Share

Kedatangan Tamu Spesial

"Cuma apa, hah?!"

"Bian nggak gandeng siapa-siapa. Namanya juga gosip, Ma. Orang media apa saja bisa jadi berita, biar viral. Trus dapat duit," ucap Bian membela diri.

"Gosip itu timbul karena ada sebabnya, Bian. Mungkin karena kamu keseringan deket sama perempuan itu."

"Bian cuma berteman, Ma. Itu pun tidak akrab karena baru kenal. Dia dokter, klien Bian yang ngenalin karena dikiranya Bian belum menikah."

"Tuh, kan. Makanya Mama pingin supaya Masayu itu dikenalin ke publik. Jangan terus-terusan disembunyiin biar semua orang tau kalau kamu itu udah menikah. Apa kamu ada niat buat kawin lagi, Bian?" tuduh mamanya, membuat Bian akhirnya mendengkus kesal.

"Ya, sudah, terserah Mama. Mau besok atau sekarang acaranya Bian ngikut aja," sahut Bian pasrah yang kemudian disambut senyum kepuasan di wajah Herlina.

Sementara Masayu sejak tadi hanya diam sembari menonton perdebatan seru antara ibu dan putranya. Dari situ dia mengetahui bahwa dari dulu Bian memang tidak pernah menginginkan pernikahan ini, anniversari, terlebih dirinya.

Karena sudah hampir larut malam, Masayu yang sudah mengantuk bermaksud ingin pindah ke kamarnya. Namun, sebelum dia meminta izin pada Herlina, salah satu asisten di rumah ini yang usianya masih belia tiba-tiba mengabarkan bahwa ada tamu spesial yang datang berkunjung.

"Siapa?" Bian dan Masayu memasang wajah penuh tanda tanya.

Sementara Herlina tampak senyum-senyum seolah sudah mengetahui siapa tamu agung yang kini berkunjung.

Ketiganya lantas berjalan menuju ruang tamu.

"Taraaa!!!"

Herlina amat gembira menyambut kedatangan kedua anak, menantu, beserta cucu-cucu yang selama ini bermukim di Amerika.

Masayu juga mengenalnya. Mereka adalah Rico dan Helen, anak pertama dan kedua Herlina. Sementara Bian merupakan anak bungsu.

Keluarga kaya nan bahagia itu saling cipika-cipiki sebab sudah lama tidak bertemu.

"Hai, kamu Masayu, kan? Masih ingat saya?" Helen menyapa hangat.

Masayu mengangguk dan tersenyum ramah. "Tentu saja ingat, Kak. Kakak apa kabar?"

Tak butuh waktu lama, keduanya lantas terlibat percakapan ringan. Meskipun awalnya Masayu agak kikuk lantaran merasa minder. Namun, ternyata sikap Helen tidak berubah dan tetap ramah seperti dulu.

Semasa ibunya masih hidup dan bekerja di sini dulu, Masayu sering diberi barang lungsuran dari Helen. Entah itu pakaian, buku tulis, komik, dan juga majalah. Meski bekas, tapi kualitasnya masih cukup bagus. Itulah momen di mana Masayu yang hidupnya miskin tetapi bisa mencicipi barang kepunyaan orang kaya.

"Kamu tau, nggak? Dulu Bang Rico, aku, dan Bian suka sekali dengan masakan ibumu. Apalagi Bian, dia sampai tidak mau makan kalau bukan ibumu yang masak." Helen tertawa mengenang masa lalu.

Masayu lantas tersenyum simpul.

"Sekarang gimana? Dia pasti ketagihan sama masakan kamu, kan? Pasti tidak mau makan kalau bukan Masayu yang masak. Betul?"

"Ah, nggak juga, Kak," sahut Masayu merendah. Kenyataannya, dia belum pernah sama sekali memasak untuk Bian.

Herlina datang menghampiri keduanya.

"Masayu, Mama sengaja mengundang kakak-kakak iparmu datang ke mari untuk meramaikan acara anniversary kalian. Waktu kalian menikah, mereka kan nggak sempat pulang ke Indonesia, jadi sekarang lah gantinya."

"Iya, Ma," sahut Masayu mengangguk. Meski dia sendiri pun sebenarnya sudah paham akan maksud kepulangan saudara iparnya itu.

"Sekaligus sebentar lagi kami juga akan mengadakan peringatan kematian almarhum Papa." Helen menambahkan.

Masayu manggut-manggut karena sebelumnya Bian sudah menyinggung perihal itu.

Malam kian larut dan Masayu sudah berkali-kali menguap. Namun, di rumah besar ini seolah-olah sedang mengadakan pesta hari raya. Alih-alih melepas lelah, kakak iparnya yang baru tiba dari perjalanan jauh malah mengajak barbeque-an di rooftop.

"Masayu bisa memasak, kan? Aku rindu sekali dengan ayam bakar madu buatan ibumu? Kamu tidak keberatan, kan?" Tiba-tiba Helen mengutarakan keinginannya, dengan wajah penuh harap tentunya.

Bian yang mendengarnya spontan tergelak. Namun, segera disikut perutnya oleh Herlina.

"Eh!" Masayu kebingungan. Sudah lama dia tidak menyenggol dunia perdapuran karena segalanya sudah disiapkan oleh asisten di rumah ini. Paling sekadar memasak bekal sederhana untuk anak-anak, itu pun hanya sesekali. Bagaimana sekarang dia tidak bingung?

"Pasti bisa!" Herlina tiba-tiba menyemangati.

Bian dan Rico mendapat tugas menyiapkan bahan-bahan dan membersihkannya. Masayu dan Herlina bagian memasak. Sementara Helen menjaga anak dan keponakannya yang berlari-larian ke sana kemari.

Sengaja tidak memakai jasa para asisten sebab tak ingin mengganggu waktu istirahat mereka. Selain itu, bagi keluarga ini yang kesehariannya dilayani oleh asisten tentu kesannya akan jauh lebih menantang jika dikerjakan sendiri.

"Masayu, coba tolong kamu ambil bumbu panggang yang ada di dalam lemari dapur. Yang botolnya warna biru, ya," pinta Herlina.

Bergegas Masayu pun turun ke dapur.

Dia membuka seluruh lemari dan mencari-cari barang yang dimaksud ibu mertuanya. Setelah membongkar hampir semua isi lemari, rupanya benda tersebut tersimpan di bagian paling atas.

Karena letaknya cukup tinggi, tangan Masayu sampai menggapai-gapai demi bisa mencapai botol itu.

Tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang agak menekan bagian belakang tubuhnya, bertepatan dengan suara familiar yang sedikit berbisik di telinganya, menimbulkan sensasi meremang pada bulu kuduk akibat embusan napas wangi yang meniup lehernya.

"Makanya, jadi orang jangan pendek!"

Masayu lekas membalik badan menatap Bian yang kini ada di depannya. Posisi keduanya sangat dekat sebab tangan Bian sedang menggapai botol tersebut.

"Nih!"

"Makasih!" ucap Masayu setelah botol itu berpindah di tangannya. Kemudian memutuskan beranjak setelah keduanya saling berpandangan selama beberapa detik.

"Kamu banyak berubah setelah kita pulang dari rumah sakit itu. Ada apa? Kamu juga banyak diam hari ini!"

Masayu menghentikan langkah mendengar ucapan Bian. Kepalanya lalu menggeleng.

"Ss-saya ... saya cuma capek!" sahutnya tanpa menoleh.

"Saya? Saya?!" Bian membeo sambil berjalan menghampiri Masayu hingga mereka pun berhadapan.

"Saya??!" ulangnya sekali lagi memastikan bahwa telinga tidak salah dengar.

"Ya. Saya!" sahut Masayu tegas lalu melangkah meninggalkan Bian yang termangu sendirian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status