang mendengarnya spontan tergelak. Namun, segera disikut perutnya oleh Herlina.

"Eh!" Masayu kebingungan. Sudah lama dia tidak menyenggol dunia perdapuran karena segalanya sudah disiapkan oleh asisten di rumah ini. Paling sekadar memasak bekal sederhana untuk anak-anak, itu pun hanya sesekali. Bagaimana sekarang dia tidak bingung?

"Pasti bisa!" Herlina tiba-tiba menyemangati.

Bian dan Rico mendapat tugas menyiapkan bahan-bahan dan membersihkannya. Masayu dan Herlina bagian memasak. Sementara Helen menjaga anak dan keponakannya yang berlari-larian ke sana kemari.

Sengaja tidak memakai jasa para asisten sebab tak ingin mengganggu waktu istirahat mereka. Selain itu, bagi keluarga ini yang kesehariannya dilayani oleh asisten tentu kesannya akan jauh lebih menantang jika dikerjakan sendiri.

"Masayu, coba tolong kamu ambil bumbu panggang yang ada di dalam lemari dapur. Yang botolnya warna biru, ya," pinta Herlina.

Bergegas Masayu pun turun ke dapur.

Dia membuka seluruh lemari dan mencari-cari barang yang dimaksud ibu mertuanya. Setelah membongkar hampir semua isi lemari, rupanya benda tersebut tersimpan di bagian paling atas.

Karena letaknya cukup tinggi, tangan Masayu sampai menggapai-gapai demi bisa mencapai botol itu.

Tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang agak menekan bagian belakang tubuhnya, bertepatan dengan suara familiar yang sedikit berbisik di telinganya, menimbulkan sensasi meremang pada bulu kuduk akibat embusan napas wangi yang meniup lehernya.

"Makanya, jadi orang jangan pendek!"

Masayu lekas membalik badan menatap Bian yang kini ada di depannya. Posisi keduanya sangat dekat sebab tangan Bian sedang menggapai botol tersebut.

"Nih!"

"Makasih!" ucap Masayu setelah botol itu berpindah di tangannya. Kemudian memutuskan beranjak setelah keduanya saling berpandangan selama beberapa detik.

"Kamu banyak berubah setelah kita pulang dari rumah sakit itu. Ada apa? Kamu juga banyak diam hari ini!"

Masayu menghentikan langkah mendengar ucapan Bian. Kepalanya lalu menggeleng.

"Ss-saya ... saya cuma capek!" sahutnya tanpa menoleh.

"Saya? Saya?!" Bian membeo sambil berjalan menghampiri Masayu hingga mereka pun berhadapan.

"Saya??!" ulangnya sekali lagi memastikan bahwa telinga tidak salah dengar.

"Ya. Saya!" sahut Masayu tegas lalu melangkah meninggalkan Bian yang termangu sendirian.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terikat Pernikahan Semu dengan Anak Majikan   Ayahmu

    Masayu menatap nanar wajah suaminya yang masih terlelap. Wajah tampan itu tidak lagi pucat. Hanya saja perkataan Nenek Rose masih terus terngiang di telinganya. Ia pun menarik napas dan mulai membatin. Sebenarnya peristiwa kelam apa yang pernah dialami pria ini? Saat pikirannya sedang berkecamuk, mendadak ponselnya berbunyi. Dia menatap layar dan melihat deretan nomor baru yang bergerak-gerak. Tanpa merasa ragu, Masayu pun mengangkatnya. "Halo ....""Ayu ... tolong Ayah, Yu. Ayah sekarang ada di sel." Suara sang Ayah terdengar meratap. Masayu tercengang. Namun, itu hanya sesaat. Sebab dia sendiri sudah memperkirakan hal ini bakal terjadi. Cepat atau lambat, polisi pasti akan menemukan Marwan kembali. "Pasti Bian si*lan itu yang udah mengadu ke polisi!" maki ayahnya. Hati Masayu sontak merasa panas. Dia segera menyingkir dari tempat itu dan berdiri di balkon. Kemudian membantah ucapan ayahnya, "Apa maksud Ayah? Jangan sembarangan menuduh. Bang Bian nggak mungkin seperti itu. Dia

  • Terikat Pernikahan Semu dengan Anak Majikan   Kemarahan Nenek Rose

    Masayu sedang dalam kondisi banjir peluh ketika mobil yang ditumpangi ibu mertuanya memasuki halaman rumah. Dia bergegas meletakkan gagang pel dan berjalan untuk membukakan pintu. Saat ini, tenaganya bahkan telah terkuras habis untuk membuka pintu yang ukurannya bak raksasa tersebut."Masayu??!" Herlina tampak terkejut saat melihat Masayu yang baru saja melebarkan pintu dengan wajah tampak lemah, letih, dan lesu akibat kelelahan."Kamu mengerjakan ini semua?!" tanya Herlina lagi. Masayu mengangguk tak berdaya. "Di mana Nenek?" Herlina melangkah ke dalam. "Nenek lagi di lantai atas, Ma." "Kenapa nggak telepon jasa cleaning service aja? Bisa bengek kamu bersihin rumah ini sendirian, Masayu," tegur Herlina."Nenek melarang, Ma. Katanya ini memang tugas seorang wanita. Nggak apa-apa, Ma, Masayu masih sanggup, kok."Herlina geleng-geleng kepala dan berjalan menuju ke lantai atas. Masayu melanjutkan pekerjaannya. Tidak berapa lama, dari lantai atas terdengar suara perdebatan. Makin l

  • Terikat Pernikahan Semu dengan Anak Majikan   Nenek Bule

    "Astaga, astaga, astaga ...! Anak muda jaman sekarang kalau bercinta memang tidak tau tempat, ya!" Keduanya sama-sama terperanjat. Bian buru-buru membetulkan resleting celananya yang terlanjur sesak. Sementara Masayu dengan gugup merapikan blusnya yang acak-acakan lalu segera turun dari meja.Di hadapannya kini berdiri seorang nenek-nenek berwajah bule sambil membawa tongkat, tetapi nampak berwibawa. Nenek tersebut terlihat menggelengkan kepalanya berulang kali. "Nenek ...!" Bian berseru. Kemudian dia berkata kepada Masayu yang masih harus memasangkan beberapa kancing blusnya, "Masayu, dia nenekku. Ayo, kenalan dulu ...!" Masayu tersenyum gugup, lalu berjalan mendekati sang nenek. "Bian ... ini siapa? Perempuan mana lagi yang kamu permainkan? Memanganya kamu belum puas nakalnya? Bian ... itu nggak baik, kamu jangan seperti itu, ya ...?" Nenek sangat ketus berbicara seraya melirik sekilas ke arah dada Masayu yang belum sepenuhnya tertutup. "Nek ... saya Masayu, istrinya Bang Bian

  • Terikat Pernikahan Semu dengan Anak Majikan   Imbalan

    "Jangan lupa kalau aku sudah menolong ayahmu. Aku juga membuat jalannya menjadi mulus. Jadi, kalau kamu keberatan melakukannya, anggap saja ini sebagai sebuah imbalan atas apa yang sudah kulakukan," ucap Bian dengan suara hampir berbisik, tetapi terdengar tajam di telinga Masayu. Di tengah kesulitannya dalam bergerak, Masayu sontak menelan ludah. "T-tapi, Bang ... Ayu masih menstruasi ...." Masayu tergagap sembari menggigit bibir bawahnya. Matanya bergerak-gerak memerhatikan raut wajah Bian di atasnya. Dan benar saja, wajah yang tadinya bersemangat itu, sebentar saja telah berubah menjadi kecewa. "Kenapa nggak bilang dari tadi?!" tanya Bian dengan nada kecewa. Setelah itu dia bangkit dari tubuh Masayu. Wanita itu hanya diam saja sembari merapikan pakaiannya yang tampak awut-awutan. "Kira-kira kapan selesainya?" Bian bertanya lagi. "Mungkin dua hari lagi," jawab Masayu. Bian lantas beranjak dari ranjang dan akan keluar kamar. Namun, baru dua langkah, tiba-tiba saja dia kembali l

  • Terikat Pernikahan Semu dengan Anak Majikan   Seorang Pencuri dan Penguping

    Sesampainya di halaman rumah, Bian langsung keluar dari mobil dan lagi-lagi menutup pintunya dengan kasar. Masayu yang sabar hanya menghela napas panjang, kemudian turun dengan anggun dari mobil. Namun anehnya, rumah dalam keadaan sepi saat dia masuk. Seolah-olah, kondisi rumah yang sepi memang khusus diciptakan untuk mereka berdua.Masayu lalu pergi ke dapur. Di sana hanya ada Bian yang terlihat sedang minum sembari menatap tajam ke arahnya. Karena takut, Masayu pun membalikkan badannya menuju ke lantai atas. Siapa sangka Bian justru mengejarnya. Masayu yang tersadar seketika itu juga mempercepat langkahnya. Sesaat kemudian, terjadi aksi kejar-kejaran antara keduanya di atas loteng. Masayu berhasil masuk ke kamarnya, tetapi tidak berhasil menutup pintunya lantaran Bian dengan cepat menahannya. Keduanya kini saling mendorong pintu."Abang mau ngapain?" Masayu bertanya dengan panik. Matanya mencari-cari sesuatu agar bisa menahan pintu tersebut. Namun dia tidak mendapatkannya. Ada pun

  • Terikat Pernikahan Semu dengan Anak Majikan   Gagal Unboxing

    Bian dengan telaten merawat luka bakar Masayu. Kulitnya yang putih kini tampak memerah, mungkin sebentar lagi akan melepuh. Bian lalu membalut punggung tangan Masayu menggunakan perban. "Masih sakit?" tanyanya.Masayu mengangguk dan menatap wajah Bian. Berharap pria itu mau mengucapkan sepatah kata maaf untuknya. Namun, yang tejadi malah, "Kali ini aku memaafkanmu. Tapi lain kali tidak. Jangan mengerjaiku seperti itu. Aku nggak suka!" tegas Bian sambil sekilas melirik Masayu. Mendapati Masayu tengah menatapnya begitu lama, mau tak mau Bian pun membalas tatapan teduh itu. "Ada apa??" tanya Bian kemudian.Masayu sontak tergeragap dan spontan bertanya, "Abang nggak minta maaf sama Ayu?""Maaf untuk apa??" Masayu memasang raut wajah kecewa. Rupanya, saking terlenanya menikmati wajah tampan di depannya, dia sampai tidak menyimak perkataan Bian. Pada akhirnya, Masayu menilai Bian adalah pria kaku yang tidak mempunyai rasa empati. Perlakuan Bian kepadanya barusan merupakan hal yang wajar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status