Share

Gosip di TV

Author: Nay Dinanti
last update Last Updated: 2024-02-28 21:29:46

Di dalam kamar, tepatnya di atas bantal Masayu menumpahkan tangisnya. Terlampau porak-poranda hatinya sampai-sampai saat ibu mertuanya bertanya padanya sepulangnya ia dari rumah sakit tadi hanya mampu dijawabnya dengan anggukan saja.

Tiba-tiba pintu kamarnya didorong dari luar. Ternyata Gita. Seperti biasa bocah kecil itu masuk dengan membawa selembar kertas bergambar di tangannya. Cepat-cepat Masayu mengusap air matanya.

"Bunda ...."

"Iya, Sayang. Sini." Masayu mendudukkan Gita di pangkuannya, lantas melongok pada kertas yang dibawa oleh anak sambungnya itu. "Gita gambar apa?"

"Gambar Papa, Gita, Bang Genta, sama Bunda," sahut Gita menunjukkan hasil gambarnya.

"Wah, bagus sekali gambarnya. Anak pinter."

"Bunda tadi nangis? Bunda lagi sedih, ya?" tanya Gita tiba-tiba. Anak itu memang kritis.

Masayu mengelap lagi sisa air mata di pipinya, kemudian memaksa bibirnya untuk tersenyum.

"Nggak, kok, Sayang. Bunda kelilipan tadi."

"Sini, Gita embusin biar nggak kelilipan lagi." Gita berdiri, kemudian meniup mata Masayu.

"Wah, pinter, Gita. Bunda udah gak kelilipan lagi, loh. Makasih, ya, Bu Dokter, Gita."

Gita tersenyum.

"Gita nanti kalo udah gede mau jadi dokter. Kayak temen Papa," celotehnya dengan mata berbinar.

"Kayak Om Edo?"

"Bukan. Kayak Tante cantik yang ada di tivi sama Papa."

Sepasang alis Masayu mengernyit.

"Tante cantik?"

Gita mengangguk lugu.

"Tadi Gita nonton tivi?" tanya Masayu sekali lagi memastikan anak itu kembali mengangguk. Dan benar saja.

Masayu segera berdiri dari ranjangnya.

"Gita di sini dulu, ya. Nanti Bunda balik lagi. Sebentar aja," pesannya. Gita mengangguk.

Masayu bergegas keluar. Kemudian berjalan ke ruang televisi. Benar saja, pasti ada yang teledor tidak mematikannya setelah tidak ditonton lagi. Masayu mengambil remote, tapi mendadak tangannya mengambang di udara kala menyaksikan acara di televisi yang mana menampilkan Bian bersama dengan seorang wanita. Sepertinya ini yang dimaksud Gita tadi.

Tontonan tidak mendidik! Ia menggerutu dalam hati. Kemudian mematikannya detik itu juga.

Kebetulan saat itu Bi Ijah—asisten rumah tangga melewati ruangan itu.

"Bi, siapa tadi yang menonton tivi?"

"Nggak tau, Bibi, Yu. Memangnya ada apa, Yu?" Bik Ijah memang memanggil Masayu dengan sebutan nama saja tanpa embel-embel Nona seperti yang lainnya. Masayu yang memintanya, biar kesannya lebih akrab karena Bi Ijah sudah dianggap seperti ibunya sendiri.

"Tadi nggak sengaja ditonton sama Gita, Bi, karena nggak dimatikan."

"Oh, tadi Non Gita memang nyariin kamu, Yu. Mungkin dikiranya kamu lagi nonton tivi."

"Ada apa, Masayu?" Tiba-tiba saja Herlina menghampiri mereka. Bi Ijah lantas beranjak ke belakang untuk melanjutkan tugasnya ketika majikannya itu datang.

"Gita tadi nonton tivi, Ma. Nggak sengaja. Nggak tau siapa yang nonton nggak dimatikan."

"Oh, itu tadi Mama. Aduh, maaf, Mama udah teledor. Tapi acara tivinya nggak yang aneh-aneh, kan?"

"Justru itu, Ma. Gosipnya Bang Bian sama perempuan, dokter," bisik Masayu.

"Apa?" Mata Herlina membeliak. "Jadi Gita liat itu tadi?"

Masayu mengangguk.

"Tidak bisa dibiarkan!" geram Herlina seraya mengepalkan tangannya.

"Masayu, nanti malam setelah makan malam Mama mau bicara serius dengan kamu dan juga Bian!"

***

Malam hari.

"Mama sengaja mengumpulkan kalian berdua di sini, karena Mama mau bicara serius. Terutama sama kamu, Bian!"

Bian yang tadinya menyandar santai, seketika memosisikan duduknya menjadi lebih serius. Di sebelahnya, masih berada di sofa yang sama, tapi berjarak sekian meter, duduk Masayu dengan anggunnya, bersiap menyimak apa yang akan disampaikan oleh ibu mertuanya.

"Kamu masih ingat apa yang Mama katakan di meja makan pagi tadi, Bian?" Herlina memulai topik pembicaraan.

"Bian nggak ingat secara rinci. Tapi kalau garis besarnya saja Bian ingat."

Herlina manggut-manggut.

"Apa yang Mama katakan tadi pagi itu serius. Mama ingin merayakan anniversari pernikahan kalian. Sudah setahun, kan, Masayu?" Herlina melemparkan pertanyaan kepada menantunya.

"I-iya, Ma. Sudah ... setahun."

Sepertinya. Karena Masayu memang tak pernah menghitungnya. Tidak terasa, ternyata ia sanggup juga bertahan dalam sebuah hubungan pernikahan yang tidak jelas arahnya ke mana dalam waktu cukup lama.

Tidak pernah diberi nafkah batin, tidak menampilkan hubungan layaknya suami istri yang harmonis, tidak pernah mengobrol apalagi bersenda gurau. Tidak pernah disayang, tidak pernah menunjukkan wajah ramah terhadap istrinya. Disambangi setiap dua bulan sekali karena sang suami lebih memilih sibuk dengan bisnisnya di luar kota. Dan banyak lagi.

Untuk yang terakhir memang sangat konyol sekali. Ironinya, Masayu dan Bian hanya bertemu enam kali selama menikah hampir satu tahun.

Jeli sekali Masayu mendata segala dosa-dosa suaminya. Kelak rencananya dia akan menuangkannya di pengadilan agama karena sudah tidak tahan lagi. Namun, mertuanya malah berencana mengadakan anniversari untuk mereka.

"Besok."

"Apa, Ma? Besok?!" Bian tampak tercengang.

"Iya, besok malam Mama mau mengadakan acaranya."

"Bukannya anniversarinya tanggal sebelas pekan depan, ya, Ma? Kok jadinya besok malam?" protes Bian.

"Ingatan kamu kuat juga, ya, Bian. Mama kira yang ada di otak kamu cuma kerja, kerja, dan kerja. Mama nggak nyangka kalau kamu ingat dengan hari pernikahanmu. Mendiang papamu saja nggak ingat dengan hari ulang tahun Mama."

Bian berusaha menutupi salah tingkahnya. Sementara di sebelahnya, hati Masayu tersenyum penuh kemenangan.

"Maksudnya, Bian memang selalu ingat hari di mana Bian merasa sangat tertekan, Ma. Jadi bukan seperti yang Mama pikirkan."

"Ah, sudah, sudah. Pokoknya acaranya besok malam, titik!" Herlina menegaskan.

"Hari peringatan kematian Papa sebentar lagi, Ma. Bukannya lebih baik kalau kita lebih dulu mengadakannya? Ketimbang urusan Bian bisa menyusul kapan-kapan. Lagi pula besok memang bukan tanggal pernikahan Bian," usul sang putra, demi bisa mengulur acara yang tidak diminatinya sama sekali.

"Kamu ini, Bian, banyak sekali alasanmu. Biasanya kamu nggak peduli dengan acara hari kematian papamu? Kenapa sekarang jadi antusias sekali?"

"Bukan gitu, Ma. Akan lebih baik kalau kita lebih mendahulukan orang yang kita hormati di rumah ini semasa hidupnya. Kalau besok, bukannya itu mendadak sekali, Ma. Belum lagi Bian mengundang teman, klien, teman bisnis. Repot, Ma!" keluhnya.

"Kamu nggak perlu khawatir, semua udah Mama atur. Pokoknya besok malam, kalian berdua tinggal menikmati acaranya."

"Tapi, Ma—"

"Bian! Tutup mulutmu dan jangan banyak alasan! Kamu kira hati Mama tenang lihat acara gosip kamu di tv dengan wanita lain? Tadi siang Gita nggak sengaja menonton kamu dengan perempuan itu di tv. Nggak malu kamu ditonton anak sendiri?"

Bian tercengang. Gita melihat gosip dirinya bersama wanita lain? Ditatapnya Masayu, gadis itu malah melempar pandang ke arah lain.

"Perempuan mana lagi yang kamu gandeng, Bian?!" tanya Herlina dengan pandangan mendakwa. Menyebabkan Bian jadi serba salah.

"I-itu cuma—"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terikat Pernikahan Semu dengan Anak Majikan   Ayahmu

    Masayu menatap nanar wajah suaminya yang masih terlelap. Wajah tampan itu tidak lagi pucat. Hanya saja perkataan Nenek Rose masih terus terngiang di telinganya. Ia pun menarik napas dan mulai membatin. Sebenarnya peristiwa kelam apa yang pernah dialami pria ini? Saat pikirannya sedang berkecamuk, mendadak ponselnya berbunyi. Dia menatap layar dan melihat deretan nomor baru yang bergerak-gerak. Tanpa merasa ragu, Masayu pun mengangkatnya. "Halo ....""Ayu ... tolong Ayah, Yu. Ayah sekarang ada di sel." Suara sang Ayah terdengar meratap. Masayu tercengang. Namun, itu hanya sesaat. Sebab dia sendiri sudah memperkirakan hal ini bakal terjadi. Cepat atau lambat, polisi pasti akan menemukan Marwan kembali. "Pasti Bian si*lan itu yang udah mengadu ke polisi!" maki ayahnya. Hati Masayu sontak merasa panas. Dia segera menyingkir dari tempat itu dan berdiri di balkon. Kemudian membantah ucapan ayahnya, "Apa maksud Ayah? Jangan sembarangan menuduh. Bang Bian nggak mungkin seperti itu. Dia

  • Terikat Pernikahan Semu dengan Anak Majikan   Kemarahan Nenek Rose

    Masayu sedang dalam kondisi banjir peluh ketika mobil yang ditumpangi ibu mertuanya memasuki halaman rumah. Dia bergegas meletakkan gagang pel dan berjalan untuk membukakan pintu. Saat ini, tenaganya bahkan telah terkuras habis untuk membuka pintu yang ukurannya bak raksasa tersebut."Masayu??!" Herlina tampak terkejut saat melihat Masayu yang baru saja melebarkan pintu dengan wajah tampak lemah, letih, dan lesu akibat kelelahan."Kamu mengerjakan ini semua?!" tanya Herlina lagi. Masayu mengangguk tak berdaya. "Di mana Nenek?" Herlina melangkah ke dalam. "Nenek lagi di lantai atas, Ma." "Kenapa nggak telepon jasa cleaning service aja? Bisa bengek kamu bersihin rumah ini sendirian, Masayu," tegur Herlina."Nenek melarang, Ma. Katanya ini memang tugas seorang wanita. Nggak apa-apa, Ma, Masayu masih sanggup, kok."Herlina geleng-geleng kepala dan berjalan menuju ke lantai atas. Masayu melanjutkan pekerjaannya. Tidak berapa lama, dari lantai atas terdengar suara perdebatan. Makin l

  • Terikat Pernikahan Semu dengan Anak Majikan   Nenek Bule

    "Astaga, astaga, astaga ...! Anak muda jaman sekarang kalau bercinta memang tidak tau tempat, ya!" Keduanya sama-sama terperanjat. Bian buru-buru membetulkan resleting celananya yang terlanjur sesak. Sementara Masayu dengan gugup merapikan blusnya yang acak-acakan lalu segera turun dari meja.Di hadapannya kini berdiri seorang nenek-nenek berwajah bule sambil membawa tongkat, tetapi nampak berwibawa. Nenek tersebut terlihat menggelengkan kepalanya berulang kali. "Nenek ...!" Bian berseru. Kemudian dia berkata kepada Masayu yang masih harus memasangkan beberapa kancing blusnya, "Masayu, dia nenekku. Ayo, kenalan dulu ...!" Masayu tersenyum gugup, lalu berjalan mendekati sang nenek. "Bian ... ini siapa? Perempuan mana lagi yang kamu permainkan? Memanganya kamu belum puas nakalnya? Bian ... itu nggak baik, kamu jangan seperti itu, ya ...?" Nenek sangat ketus berbicara seraya melirik sekilas ke arah dada Masayu yang belum sepenuhnya tertutup. "Nek ... saya Masayu, istrinya Bang Bian

  • Terikat Pernikahan Semu dengan Anak Majikan   Imbalan

    "Jangan lupa kalau aku sudah menolong ayahmu. Aku juga membuat jalannya menjadi mulus. Jadi, kalau kamu keberatan melakukannya, anggap saja ini sebagai sebuah imbalan atas apa yang sudah kulakukan," ucap Bian dengan suara hampir berbisik, tetapi terdengar tajam di telinga Masayu. Di tengah kesulitannya dalam bergerak, Masayu sontak menelan ludah. "T-tapi, Bang ... Ayu masih menstruasi ...." Masayu tergagap sembari menggigit bibir bawahnya. Matanya bergerak-gerak memerhatikan raut wajah Bian di atasnya. Dan benar saja, wajah yang tadinya bersemangat itu, sebentar saja telah berubah menjadi kecewa. "Kenapa nggak bilang dari tadi?!" tanya Bian dengan nada kecewa. Setelah itu dia bangkit dari tubuh Masayu. Wanita itu hanya diam saja sembari merapikan pakaiannya yang tampak awut-awutan. "Kira-kira kapan selesainya?" Bian bertanya lagi. "Mungkin dua hari lagi," jawab Masayu. Bian lantas beranjak dari ranjang dan akan keluar kamar. Namun, baru dua langkah, tiba-tiba saja dia kembali l

  • Terikat Pernikahan Semu dengan Anak Majikan   Seorang Pencuri dan Penguping

    Sesampainya di halaman rumah, Bian langsung keluar dari mobil dan lagi-lagi menutup pintunya dengan kasar. Masayu yang sabar hanya menghela napas panjang, kemudian turun dengan anggun dari mobil. Namun anehnya, rumah dalam keadaan sepi saat dia masuk. Seolah-olah, kondisi rumah yang sepi memang khusus diciptakan untuk mereka berdua.Masayu lalu pergi ke dapur. Di sana hanya ada Bian yang terlihat sedang minum sembari menatap tajam ke arahnya. Karena takut, Masayu pun membalikkan badannya menuju ke lantai atas. Siapa sangka Bian justru mengejarnya. Masayu yang tersadar seketika itu juga mempercepat langkahnya. Sesaat kemudian, terjadi aksi kejar-kejaran antara keduanya di atas loteng. Masayu berhasil masuk ke kamarnya, tetapi tidak berhasil menutup pintunya lantaran Bian dengan cepat menahannya. Keduanya kini saling mendorong pintu."Abang mau ngapain?" Masayu bertanya dengan panik. Matanya mencari-cari sesuatu agar bisa menahan pintu tersebut. Namun dia tidak mendapatkannya. Ada pun

  • Terikat Pernikahan Semu dengan Anak Majikan   Gagal Unboxing

    Bian dengan telaten merawat luka bakar Masayu. Kulitnya yang putih kini tampak memerah, mungkin sebentar lagi akan melepuh. Bian lalu membalut punggung tangan Masayu menggunakan perban. "Masih sakit?" tanyanya.Masayu mengangguk dan menatap wajah Bian. Berharap pria itu mau mengucapkan sepatah kata maaf untuknya. Namun, yang tejadi malah, "Kali ini aku memaafkanmu. Tapi lain kali tidak. Jangan mengerjaiku seperti itu. Aku nggak suka!" tegas Bian sambil sekilas melirik Masayu. Mendapati Masayu tengah menatapnya begitu lama, mau tak mau Bian pun membalas tatapan teduh itu. "Ada apa??" tanya Bian kemudian.Masayu sontak tergeragap dan spontan bertanya, "Abang nggak minta maaf sama Ayu?""Maaf untuk apa??" Masayu memasang raut wajah kecewa. Rupanya, saking terlenanya menikmati wajah tampan di depannya, dia sampai tidak menyimak perkataan Bian. Pada akhirnya, Masayu menilai Bian adalah pria kaku yang tidak mempunyai rasa empati. Perlakuan Bian kepadanya barusan merupakan hal yang wajar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status