'Nggak mungkin, aku pasti salah liat. Pasti gara-gara tadi aku lupa minum obat," batin Masayu sembari mengerjap-erjapkan matanya. Ditambah efek mengantuk juga karena semalam ia tidur menjelang pagi.
Sampai kemudian ia tersentak ketika Bian menyenggol sikunya, memberi kode untuk bersalaman pada salah seorang tamu di depannya."Ah, maaf." Masayu tersenyum sambil menjabat tangan tamu tersebut.Setelah orang itu pergi, Bian sedikit berbisik padanya."Ada apa? Mukamu pucat. Obatnya tidak diminum?"" Tebakan Bian benar."Iya, Ayu lupa karena tadi buru-buru.""Nanti Biar saya suruh Erik yang ambilkan obatnya."Gadis yang malam ini terlihat sangat cantik dengan balutan gaun yang terbuka pada bagian bahunya itu pun mengangguk. Dia lalu menengok lagi ke tempat tadi, orang itu sudah tidak ada. Masayu pun yakin jika dia hanya salah lihat."Itu klien saya, kita temui dia." Tiba-tiba Bian merangkul pinggang ramping Masayu dan mengajaknya berjalan.Keduanya lantas menghampiri pria paruh baya yang tampak asyik bercengkerama dengan teman-temannya. Seolah menyadari kehadiran mereka, bapak tersebut lebih dulu menyapa dan menjabat tangan Bian."Heii, Pak Biantara. Apa kabar? Benar-benar kejutan sekali, ya, malam ini? Saya kira Bapak masih melajang, tau-tau dapat undangan anniversary yang ke satu tahun. Luar biasa Pak Bian ini," ujarnya terkekeh sambil menggeleng berkali-kali."Sengaja, Pak. Biar surprise." Bian berkelakar.Bapak tersebut kemudian menjabat tangan Masayu."Selamat untuk kalian berdua. Semoga bahagia selalu rumah tangganya.""Terima kasih, Pak."Bapak tersebut masih tidak menyangka. Berulang kali dia menatap takjub pada kedua pasangan ini."Betul-betul pasangan yang serasi. Yang satu tampan, yang satu cantik. Pak Bian pandai betul memilih istri. Oh, iya, kalian sudah punya momongan?""Doakan saja, Pak," sahut Bian."Ya, ya, betul. Tidak apa-apa, tidak usah ngebut, santai-santai aja," ujarnya menepuk bahu Bian."Ya sudah, ya. Saya mau menemui istri saya dulu. Sekali lagi saya doakan agar rumah tangga kalian bahagia."Bian mengangguk.Tak hanya Bapak tersebut, hampir semua tamu undangan merasa terkejut kala menghadiri acara yang ternyata adalah anniversary pernikahan Bian ke satu tahun.Termasuk gadis cantik ini, dengan bibir merah menyala senada dengan gaun yang dikenakannya datang tergopoh-gopoh menghampiri Bian, lalu dengan beraninya ia mencium kedua pipi Bian kanan kiri."Aku kecewa!" ujarnya sedikit ketus bercampur manja.Masayu spontan ternganga. Melihat aksi perempuan itu yang datang-datang langsung menyosor kedua pipi suaminya saja sudah sukses membuatnya melongo, ditambah dia mengutarakan kekecewaannya pada Bian. Makin geleng-geleng kepala dia dibuatnya.Bian tertawa. "Maaf!" Hanya itu. Ya, hanya itu. Sehingga perempuan itu pun makin berang dan memukul-mukul pelan dadanya yang bidang.Tak tahan melihatnya, Masayu bermaksud meninggalkan keduanya. Namun, seketika tangannya ditarik kembali oleh Bian, bersamaan dengan suara MC yang terdengar melalui mikrofon, pertanda bahwa acara sudah dimulai."Kita ke sana!" ajaknya sambil menuntun Masayu. Meninggalkan gadis dengan bibir menor itu tantrum sendirian.Tepuk tangan terdengar begitu riuh kala MC profesional itu menyambut kedatangan pasangan Bian dan Masayu. Serta menyuruh Bian agar memperkenalkan istrinya di depan para tamu yang hadir."Untuk semuanya yang saya hormati, saya ingin memperkenalkan istri saya. Namanya Masayu Ulandira, gadis cantik yang sudah satu tahun ini saya nikahi. Untuk itu saya mohon doa restunya dari kalian semua."Setelah mengatakan hal itu, Bian lalu melakukan tindakan yang membuat Masayu cukup terkejut, yakni menarik wajah dan mencium keningnya. Hal itu menjadi bahan candaan MCnya."Para hadirin yang terhormat, sepertinya Ibu Masayu belum terbiasa melakukannya di depan publik, ya? Bagaimana kalau kita meminta pasangan suami istri ini agar menunjukkan hal yang lebih intim lagi?"Kemudian para tamu pun bersorak,"Cium ... cium ... cium ...."'Apa?'Masayu jadi salah tingkah. Lebih-lebih ketika Bian berbisik di telinganya."Ikuti saja alurnya, dan jangan membuat malu!""Ta-tapi—"Masayu sontak bungkam ketika Bian mencium lembut bibirnya. Bak dialiri listrik tubuh Masayu seketika menegang. Satu tangan Bian yang berada di pinggang seolah memberi kode dengan meremas pinggulnya. Perlahan Masayu pun terpejam dan membalas ciuman Bian. Keduanya terbawa suasana hingga lupa jika saat ini ada banyak orang yang sedang menontonnya. Dada Masayu tak henti berdebar ketika bibirnya terus dilumat, meski sangat sedikit, tetapi ia merasa familiar dengan aroma wangi mulut yang menciumnya.Ciuman seketika terlepas kala tamu yang hadir lagi-lagi bertepuk tangan. Wajah Masayu kini bersemu merah tak berani menatap wajah para tamu yang tertawa menyoraki mereka.Bian lantas merangkul pinggang Masayu seraya memamerkan senyum lebarnya."Ayo, tersenyum. Tunjukkan kepada mereka kalau kamu bahagia." Bian kembali membisikinya.Masayu menoleh dan menatap wajah suaminya yang terus tersenyum menghadap ke depan. Saat dirinya mulai paham, bibirnya pun dipaksa untuk tersenyum mengikuti suaminya.Malam mulai merangkak dan pesta terus berjalan. Hingga tibalah acara diisi dengan dansa.Masayu yang sedang duduk kemudian tersenyum melihat ruangan lebar itu diisi para pasangan yang sedang berdansa sambil diiringi musik nan romantis. Lampu sengaja dibuat temaram menambah suasana makin romantis.Senyumnya seketika memudar ketika pandangannya beralih pada sisi ruangan agak jauh darinya, di mana sang suami tampak tengah asyik bercengkerama dengan para gadis. Masayu lantas menghela napasnya lalu menunduk. Menatap sepatu, dan memainkan jemari kakinya.Hingga tiba-tiba dia tersentak ketika sebuah tangan terulur di depannya, mengajaknya berdansa."Ayu nggak bisa dansa. Abang sama yang lain aja," tolaknya.Dahi Bian sontak berkerut. "Apa? Dansa dengan yang lain? Apa maksudmu bicara begitu?" "Eng ... Maksudnya Ayu nggak bisa—"Lagi-lagi Ayu tak dapat berbuat banyak ketika tanpa aba-aba Bian langsung menarik tangannya menuju lantai dansa.Dengan sigap Bian mengatur posisi. Satu jemari Masayu berada dalam genggamannya, sementara jemari yang lain diletakkan di atas dada. Hanya dengan satu sentakan di pinggang rampingnya, Bian berhasil membuat tubuh istrinya itu menempel ke tubuhnya.Meski awalnya sulit, Masayu akhirnya bisa mengikuti gerakan Bian. Keduanya bergerak senada di bawah iringan musik yang mengalun pelan. Keduanya saling menatap dalam suasana temaram.'Kamu memang hebat, Bian!' bisik hati Masayu.Pria itu lantas tertawa kecil. Seolah dapat membaca pikiran istrinya dia lalu berucap, "Apa yang kamu pikirkan, Masayu?" Masayu membalas dengan senyuman samar. "Yang jelas tidak seperti yang Anda pikirkan!" Wow! Entah keberan
Dengan sekuat tenaga Masayu meronta di bawah kungkungan Arjuna. "Kebetulan sekali kamu di sini, Sayangku Masayu ...! "Aahh, tidak! Lepaskan aku, Arjuna! Tidak! Jangan ... aku tidak mau!" pekiknya parau ketika pria itu berusaha mencium wajahnya. Di sisa kesadarannya ia terus meronta dan meronta. Dirinya merasa heran karena seingatnya pintu sudah ia kunci, tapi kenapa Arjuna bisa masuk ke sini? Sungguh Masayu tak habis pikir.Dan Bian ...Masayu berharap agar suaminya itu segera datang untuk menolongnya."Bang ... tolong Ayu, Bang. Tolooongg ...!" rintihnya lemah hampir tak terdengar. Hingga akhirnya Masayu pasrah ketika dirasa perlawanannya sia-sia.Setelahnya, Masayu pun pingsan.***Ayu terjaga ketika sinar matahari yang masuk melalui celah jendela mengganggu tidurnya. Sepasang netranya sontak menyipit karena silau. Ia merasa sekujur badannya pegal dan tulang-tulangnya seolah patah.Hingga kemudian dia baru sadar jika sedang berbaring di kamarnya sendiri.Kamarnya sendiri?Bagaima
"Bagus, kan, Masayu?" tanya Herlina tiba-tiba."I-iya, Ma. Bagus." Entah foto mana yang dimaksud ibu mertuanya bagus, fotonya dengan Bian, atau foto perempuan itu?Tidak ada satu pun yang menyinggung perihal semalam, tak ada pula yang bertanya apapun tentang dirinya. Harusnya Masayu merasa lega. Namun, rasa ingin tahu yang tinggi seolah tak dapat ditutupi lagi.Masayu akhirnya memberanikan diri bertanya, saat ibu mertuanya itu sibuk membolak-balik lembaran album."Ma, Ayu boleh nanya sesuatu gak?""Boleh, mau nanya apa, Sayang?" sahut Herlina tanpa menoleh. "Semalam, siapa yang bawa Masayu pulang?" Bukannya menjawab, Herlina malah saling melempar pandang dengan Helen. Masayu tak sabar menunggu jawabannya."Bukannya kamu pulang dengan Bian semalam?" Herlina malah balik bertanya. Apa?Alis Masayu sontak menyatu. Dirinya benar-benar bingung mendengar pernyataan ibu mertuanya. "Masayu? Kau kenapa?" Herlina menatap Masayu lekat-lekat."Ah, ng-gak pa-pa, Ma. Ayu ... mungkin karena cuac
"Masayu, kamu jaga diri baik-baik di rumah, ya? Titip anak-anak. Kemungkinan Bian besok baru pulang." Dari jendela kaca mobil, Herlina berpesan. Masayu yang berdiri di sebelahnya kemudian mengangguk."Baik, Ma. Masayu pasti akan jaga anak-anak. Mama hati-hati di sana, dan selalu jaga kesehatan." Herlina kemudian berbisik padanya, "Oh, iya, Masayu. Jangan lupa untuk memakai pakaian 'dinas' kalau Bian pulang nanti."Masayu menyambut perkataan sang mertua dengan senyum malu di bibirnya. "Yu, saya sama anak-anak pamit dulu. Kapan-kapan kita jumpa lagi, ya?" Helen yang duduk di sebelah ibunya turut berpamitan."Iya, Kak. Salam untuk keluarga Kak Helen di sana, ya. Hati-hati semuanya." Masayu melambaikan tangan melepas kepergian kakak-kakak iparnya itu pulang ke Amerika. Sementara sang ibu mertua sengaja meminta ikut sebab ingin liburan di sana. "Yu, Masayu!" Tiba-tiba Bi Ijah memanggil dari dalam rumah."Iya, Bi. Ada apa?" sahutnya sambil bergegas menghampiri asisten rumah tangganya i
Hening. Sekujur tubuh Masayu sedikit gemetar mendapat tatapan tajam dari sang suami."Ini apa?!" Setengah membentak Bian bertanya lagi, menyebabkan gadis di depannya tersentak dan menjawab cepat,"Bukan apa-apa, Bang. Ini ... ini cuma luka bekas digaruk aja.""Luka digaruk sampai semuanya begini?" Masayu mengangguk, bola matanya tak lepas menatap sang suami, salah satu trik agar pria itu mau percaya. Sepertinya Masayu salah memahami jika Bian bukanlah pria yang mudah dibodohi."Sebanyak itu nyamuk di rumahku?Masayu menelan ludah meski sesuatu terasa mencekat lehernya. Dia ingin secepatnya keluar dari kamar ini, kembali ke kamarnya dan segera tidur. Bukan didakwa seperti ini. "Jawab!""Bukan karena nyamuk, Bang. Ayu ... Ayu hanya merasa gatal, nggak tau kenapa," jawabnya setelah mendapat jawaban yang menurutnya tepat."Lalu menangis?""Ha?" Ayu sontak mendongak. Tak paham dengan pertanyaan suaminya."Habis nangisin apa sampai matamu bengkak seperti ini?" Masayu seketika termangu k
Masayu seketika teringat, kemungkinan malam itu yang mengganti lingerienya dengan baju tidur adalah suaminya. Oleh sebab itu, Masayu memilih untuk tidak membahasnya.Ia pun kembali fokus pada aktifitasnya. "Kamu tidak marah aku sudah lihat semuanya?" Bian menggodanya. "Nggak," sahut Ayu singkat. Lalu balik bertanya, "Abang tumben ke kamar Ayu. Mau ngapain?" "Kata Bi Ijah, kamu seharian nggak keluar kamar. Kenapa?"Ayu cuma lagi pingin di kamar aja. Tapi, anak-anak udah Ayu titipin sama Desi, kok," sahut Masayu sedikit merasa aneh karena akhir-akhir ini Bian jadi perhatian padanya. "Anak-anak, sih, nggak masalah. Yang jadi masalah itu kamu, karena seharian nggak makan. Iya, kan?"Berdesir hati Masayu."Habis ini Ayu makan, kok. Tapi, Abang bisa keluar dulu, nggak? Ayu mau ganti baju.""Kalau aku bilang tidak bisa, gimana?" goda Bian lagi. Sengaja membuat jantung Masayu makin berdebar-debar.Akhirnya Masayu mengalah. Sambil berselimut dia berjalan ke lemari, membukanya, dan sontak m
Seluruh persendian di tubuhnya seakan lepas, Masayu kian lunglai. Apalagi setelah melihat wajah mantan istrinya di TV. Gita, putri kecil yang usianya baru lima tahun itu kini menangis usai dibentak papanya. Tubuh mungilnya meringkuk di samping sofa ruang keluarga. Bian lantas mengusap kasar wajahnya. Makan malam yang seharusnya jadi momen berkumpul bersama keluarga setelah lelah seharian bekerja, seketika jadi berantakan. Bi Ijah datang dan membawa Genta pergi dari ruang makan. Masayu kemudian bangkit dan menghampiri Gita, lalu membawanya masuk ke dalam kamar. Cukup lama Masayu mendiamkan tangis gadis kecil itu, hingga akhirnya Gita terlelap dalam pelukannya karena kelelahan menangis.Pintu kamar tiba-tiba terbuka, Masayu pura-pura memejamkan matanya ketika Bian masuk. Cukup lama pria itu berdiri di sebelahnya, hingga kemudian Masayu mendengar langkahnya meninggalkan kamar dan kembali menutup pintu.Hampir tengah malam, dan Genta pun sudah tidur sejak tadi di ranjangnya yang bersebe
"Eh, ada Nona di sini. Selamat siang, Nona Masayu?" sapa Erik seraya mengangguk ramah.Masayu balas mengangguk walaupun dahinya masih berkerut, pertanda masih memikirkan maksud perkataan Erik barusan. Target apa yang dimaksud? Kenapa perkataannya seperti di film-film action yang sesekali ia tonton? Apakah suaminya itu sebenarnya seorang mafia berkedok pengusaha?"Sudah makan, Rik?" tanya Bian."Belum, Tuan.""Pantes. Makan dulu sana biar nggak ngelantur kalau ngomong.""Siap, Tuan. Saya permisi dulu. Maaf sudah mengganggu kesenangan Tuan dan Nona Masayu.""Hmm, ya, ya." Bian mengibaskan tangan menyuruh Erik pergi. Kemudian ia berkata pada Masayu, "Istirahatlah, jangan berpikir macam-macam dulu."Masayu mengangguk. "Ayu izin tidur di sini dulu, Bang. Nanti jam dua tolong bangunin, ya? Soalnya Genta ada les Mandarin jam 3 nanti."Bian hanya mengangguk.Masayu merebahkan tubuhnya yang terasa sangat lelah. Bukan hanya tubuh, melainkan pikirannya jauh lebih lelah. Memikirkan masalah yang m