"Kebetulan sekali kamu di sini, Sayangku Masayu ...!" ujar pria itu, semakin membuat Masayu takut. Belum lagi, kini pria itu semakin mendekatkan wajahnya dan berusaha mencium dirinya. "Aahh, tidak! Lepaskan aku, Arjuna! Tidak! Jangan ... aku tidak mau!"
Di sisa kesadarannya ia terus meronta dan meronta. Dirinya merasa heran karena seingatnya pintu sudah ia kunci, tapi kenapa Arjuna bisa masuk ke sini? Sungguh Masayu tak habis pikir. Dan Bian ... Masayu berharap agar suaminya itu segera datang untuk menolongnya. "Bang ... tolong Ayu, Bang. Tolooongg ...!"
rintihnya lemah hampir tak terdengar. Hingga akhirnya Masayu pasrah ketika dirasa perlawanannya sia-sia. Setelahnya, Masayu pun kehilangan kesadarannya.
Dengan sekuat tenaga Masayu meronta di bawah kungkungan Arjuna. "Kebetulan sekali kamu di sini, Sayangku Masayu ...! "Aahh, tidak! Lepaskan aku, Arjuna! Tidak! Jangan ... aku tidak mau!" pekiknya parau ketika pria itu berusaha mencium wajahnya. Di sisa kesadarannya ia terus meronta dan meronta. Dirinya merasa heran karena seingatnya pintu sudah ia kunci, tapi kenapa Arjuna bisa masuk ke sini? Sungguh Masayu tak habis pikir.Dan Bian ...Masayu berharap agar suaminya itu segera datang untuk menolongnya."Bang ... tolong Ayu, Bang. Tolooongg ...!" rintihnya lemah hampir tak terdengar. Hingga akhirnya Masayu pasrah ketika dirasa perlawanannya sia-sia.Setelahnya, Masayu pun pingsan.***Ayu terjaga ketika sinar matahari yang masuk melalui celah jendela mengganggu tidurnya. Sepasang netranya sontak menyipit karena silau. Ia merasa sekujur badannya pegal dan tulang-tulangnya seolah patah.Hingga kemudian dia baru sadar jika sedang berbaring di kamarnya sendiri.Kamarnya sendiri?Bagaima
"Bagus, kan, Masayu?" tanya Herlina tiba-tiba."I-iya, Ma. Bagus." Entah foto mana yang dimaksud ibu mertuanya bagus, fotonya dengan Bian, atau foto perempuan itu?Tidak ada satu pun yang menyinggung perihal semalam, tak ada pula yang bertanya apapun tentang dirinya. Harusnya Masayu merasa lega. Namun, rasa ingin tahu yang tinggi seolah tak dapat ditutupi lagi.Masayu akhirnya memberanikan diri bertanya, saat ibu mertuanya itu sibuk membolak-balik lembaran album."Ma, Ayu boleh nanya sesuatu gak?""Boleh, mau nanya apa, Sayang?" sahut Herlina tanpa menoleh. "Semalam, siapa yang bawa Masayu pulang?" Bukannya menjawab, Herlina malah saling melempar pandang dengan Helen. Masayu tak sabar menunggu jawabannya."Bukannya kamu pulang dengan Bian semalam?" Herlina malah balik bertanya. Apa?Alis Masayu sontak menyatu. Dirinya benar-benar bingung mendengar pernyataan ibu mertuanya. "Masayu? Kau kenapa?" Herlina menatap Masayu lekat-lekat."Ah, ng-gak pa-pa, Ma. Ayu ... mungkin karena cuac
"Masayu, kamu jaga diri baik-baik di rumah, ya? Titip anak-anak. Kemungkinan Bian besok baru pulang." Dari jendela kaca mobil, Herlina berpesan. Masayu yang berdiri di sebelahnya kemudian mengangguk."Baik, Ma. Masayu pasti akan jaga anak-anak. Mama hati-hati di sana, dan selalu jaga kesehatan." Herlina kemudian berbisik padanya, "Oh, iya, Masayu. Jangan lupa untuk memakai pakaian 'dinas' kalau Bian pulang nanti."Masayu menyambut perkataan sang mertua dengan senyum malu di bibirnya. "Yu, saya sama anak-anak pamit dulu. Kapan-kapan kita jumpa lagi, ya?" Helen yang duduk di sebelah ibunya turut berpamitan."Iya, Kak. Salam untuk keluarga Kak Helen di sana, ya. Hati-hati semuanya." Masayu melambaikan tangan melepas kepergian kakak-kakak iparnya itu pulang ke Amerika. Sementara sang ibu mertua sengaja meminta ikut sebab ingin liburan di sana. "Yu, Masayu!" Tiba-tiba Bi Ijah memanggil dari dalam rumah."Iya, Bi. Ada apa?" sahutnya sambil bergegas menghampiri asisten rumah tangganya i
Hening. Sekujur tubuh Masayu sedikit gemetar mendapat tatapan tajam dari sang suami."Ini apa?!" Setengah membentak Bian bertanya lagi, menyebabkan gadis di depannya tersentak dan menjawab cepat,"Bukan apa-apa, Bang. Ini ... ini cuma luka bekas digaruk aja.""Luka digaruk sampai semuanya begini?" Masayu mengangguk, bola matanya tak lepas menatap sang suami, salah satu trik agar pria itu mau percaya. Sepertinya Masayu salah memahami jika Bian bukanlah pria yang mudah dibodohi."Sebanyak itu nyamuk di rumahku?Masayu menelan ludah meski sesuatu terasa mencekat lehernya. Dia ingin secepatnya keluar dari kamar ini, kembali ke kamarnya dan segera tidur. Bukan didakwa seperti ini. "Jawab!""Bukan karena nyamuk, Bang. Ayu ... Ayu hanya merasa gatal, nggak tau kenapa," jawabnya setelah mendapat jawaban yang menurutnya tepat."Lalu menangis?""Ha?" Ayu sontak mendongak. Tak paham dengan pertanyaan suaminya."Habis nangisin apa sampai matamu bengkak seperti ini?" Masayu seketika termangu k
Masayu seketika teringat, kemungkinan malam itu yang mengganti lingerienya dengan baju tidur adalah suaminya. Oleh sebab itu, Masayu memilih untuk tidak membahasnya.Ia pun kembali fokus pada aktifitasnya. "Kamu tidak marah aku sudah lihat semuanya?" Bian menggodanya. "Nggak," sahut Ayu singkat. Lalu balik bertanya, "Abang tumben ke kamar Ayu. Mau ngapain?" "Kata Bi Ijah, kamu seharian nggak keluar kamar. Kenapa?"Ayu cuma lagi pingin di kamar aja. Tapi, anak-anak udah Ayu titipin sama Desi, kok," sahut Masayu sedikit merasa aneh karena akhir-akhir ini Bian jadi perhatian padanya. "Anak-anak, sih, nggak masalah. Yang jadi masalah itu kamu, karena seharian nggak makan. Iya, kan?"Berdesir hati Masayu."Habis ini Ayu makan, kok. Tapi, Abang bisa keluar dulu, nggak? Ayu mau ganti baju.""Kalau aku bilang tidak bisa, gimana?" goda Bian lagi. Sengaja membuat jantung Masayu makin berdebar-debar.Akhirnya Masayu mengalah. Sambil berselimut dia berjalan ke lemari, membukanya, dan sontak m
Seluruh persendian di tubuhnya seakan lepas, Masayu kian lunglai. Apalagi setelah melihat wajah mantan istrinya di TV. Gita, putri kecil yang usianya baru lima tahun itu kini menangis usai dibentak papanya. Tubuh mungilnya meringkuk di samping sofa ruang keluarga. Bian lantas mengusap kasar wajahnya. Makan malam yang seharusnya jadi momen berkumpul bersama keluarga setelah lelah seharian bekerja, seketika jadi berantakan. Bi Ijah datang dan membawa Genta pergi dari ruang makan. Masayu kemudian bangkit dan menghampiri Gita, lalu membawanya masuk ke dalam kamar. Cukup lama Masayu mendiamkan tangis gadis kecil itu, hingga akhirnya Gita terlelap dalam pelukannya karena kelelahan menangis.Pintu kamar tiba-tiba terbuka, Masayu pura-pura memejamkan matanya ketika Bian masuk. Cukup lama pria itu berdiri di sebelahnya, hingga kemudian Masayu mendengar langkahnya meninggalkan kamar dan kembali menutup pintu.Hampir tengah malam, dan Genta pun sudah tidur sejak tadi di ranjangnya yang bersebe
"Eh, ada Nona di sini. Selamat siang, Nona Masayu?" sapa Erik seraya mengangguk ramah.Masayu balas mengangguk walaupun dahinya masih berkerut, pertanda masih memikirkan maksud perkataan Erik barusan. Target apa yang dimaksud? Kenapa perkataannya seperti di film-film action yang sesekali ia tonton? Apakah suaminya itu sebenarnya seorang mafia berkedok pengusaha?"Sudah makan, Rik?" tanya Bian."Belum, Tuan.""Pantes. Makan dulu sana biar nggak ngelantur kalau ngomong.""Siap, Tuan. Saya permisi dulu. Maaf sudah mengganggu kesenangan Tuan dan Nona Masayu.""Hmm, ya, ya." Bian mengibaskan tangan menyuruh Erik pergi. Kemudian ia berkata pada Masayu, "Istirahatlah, jangan berpikir macam-macam dulu."Masayu mengangguk. "Ayu izin tidur di sini dulu, Bang. Nanti jam dua tolong bangunin, ya? Soalnya Genta ada les Mandarin jam 3 nanti."Bian hanya mengangguk.Masayu merebahkan tubuhnya yang terasa sangat lelah. Bukan hanya tubuh, melainkan pikirannya jauh lebih lelah. Memikirkan masalah yang m
"Rik, mampir ke restauran. Kita makan dulu." "Baik, Tuan."Masayu menoleh dan kedua matanya mengerjap pelan memandang sang suami."Kenapa?" tanya Bian."Ayu nggak pede dengan penampilan begini, Bang. Makan di rumah aja, ya?" ucapnya memelas sambil memandangi jas yang melingkar di pinggangnya."Sayangnya aku udah janji sama pemiliknya untuk makan malam di sana. Nggak enak kalau dibatalin. Kalau kamu merasa nggak nyaman, duduk di mobil saja."Masayu terdiam. Entah mengapa dia merasa ucapan Bian sangat datar dan dingin. Padahal beberapa menit yang lalu sikapnya tampak lunak dan sedikit manis. Apa karena mentang-mentang sudah menjelaskan bahwa dia tidak ada hubungan apapun dengan mantan istrinya sehingga sikapnya kembali ke setelan pabrik? Masayu kembali menyandarkan kepala dan menatap lalu-lalang kendaraan melalui kaca jendela di sebelahnya. Mobil berhenti di depan restauran yang terkenal mewah di kota itu. Bian melepas sabuk pengaman, membuka pintu dan turun dari mobilnya. Sedangkan