Masayu Ulandira, seorang gadis yang hidupnya sebatang kara semenjak kematian sang ibu di tangan ayahnya sendiri. Terlunta-lunta hidup seorang diri, ditambah pengkhianatan sang kekasih membuat hidupnya jatuh kian terpuruk. Hingga kemudian dirinya dijodohkan oleh seorang lelaki konglomerat, putra dari majikan ibunya dulu. Menjalani hidup sebagai seorang istri yang tidak pernah diinginkan betul-betul menyiksa dirinya. Semua yang dilakukannya hanyalah kepalsuan. Akan tetapi, misteri terbuka satu per satu semenjak Masayu menjadi bagian dari keluarga ini. Tentang kebencian sang suami terhadap dirinya, dan tentang kematian ibunya yang ia kira tewas di tangan ayahnya.
Lihat lebih banyak“A-abang!”
Masayu hampir jatuh kalau saja sepasang tangan kokoh tidak cepat meraih pinggang rampingnya. Hanya perlu beberapa detik bagi mereka saling menatap secara intens dengan posisi yang begitu intim ini.Glek!Terdengar suara saliva yang ditelan berasal dari si pria. Masayu tersadar, pakaian ‘dinas’ yang ia persiapkan untuk menyambut kepulangan sang suami membuat posisi mereka semakin intim.Ia pun buru-buru melepaskan diri dengan sangat gugup.“M-maaf, Bang.”Gadis itu berdiri salah tingkah. Kemudian menunduk. Tangannya yang gemetar lalu mengusap pipinya yang kini bagaikan tomat.Demi kenyamanannya, Masayu berniat meninggalkan tempat itu. Namun, sebuah lengan kokoh yang terjulur di ambang pintu lagi-lagi menghadang langkahnya."Mau ke mana?" Seperti biasa, suaranya terdengar begitu dingin dan datar, meski sebagai istri, Masayu selalu menawarkan kehangatan padanya."Mau ... mau ke kamar Ayu, Bang," sahutnya gagap.Gadis itu berani bersumpah, sejak dulu dirinya selalu takut menatap wajah pria itu meski ia tampan dan karismatik. Sikap dingin yang selalu ditampakkan padanya menjadi salah satu alasannya. Namun, entah mengapa Masayu malah berjodoh dengannya.Tangan pria itu lalu menunjuk ke pojok kamar."Terus kopernya kamu biarkan begitu saja di sana?""Ah, iya. Ayu lupa, Bang. Maaf."Pria itu kemudian masuk ke kamar mandi saat Masayu sedang berjibaku dengan kopernya.Wangi parfum masih cukup kuat menempel meskipun semuanya merupakan baju bekas pakai.Sepasang tangannya bergerak melambat ketika pandangannya menangkap sesuatu yang terselip pada tumpukan baju kotor. Sesuatu itu kini menarik perhatiannya.‘Apa itu?’Perlahan, ia pun meraihnya. Tangannya sontak gemetaran saat lingerie seksi berwarna merah menyala itu telah berada dalam genggamannya. Masayu mengendusnya, harum. Tapi ini bukanlah aroma dari parfum milik suaminya.Terdengar pintu kamar mandi dibuka. Cepat-cepat ditaruhnya kembali lingerie itu ke dalam koper, kemudian menutupnya. Sementara pakaian kotornya ia masukkan ke dalam keranjang.Gadis itu lalu berjalan ke lemari dan mengambilkan pakaian tidur untuk suaminya. Hatinya masih diliputi rasa penasaran akan penemuannya tadi, hingga membuatnya merasa tidak tenang.Namun sialnya, listrik tiba-tiba padam. Refleks, Masayu pun terpekik."Aaahh!!!"Keadaan kamar yang gelap gulita, seketika membuatnya ketakutan.Ia memang memiliki phobia jika berada dalam ruangan yang gelap. Napasnya tiba-tiba menjadi sesak, disusul dengan keringat dingin yang keluar sebesar-besar biji jagung. Masayu merasa hampir mati."Shit!" Lelaki itu mengumpat. Terlebih ketika mendengar gadis itu mulai terisak.Mendengar Bian mengumpat, kini ia justru lebih takut dengan lelaki itu. Sepasang kakinya gemetar, terpaku sembari memegangi piyama milik suaminya.“Kenapa lama sekali?” Terdengar pria itu sedikit kesal. "Apa tadi nggak ada pemberitahuan terlebih dulu kalau listrik akan padam?" Bian bertanya pada gadis itu.Masayu menggeleng. "A-ayu nggak tau, Bang.""Kenapa bisa nggak tau? Lalu kamu ngapain aja di rumah?!" bentaknya hingga membuat istrinya itu kaget.Tak ayal, tangisnya pun makin pecah karenanya.Lelaki itu kembali mendengus. Kemudian ia berjalan menghampiri Masayu."Mana bajunya??" tanyanya sambil mengulurkan tangan."I-ini, Bang." Masayu menyerahkan piyamanya dengan sesenggukan.Karena kondisi sangat gelap, secara tak sengaja tangan Bian malah menyentuh sepasang gundukan kenyal di depannya.Sesaat, keduanya sama-sama seperti tersengat aliran listrik. Sama-sama terkejut dan melotot, meski insiden tadi hanya sesaat, lantaran Bian langsung menarik kembali tangannya pun Masayu yang mundur dengan refleksnya.Tepat pada saat itu lampu tiba-tiba menyala. Suasana yang tadinya gelap gulita seketika berubah terang benderang.Keduanya nampak mematung, salah tingkah.Masayu yang lebih dulu sadar kecanggungan di antara keduanya pun memutuskan untuk cepat-cepat pergi dari ruangan itu.Tetapi, langkahnya mendadak terhenti ketika tubuhnya direngkuh dari belakang.Seketika Masayu membeku dengan mata terbelalak. Degup jantungnya makin tak karuan bunyinya."B-Bang ....""Sebentar saja. Siapa suruh kau berpakaian seperti ini, hm? Sengaja ingin memancingku rupanya." Dengan nakal Bian mengendus leher putih gadis itu, membuat Masayu merasa kegelian dan makin salah tingkah.Malam, ini … Masayu memang berdandan ekstra. Mengikuti perkataan mertuanya, ia memulas wajah dengan make up tipis, juga memakai pakaian tidur dengan tali spaghetti yang seksi.Namun, ia tidak menyangka … suaminya yang biasanya dingin itu justru tertarik dan menyadari perubahannya."Bang ... to-tolong hentikan ... ah ...!" Akhirnya lolos juga desahan yang sejak tadi ditahannya.Larangan gadis itu sama sekali tak diindahkannya. Bian justru semakin liar mencumbu tengkuknya. Sementara kedua tangannya pun tak mau tinggal diam.Di sela-sela desahannya, Masayu tak henti memohon agar pria itu mau menyudahi kenakalannya."Bang ... to-long hen-ti-kan. Ay-Ayu b-belum sssiiaap ...!"Tiba-tiba saja Bian membalikkan tubuhnya, membuat Masayu kian terbelalak. Belum lagi habis rasa terkejutnya, pria itu lalu melumat bibirnya kuat-kuat.Ciuman itu lalu turun ke leher, kemudian dadanya. Masayu kian menggelinjang. Tindakan Bian semakin nekat dengan membawa tubuh Masayu yang hampir tak berdaya itu ke atas meja.Kondisi pakaiannya yang sudah awut-awutan membuat pria itu makin liar mencumbunya.Di tengah birahinya yang memuncak, Masayu kembali memohon agar pria itu mau menyudahinya."Bang ... Ayu benar-benar belum siappp ....!"Lagi, Bian seolah tuli dan justru kembali mengunci bibirnya dengan ciuman yang mematikan. Kali ini lebih dahsyat dengan durasi lebih lama.Gadis itu benar-benar kelabakan. Ia merasa nyaris mati karena kehabisan napas.Masayu terbangun dengan napas tersengal-sengal. Ia memegangi dadanya. Hanya perlu waktu beberapa detik agar nyawanya terkumpul semua."Cuma mimpi?"desisnya dengan dahi berkerut. Rasa heran menguasai hati sebab mimpi itu serasa sangat nyata. Jemarinya meraba bibir. Bahkan bekas ciuman itu masih bisa dirasakannya.Bergegas ia menurunkan selimut dan memeriksa pakaiannya. Ia lalu bernapas lega karena semuanya masih lengkap.‘Ah, ternyata memang cuma mimpi,’ pikirnya.Baru saja merasa lega, ia kembali dikejutkan oleh kedatangan Bian yang tiba-tiba saja keluar dari kamar mandinya.Sambil menggosok rambut basahnya, pria itu hanya menatapnya sekilas. Lalu dengan cueknya ia membuka handuk yang melilit di pinggangnya.Hal itu sontak membuat Masayu memalingkan mukanya dari pemandangan nakal tersebut. Jantungnya berdegup tak menentu.'Ngapain, sih, Bang Bian mandi di kamar mandiku?'Masayu menatap nanar wajah suaminya yang masih terlelap. Wajah tampan itu tidak lagi pucat. Hanya saja perkataan Nenek Rose masih terus terngiang di telinganya. Ia pun menarik napas dan mulai membatin. Sebenarnya peristiwa kelam apa yang pernah dialami pria ini? Saat pikirannya sedang berkecamuk, mendadak ponselnya berbunyi. Dia menatap layar dan melihat deretan nomor baru yang bergerak-gerak. Tanpa merasa ragu, Masayu pun mengangkatnya. "Halo ....""Ayu ... tolong Ayah, Yu. Ayah sekarang ada di sel." Suara sang Ayah terdengar meratap. Masayu tercengang. Namun, itu hanya sesaat. Sebab dia sendiri sudah memperkirakan hal ini bakal terjadi. Cepat atau lambat, polisi pasti akan menemukan Marwan kembali. "Pasti Bian si*lan itu yang udah mengadu ke polisi!" maki ayahnya. Hati Masayu sontak merasa panas. Dia segera menyingkir dari tempat itu dan berdiri di balkon. Kemudian membantah ucapan ayahnya, "Apa maksud Ayah? Jangan sembarangan menuduh. Bang Bian nggak mungkin seperti itu. Dia
Masayu sedang dalam kondisi banjir peluh ketika mobil yang ditumpangi ibu mertuanya memasuki halaman rumah. Dia bergegas meletakkan gagang pel dan berjalan untuk membukakan pintu. Saat ini, tenaganya bahkan telah terkuras habis untuk membuka pintu yang ukurannya bak raksasa tersebut."Masayu??!" Herlina tampak terkejut saat melihat Masayu yang baru saja melebarkan pintu dengan wajah tampak lemah, letih, dan lesu akibat kelelahan."Kamu mengerjakan ini semua?!" tanya Herlina lagi. Masayu mengangguk tak berdaya. "Di mana Nenek?" Herlina melangkah ke dalam. "Nenek lagi di lantai atas, Ma." "Kenapa nggak telepon jasa cleaning service aja? Bisa bengek kamu bersihin rumah ini sendirian, Masayu," tegur Herlina."Nenek melarang, Ma. Katanya ini memang tugas seorang wanita. Nggak apa-apa, Ma, Masayu masih sanggup, kok."Herlina geleng-geleng kepala dan berjalan menuju ke lantai atas. Masayu melanjutkan pekerjaannya. Tidak berapa lama, dari lantai atas terdengar suara perdebatan. Makin l
"Astaga, astaga, astaga ...! Anak muda jaman sekarang kalau bercinta memang tidak tau tempat, ya!" Keduanya sama-sama terperanjat. Bian buru-buru membetulkan resleting celananya yang terlanjur sesak. Sementara Masayu dengan gugup merapikan blusnya yang acak-acakan lalu segera turun dari meja.Di hadapannya kini berdiri seorang nenek-nenek berwajah bule sambil membawa tongkat, tetapi nampak berwibawa. Nenek tersebut terlihat menggelengkan kepalanya berulang kali. "Nenek ...!" Bian berseru. Kemudian dia berkata kepada Masayu yang masih harus memasangkan beberapa kancing blusnya, "Masayu, dia nenekku. Ayo, kenalan dulu ...!" Masayu tersenyum gugup, lalu berjalan mendekati sang nenek. "Bian ... ini siapa? Perempuan mana lagi yang kamu permainkan? Memanganya kamu belum puas nakalnya? Bian ... itu nggak baik, kamu jangan seperti itu, ya ...?" Nenek sangat ketus berbicara seraya melirik sekilas ke arah dada Masayu yang belum sepenuhnya tertutup. "Nek ... saya Masayu, istrinya Bang Bian
"Jangan lupa kalau aku sudah menolong ayahmu. Aku juga membuat jalannya menjadi mulus. Jadi, kalau kamu keberatan melakukannya, anggap saja ini sebagai sebuah imbalan atas apa yang sudah kulakukan," ucap Bian dengan suara hampir berbisik, tetapi terdengar tajam di telinga Masayu. Di tengah kesulitannya dalam bergerak, Masayu sontak menelan ludah. "T-tapi, Bang ... Ayu masih menstruasi ...." Masayu tergagap sembari menggigit bibir bawahnya. Matanya bergerak-gerak memerhatikan raut wajah Bian di atasnya. Dan benar saja, wajah yang tadinya bersemangat itu, sebentar saja telah berubah menjadi kecewa. "Kenapa nggak bilang dari tadi?!" tanya Bian dengan nada kecewa. Setelah itu dia bangkit dari tubuh Masayu. Wanita itu hanya diam saja sembari merapikan pakaiannya yang tampak awut-awutan. "Kira-kira kapan selesainya?" Bian bertanya lagi. "Mungkin dua hari lagi," jawab Masayu. Bian lantas beranjak dari ranjang dan akan keluar kamar. Namun, baru dua langkah, tiba-tiba saja dia kembali l
Sesampainya di halaman rumah, Bian langsung keluar dari mobil dan lagi-lagi menutup pintunya dengan kasar. Masayu yang sabar hanya menghela napas panjang, kemudian turun dengan anggun dari mobil. Namun anehnya, rumah dalam keadaan sepi saat dia masuk. Seolah-olah, kondisi rumah yang sepi memang khusus diciptakan untuk mereka berdua.Masayu lalu pergi ke dapur. Di sana hanya ada Bian yang terlihat sedang minum sembari menatap tajam ke arahnya. Karena takut, Masayu pun membalikkan badannya menuju ke lantai atas. Siapa sangka Bian justru mengejarnya. Masayu yang tersadar seketika itu juga mempercepat langkahnya. Sesaat kemudian, terjadi aksi kejar-kejaran antara keduanya di atas loteng. Masayu berhasil masuk ke kamarnya, tetapi tidak berhasil menutup pintunya lantaran Bian dengan cepat menahannya. Keduanya kini saling mendorong pintu."Abang mau ngapain?" Masayu bertanya dengan panik. Matanya mencari-cari sesuatu agar bisa menahan pintu tersebut. Namun dia tidak mendapatkannya. Ada pun
Bian dengan telaten merawat luka bakar Masayu. Kulitnya yang putih kini tampak memerah, mungkin sebentar lagi akan melepuh. Bian lalu membalut punggung tangan Masayu menggunakan perban. "Masih sakit?" tanyanya.Masayu mengangguk dan menatap wajah Bian. Berharap pria itu mau mengucapkan sepatah kata maaf untuknya. Namun, yang tejadi malah, "Kali ini aku memaafkanmu. Tapi lain kali tidak. Jangan mengerjaiku seperti itu. Aku nggak suka!" tegas Bian sambil sekilas melirik Masayu. Mendapati Masayu tengah menatapnya begitu lama, mau tak mau Bian pun membalas tatapan teduh itu. "Ada apa??" tanya Bian kemudian.Masayu sontak tergeragap dan spontan bertanya, "Abang nggak minta maaf sama Ayu?""Maaf untuk apa??" Masayu memasang raut wajah kecewa. Rupanya, saking terlenanya menikmati wajah tampan di depannya, dia sampai tidak menyimak perkataan Bian. Pada akhirnya, Masayu menilai Bian adalah pria kaku yang tidak mempunyai rasa empati. Perlakuan Bian kepadanya barusan merupakan hal yang wajar
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen