Share

Lelaki Penuntas Hasrat

"Ayu nggak bisa dansa. Abang sama yang lain aja," tolaknya.

Dahi Bian sontak berkerut. "Apa? Dansa dengan yang lain? Apa maksudmu bicara begitu?"

"Eng ... Maksudnya Ayu nggak bisa—"

Lagi-lagi Ayu tak dapat berbuat banyak ketika tanpa aba-aba Bian langsung menarik tangannya menuju lantai dansa.

Dengan sigap Bian mengatur posisi. Satu jemari Masayu berada dalam genggamannya, sementara jemari yang lain diletakkan di atas dada. Hanya dengan satu sentakan di pinggang rampingnya, Bian berhasil membuat tubuh istrinya itu menempel ke tubuhnya.

Meski awalnya sulit, Masayu akhirnya bisa mengikuti gerakan Bian. Keduanya bergerak senada di bawah iringan musik yang mengalun pelan.

Keduanya saling menatap dalam suasana temaram.

'Kamu memang hebat, Bian!' bisik hati Masayu.

Pria itu lantas tertawa kecil. Seolah dapat membaca pikiran istrinya dia lalu berucap, "Apa yang kamu pikirkan, Masayu?"

Masayu membalas dengan senyuman samar. "Yang jelas tidak seperti yang Anda pikirkan!"

Wow! Entah keberanian dari mana dia dapat berkata seperti itu. Bian pun sontak terkejut. Namun, sedetik kemudian pria itu terbahak.

Keduanya masih terus berdansa. Bian lalu mendekatkan wajahnya. Namun, dengan cepat Masayu menghindar, mencoba menghalau aroma alkohol yang tercium dari mulut pria itu.

"Untuk apa? Apa ini bagian dari 'alur' juga?" sindir Masayu.

Bian sengaja tidak menjawab. Dirinya merasa kecewa karena gadis itu sudah menolaknya. Namun hanya sebentar. Seakan semesta pun mendukungnya, lampu tiba-tiba padam, dan Bian tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Disambarnya bibir Masayu kemudian melumatnya dengan lembut.

Bian mengunci ke belakang kedua tangan Masayu yang sibuk meronta. Sedang tangan yang satu ia gunakan untuk menahan kepala gadis itu. Bian tak ingin disebut jahat, tapi tindakannya seolah-olah hendak memerkosa.

Hingga kemudian dia teringat jika istrinya memiliki phobia dalam kegelapan. Bian segera melepaskan pagutannya, bersamaan dengan lampu yang kembali menyala.

Ia lalu memasukkan tubuh yang lemah itu ke dalam pelukannya, membiarkan tangisnya pecah untuk waktu yang lama.

Bian mempererat pelukannya, mengusap lembut rambut hitam yang tergerai sampai ke punggung. Saat tangis gadis itu mulai reda, Bian lantas menenggelamkan wajahnya pada bahu putih yang terbuka, serta menghirup aroma wangi menenangkan dari tubuh istrinya.

Masayu merasa geli, terlebih ketika Bian menggeser wajah hingga menyentuh lehernya. Ia sontak memejamkan mata dan menggigit bibir, menahan agar jangan sampai terlena.

"Ayu ngantuk, Bang," bisiknya dengan suara parau.

Serta-merta Bian melepaskan pelukannya. Mengusap lembut wajah istrinya dengan kedua tangannya.

"Tidurlah lebih dulu. Biar Erik yang mengantarmu ke kamar," ujarnya sembari memainkan anak rambut yang berbaris rapi di dahi Masayu.

Gadis itu mengangguk.

Jika biasanya Bian memperlakukannya layaknya jalan tol, maka malam ini Bian berhasil membuat hatinya bak roller coaster, terkadang berdesir, sesaat kemudian ia merasakan nyeri, dan sekarang berubah jadi kembang-kempis.

Masih ada beberapa pasangan yang berdansa, Bian lantas menuntun Masayu ke tepi. Dari tempatnya berdiri, Bian lalu memberi kode pada ajudan yang terus mengawasinya dari jauh.

Erik bergegas menemui bosnya.

Bian tampak berbisik di telinga Erik, ajudannya itu lalu menganggukkan kepala.

"Setelah itu tolong antarkan Masayu ke kamarnya," titahnya.

"Baik, Tuan!"

Bian menoleh pada Masayu yang terus memijit pelipisnya.

"Tunggu sebentar. Erik sedang mengambilkan obatnya."

Masayu hanya mengangguk.

Tak lama kemudian, Erik kembali dengan membawa pesanan Bian.

Bian lantas meminumkan beberapa pil ke dalam mulut Masayu hingga gadis itu menelannya.

"Nanti aku menyusul. Kamu duluan saja," ujarnya pada Masayu. "Rik, tolong antarkan, ya!" Sekali lagi dia berpesan pada ajudannya.

"Silakan ikuti saya, Nona!"

Masayu lalu berjalan di belakang Erik. Menyusuri lorong panjang berisi kamar-kamar. Hingga akhirnya langkah mereka berhenti pada satu kamar yang letaknya paling ujung.

"Silakan masuk, Nona!" Erik mempersilakan setelah membuka sedikit pintunya.

"Terima kasih, Erik! Oh, iya. Kira-kira jam berapa suami saya menyusul ke mari?" tanyanya sebelum ajudan suaminya itu pergi.

"Kalau itu saya kurang tau, Nona!"

Masayu manggut-manggut. Sekilas tubuhnya merasakan sesuatu yang tidak nyaman. Namun, ia segera menepisnya. Saat Erik pergi, Masayu pun masuk ke dalam kamar, tak sabar ingin segera membaringkan tubuhnya yang sudah lelah.

Akan tetapi, matanya tiba-tiba menangkap sesuatu yang terdapat di atas ranjang. Bergegas ia ke sana ingin melihat lebih jelas.

Masayu segera meraih lingerie berwarna merah yang kini tengah tergeletak. Seketika ia teringat sesuatu.

"Ini, kan, lingerie yang ada di kopernya Bang Bian waktu itu," gumamnya. Namun, sedetik kemudian ia berubah jadi tersipu.

"Astaga! Jadi, lingerie ini buat aku? Bang Bian udah menyiapkan semuanya untukku? Ya ampun, aku sampai berpikir yang nggak-nggak waktu itu. Ah, Bang Bian ternyata romantis juga orangnya." Masayu kembali bergumam sembari senyum-senyum sendiri.

Tak perlu menunggu lama, Masayu bergegas melepas gaunnya dan menggantinya dengan lingerie tersebut.

Bibirnya lagi-lagi tersenyum ketika melihat ke meja rias di mana sederet peralatan make'up sudah tersedia di sana. Sungguh di luar prediksi Masayu. Bian ternyata sudah menyiapkannya dengan sangat matang.

Masayu sengaja tidak menghapus make'up di wajahnya, melainkan ia memperbaiki seperlunya. Rambutnya yang tergerai ia gulung ke atas, sengaja memamerkan leher putih jenjangnya yang dihiasi anak-anak rambut. Tak lupa ia menyemprotkan parfum ke tubuhnya.

Masayu memutuskan berbaring saat perasaan tidak nyaman itu kembali datang. Tubuhnya mendadak panas. Ia lalu mengambil remot AC dan menaikkan suhunya.

Hanya sebentar suhu dari pendingin ruangan itu mampu meredakan hawa panas di tubuhnya. Tak berapa lama Masayu kembali merasa kegerahan, padahal ia kini hampir tidak mengenakan baju.

Suaminya yang ditunggu-tunggu belum juga datang. Saat ini Masayu merasa sangat gelisah sekali. Lebih-lebih ia merasakan kedutan di area kewanitaannya.

Ia kemudian teringat pernah merasakan hal yang sama seperti ini juga, tapi itu dulu ketika dirinya masih jadi pengantin baru. Hingga ia dikunci oleh suaminya di dalam kamar mandi. Entah kenapa bisa terulang lagi sekarang. Masayu sungguh tidak paham. Dan berpikir kalau dirinya tengah menderita penyakit aneh.

Masayu kini menggelinjang di atas ranjang. Menggigit bibir dan tangannya mulai menggerayangi tubuhnya sendiri. Pikirannya mulai menghayal yang tidak-tidak. Membayangkan seseorang bermain di atasnya. Membuatnya terlena, hingga berhasil menuntaskan hasratnya.

Dia ingin orang itu adalah suaminya sendiri.

Dan bukan orang ini ...

"Aaahhhh!!" Masayu seketika menjerit melihat seseorang di atas tubuhnya. Dengan sekuat tenaga Masayu meronta di bawah kungkungan lelaki itu.

"Kebetulan sekali kamu di sini, Sayangku Masayu ...!" ujar pria itu, semakin membuat Masayu takut.

Belum lagi, kini pria itu semakin mendekatkan wajahnya dan berusaha mencium dirinya. "Aahh, tidak! Lepaskan aku, Arjuna! Tidak! Jangan ... aku tidak mau!" 

Di sisa kesadarannya ia terus meronta dan meronta. Dirinya merasa heran karena seingatnya pintu sudah ia kunci, tapi kenapa Arjuna bisa masuk ke sini? Sungguh Masayu tak habis pikir.

Dan Bian ...

Masayu berharap agar suaminya itu segera datang untuk menolongnya.

"Bang ... tolong Ayu, Bang. Tolooongg ...!" 

rintihnya lemah hampir tak terdengar. Hingga akhirnya Masayu pasrah ketika dirasa perlawanannya sia-sia.

Setelahnya, Masayu pun kehilangan kesadarannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status